chapter 48

5.8K 663 151
                                    

48. Melupakan kekecewaan

●●●

Rezka membaringkan tubuhnya dengan hati-hati agar luka dipunggungnya tidak terasa lebih sakit. Rezka hanya bisa pasrah dengan apa yang Rianti lakukan kepadanya beberapa waktu lalu. Kecewa dan sakit Rezka rasakan.

"Kenapa harus gua?" tanya Rezka menatap atap kamarnya dengan sayu. Rezka sadari air mata yang mengalir sangat deras dari kedua matanya, persetan dengan pantangan laki-laki tidak boleh menangis.

Rezka hanya capek, capek dengan jam tidurnya yang kurang, capek dengan jam makannya yang tidak teratur dan capek dengan sederetan pinta Rianti yang  memberikan harapan besar dipundaknya.

Rezka kecewa, kecewa dengan Rianti yang tidak bisa mengapriasiasikan hasil dan usahanya. Rezka tau usahanya tidak seberapa dan hasilnya juga tidak memuaskan, apa tidak bisa Rianti memberikan kata-kata pengemangatnya untuk mendorong agar ia bisa lebih baik lagi kedepannya?

Tidak ambis dilihat hebat oleh orang lain, Rezka hanya ingin dilihat oleh Rianti, Mamahnya sendiri. Karena sejatinya, apa yang Rezka perjuangkan hakikatnya untuk menyenangkan Rianti. Tidak ada maksud lain untuk terlihat hebat dari ratusan siswa lainnya, tidak.

Ceklek

"Rez.." Rezka mengusap air matanya dengan kasar ketika mendengar suara pintu dan suara Farraz yang menyapa mendengarannya.

"Kenapa?" tanya Farraz dan duduk di pinggir tempat tidur Rezka. Rezka menggelengkan kepalanya.

"Gak papa." Singkat, itu jawabanya.

"Mamah apain lo aja?" Rezka menggelengkan kepala untuk yang kedua kalinya.

"Yang bener.." Rezka menoleh.

"Bener."

Farraz menghela nafas dan menarik tangan kanan Rezka dengan cepat. "Ini apa kalau gak kenapa-napa?" tanya Farraz memperlihatkan lembam yang lumayan ditangan Rezka.

"Gak papa."

"Gak papa gimana? Ini tangan lo sampe kayak gini." Rezka menunduk, luka ditangannya seakan menampar Rezka bahwa sampai kapanpun Rezka tidak bisa memberikan kebahagiaan yang membanggakan untuk Rianti.

"Rez.. are you oke?"

"Iam fine."

"Kata Papah lo udah berhasil sampe 3 besar itu suatu pencapain yang bagus." Rezka menggelengkan kepalanya.

"Bagus menurutnya bukan berarti bagus dalam pandangan Mamah," balas Rezka dengan suara puraunya.

"Rez.."

"Mamah mau apa lagi dari gua, Bang? Mau nuntut apa lagi?" tanya Rezka menatap Farraz dengan tatapan sendu.

"Bang.." Farraz tak kunjung membalas pertanyaan Rezka.

"Rez, udahala-

"Udahlah-udahalah karena lo gak ngerasain jadi gua gimana, Bang!" Farraz tertenggun.

"Lo mana pernah di sentak, mana pernah di maki. Hasil lo selalu diapresiasi, dibanggakan, dipamerkan, sedangkan hasil gua? Dicampakan, Bang. Ibaratnya, lo ada diangka seratuas dan gua ada diangka 0,1," tukas Rezka.

"Lebih singkatnya, gua gak bisa jadi lo," lirih Rezka.

"Rez, gak ada yang bandingin gua sama l-

"Ada! Mamah! Mamah ada bandingin gua sama lo, sama Ka Via bahkan sama Xavier. Apa kabar perasaan lo saat lo dibandingkan sama orang-orang terdekat lo, disaat itu lo ngerasa sampah sesampah sampahnya," tukas Rezka dengan suara gemeteran.

NAREZKA (PO 15 Maret-28 Maret)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang