enamm......

3.2K 215 12
                                    

>Setelah penentuan hari pernikahan.<

Zee, ia hanya bisa pasrah dengan nasibnya sekarang. Ia bahkan menyerahkan semua persiapan pernikahanya pada Kakak dan juga adiknya, Ia hanya meminta acara pernikahan itu cukup dihadiri oleh keluarga inti dari Marsha dan orang penting dari keluarganya tidak lebih. Dan tidak ada media tentunya.

Hal sama juga Marsha lakukan, ia hanya bisa pasrah menerima semua yang akan terjadi padanya dan rasa bersalah pada Ashel, terlebih ketika membaca multichat dimana Ashel banyak mengkhawatirkan keadaan Zee .

Berbanding terbalik dengan Kakek Kawindra, beliau terlihat begitu bersemangat memantau pengerjaan persiapan pernikahan Zee yang akan dilakukan di mansion mewahnya. Ya~ meski acara ini tidak akan semewah yang beliau inginkan tapi tidak apa apa, yang terpenting beliau melihat cucu kesayanganya menikah.

"Kasian Zeezoy, harus nikah muda sama cewek yang nggak dia kenal ,"Gracia bergumam, menatap Kakek Kawindra dari kejauhan.

Christy yang sejak tadi bersama Gracia pun kembali menghela nafasnya. "Suruh kabur aja gak see... ,"ucapnya, membuat Gracia menoleh padanya. " Ngaco kamu dek ,"ucap Gracia.

"Ya abis gimana , orang dia aja nggak kenal sama Marsha .Masa disuruh nikah, bukanya orang nikah itu harus pacaran dulu ?" Christy berbalik menatap Gracia.

Gracia memutar malas kedua bola matanya, tidak tahu harus memberi jawaban apa pada pertanyaan adik bungsu dari kekasihnya itu.

Sementara di baklon yang langsung menghadap halaman tempat akan dilaksanakan acara pernikahan, Zee hanya diam mematung dengan tatapan nanarnya. Ia memang ingin menikah, ia ingin menikah dengan seorang wanita yang ia cintai tapi bukan sekarang dan bukan dengan Marsha yang tidak ia cintai bahkan tidak ia kenal sebelumnya.

"Zee..,"sebuah suara yang begitu Zee kenal terdengar tidak jauh darinya, suara itu milik Chika kakak nomor duanya.

Tap...tap.. tap...derap langkah Chika terdengar semakin dekat dengan Zee dan Zee hanya sejenak menoleh padanya.

"Hari ini hari terakhir kamu fitting baju, kamu mau pergi sekarang atau dijam terpisah dengan Marsha ?" tanya Chika, yang sebenarnya berat untuk melakukan ini. Bagaimana tidak, adiknya masih terlalu kecil akan tetapi sudah harus memikul tanggung jawab sebagai suami dalam waktu dekat.

Zee menghela nafasnya kemudian berbalik. "Sekarang aja Kak ,"jawabnya dengan suaranya yang serak sisa tangisan pilu semalam, bahakan mata sembabnya masih terlihat jelas.

Chika menatap lekat pada adiknya, Ia merasa iba. Namun ia tidak ingin menunjukkan itu, ia hanya menarik dengan lembut kedua sudut bibir adiknya hingga membentuk garis senyum. "Kamu harus senyum, kamu jelek kalau datar gitu ..,"ucapnya.

Ucapan Chika sedikit membuat Zee menarik senyumnya dan keduanya pun turun.

Sementara di kediaman Marsha, gadis itu lebih banyak diam sejak tahu tanggal dan hari pernikahanya. Ia ingin pergi, ia ingin kabur tapi bagaimana dengan nasib kedua orangtuanya nanti jika ia pergi. Berurusan dengan keluarga super Power seperti keluarga Kawindra sangatlah beresiko, ia tidak ingin kejadian dalam drakor yang ia tonton terjadi pada keluarganya terlebih jika sampai kedua orangtuanya dibunuh.

"Sha, ayo Pak Aran sudah siap .. "suara sang Mama membuat Marsha yang sejak tadi melamun itu sedikit terkaget. Namun tidak lama , ia beranjak dari duduknya dan meninggalkan ruang tamu.

Hari ini adalah fitting baju terakhirnya yang harusnya ia lakukan dimasa depan dengan Aldo ,atau siapapun laki laki yang ia cintai. Bukan dengan Zee, laki laki yang digandrungi Ashel sahabatnya.

Dalam perjalanan, Marsha kembali terdiam dan hanya menatap keluar dari jendela sampingnya. Ia bahkan tidak sadar jika ponsel dipangkuanya itu sejak tadi berkedip karena panggilan masuk dari Ashel juga Kathrin.

Hingga tiba di sebuah butik mewah, Marsha turun setelah Pak. Aran membukakan pintu untuknya dan ternyata ia bertepatan dengan Zee yang juga terlihat baru turun dari mobil. Tidak ada sapaan atau apa, baik Zee dan Marsha justru melangkah masuk dengan jarak yang sedikit berjauhan.

Disambut hangat sang pemilik butik dan beberapa staff lainya, sedikit membuat Marsha memaksa senyumnya. Berbeda dengan Zee yang sama sekali tidak perduli dengan itu.

"Zee, ini punya kamu .Dan nanti kalau ada yang kurang kamu segera kasih tahu ya, biar segera ditangani ,"ucap Feni, designer dan juga pemilik butik mewah ini. "Dan ini gaun untuk Marsha, dicoba lagi ya..tiga hari lalu kan kamu bilang kegedean,kan ?..,"lanjutnya memberikan gaun milik Marsha.

Lagi, Zee tidak perduli dengan ucapan Feni, ia hanya melangkah masuk menuju ruang ganti. Begitu juga dengan Marsha, gadis itu mengambil ruang ganti disamping ruang ganti yang Zee gunakan.

Proses fitting baju itu tidak memakan waktu lama, karena Zee sama sekali tidak berkomentar ini dan itu pada bajunya. Entah ia tidak tahu kekurangan bajunya atau ia memang ingin segera pergi, (we never know ).

"Pak, bapak pulang saja sama Pak Aran. Saya ada mau pergi sama Marsha, "ucap Zee ketika sudah berdiri disamping mobilnya yang tadi disupiri Pak. Aris.

"Tapi Mas , nanti Tuan ...

"Saya nggak kabur Pak, " Zee menyela ucapan Pak. Aris dengan nada penuh penekanan.

Dengan sedikit takut Pak. Aris pun membiarkan Zee pergi dengan Marsha. Namun tidak lama dari Earbuds yang selalu Pak. Aris pakai, Kakek Kawindra memberinya perintah untuk mengikuti kemana Zee pergi.

*******

Pergi berdua dengan Zee, tidak pernah terbayang dalam benak Marsha. Namun saat ini, detik ini mereka justru duduk berdua diujung dermaga dengan kedua kaki mereka yang terjuntai kebawah. Tidak ada percakapan penting diantar mereka, selain semilir angin lembut yang beberapa kali membuat rambut Marsha tertiup.

"Lo tau kan, gue nggak cinta sama lo ..,"ucap Zee yang akhirnya memecah keheningan diantara mereka.

Marsha mengangguk ," Tau kok, "jawabnya.

"Bagus lah..,"ucap Zee sejenak menoleh pada Marsha.

Keduanya kembali terdiam, kembali sibuk dengan pikiran mereka masing masing.

>>>>¡○ Dilain tempat¡○<<<<

Fiony dan sahabat sahabat Zee, kembali mencari Zee. Mereka kembali mendatangi tempat tempat yang biasa mereka datangi dengan Zee. Hingga rumah yang Zee tinggali bersama ketiga saudarinya. Namun sayangnya, ketika mereka tiba dirumah itu keadaan sepi tidak berpenghuni, bahkan asisten rumah tangga atau tukang kebun tidak ada yang terlihat keluar.

"ini sih fix perginya sekeluarga, "ucap Aldo kembali mengintip kedalam melalui sela sela jeruji pagar.

"Tapi kenapa nggak kasih kabar ya ?..nggak biasanya Zee pergi tanpa kabar gini ,"ucap Jhasson.

Fiony kembali menghela nafas lelahnya, sudah banyak pesan dan banyak tempat yang ia datangi untuk mencari Zee. Namun, hingga detik ini belum ada satu pun yang menunjukan tanda tanda keberadaan Zee.

"Apa jangan jangan ke Jogja ya ?" Aldo menatap Jhasson.

"Bisa jadi, kalo nggak salahkan Kakeknya disana, "ucap Jhasson yang mengingat Zee pernah mengatakan jika Kakeknya tinggal di Jogja. Mereka tidak ada yang tahu jika Kakek Zee adalah Profesor Kawindra, yang juga pemilik yayasan SMA Tandenan 48 tempat mereka sekolah, serta beberapa rumah sakit swasta di Jakarta.

Aldo berdecak, lelah. Ia kemudian menoleh pada Fiony.   "Mending kita pulang dulu deh . Kita coba lagi besok, sepulang sekolah," ucapnya.

"Aldo ada benernya, lagi pula kita udah seharian nyari Zee ,"saut Jhasson .

Dengan berat, Fiony pun menuruti kedua sahabat sahabat Zee itu untuk menghentikan pencarian hari ini.

>>>>>See you guysss <<<<<

Nikah SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang