Bab 7

997 203 23
                                    

Setelah pertengkaran di taman waktu itu, hubungan kami kembali baik-baik saja setelah saling meminta maaf. Tampaknya tak ada dari kami yang ingin membahas masalah itu lagi dan memutuskan lebih memilih sisa dua bulan keberadaanku di sekolah dengan obrolan yang lebih menyenangkan.

Rai masih menjadi guru lesku karena memang tak ada yang dapat kulakukan mengenai hal itu. Ayah dan ibuku memiliki harapan yang tinggi agar aku bisa masuk ke universitas kedokteran yang terbaik, begitu pun denganku. Oleh karena itu, aku membutuhkan Rai untuk mempelajari banyak hal karena kemajuan itu benar-benar terlihat hanya dalam waktu singkat.

Aku tak bercerita lagi tentang Rai kepada Kaiser karena aku tahu itu bukan topik yang akan Kaiser sukai. Kaiser sendiri tak pernah menanyakan hal itu dan tampak seperti tak mempermasalahkannya lagi. Kami pun tak pernah bertengkar lagi dan kembali menikmati hari-hari indah seperti sebelumnya.

Pada minggu kedua di bulan kedua sebelum kelulusanku, aku melihat seorang siswi kelas sepuluh menyatakan cinta pada Kaiser di taman tempat aku dan Kaiser biasa menghabiskan waktu makan siang bersama. Kaiser sudah membentangkan alas untuk kami duduk, dan meletakkan dua botol serta dua bungkus keripik kentang di atas alas tersebut.

Aku melihat siswi itu berdiri di luar karpet yang sudah Kaiser bentang, lalu dengan gugup mulai mengajak Kaiser berbicara.

Sebagai salah seorang anggota OSIS, Kaiser sudah terbiasa menghadapi hal semacam ini. Biasanya banyak murid-murid yang memberi keluhan atau hanya sedikit sapaan pada semua anggota OSIS yang tak sengaja berpapasan dengan mereka. Atau jika ada anggota OSIS yang memiliki penampilan menarik seperti Kaiser, maka ungkapan cinta dari banyak lawan jenis itu benar-benar tak bisa dihindarkan. Kukira kali ini juga sama. Sampai aku mendengar apa yang dikatakan gadis itu setelahnya.

"Aku tahu kak Kaiser sedang berkencan dengan kak Leora," ujar gadis itu gugup. Aku mengerutkan dahi. Gadis itu sudah menyatakan perasaannya lebih dulu, dan sekarang mengaku kalau ia sudah mengetahui tentang hubungan Kaiser dan aku. Ini terdengar konyol bahkan di telingaku sendiri.

"Kalau kau sudah tahu, seharusnya kau menahan diri," kata Kaiser heran. Pria itu tak terlihat marah, hanya menanggapinya dengan tenang dengan nada suara seperti pria itu sudah mengulangi kalimat yang sama berkali-kali.

"Aku hanya ingin menyatakan perasaanku saja agar tak membuatku sangat sesak." Gadis itu menjelaskan dengan nada yang sangat sedih.

Aku merasa seperti sedang menonton romans picisan. Bukannya aku meremehkan perasaan cinta orang lain. Tapi di telingaku, apa yang gadis itu katakan lebih terdengar seperti alasan saja. Ia hanya ingin menyatakan perasaannya pada Kaiser agar bisa menarik sedikit perhatian pria itu.

Pernyataan cinta bisa memberikan efek yang cukup besar pada seseorang yang menjadi objeknya. Sama seperti ketika Kaiser menyatakan cinta padaku dulu, itu membuatku memikirkan pria itu lebih lagi setelah sebelumnya hanya menganggap Kaiser salah satu pria tampan yang sedang Jinna taksir.

Aku pun pernah melakukan hal yang sama dulu, dan akhirnya bisa mengencani pria yang dulu kusukai. Berusaha untuk menarik perhatian atau bahkan membuat pria yang disukai juga menyukai kita bukan hal yang salah. Tapi usaha itu menjadi bentuk dari keegoisan jika kita tahu kalau orang itu sudah memiliki pasangan.

Karena aku merasa bingung harus melakukan apa, jadi aku memutuskan untuk menunggu sambil bersembunyi di tempat semula, di dekat pohon-pohon Leora yang kurasa bisa menyembunyikan keberadaanku dengan baik.

"Aku tak akan memikirkanmu," ucap Kaiser dengan nada yang masih datar. "Menyatakan perasaanmu padaku seperti saat ini tak akan memengaruhi perasaanku sedikit pun," tambahnya lagi. "Aku akan melupakanmu begitu hari ini berakhir. Jadi berhenti berusaha, oke?"

Yet to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang