Bab 51

513 66 29
                                    

Dimulai dari kunjungan ke rumah orangtuaku, berakhir dengan mengunjungi orangtua Kaiser. Kebahagiaan itu terasa begitu penuh hingga yang kulakukan pertama kali ketika bertemu dengan calon mertuaku itu adalah memeluk keduanya tanpa merasa sungkan sedikit pun.

Ibu Kaiser tampak lebih bersemangat dari semua orang, membicarakan tentang perencanaan pernikahan kami yang tiba-tiba saja akan dilangsungkan dalam waktu satu bulan.

Berbanding terbalik dengan aku yang tak begitu mempermasalahkan tentang pesta pernikahan, orangtua Kaiser dan Kaiser sendiri justru sudah membicarakan pesta yang besar.

Aku tak tahu kalau Kaiser memiliki sisi yang ini. Sebenarnya banyak sekali sisi dirinya yang membuatku terkejut sampai saat ini. Namun sejauh ini tak ada yang tak kusukai. Aku menyukai semua hal tentang dirinya termasuk dua kerut samar di ujung matanya ketika ia tersenyum sedikit lebih lebar dari biasanya. Daripada terlihat seperti sebuah kekurangan, itu malah memberikan kesan manis pada penampilannya.

Kami akhirnya sampai ke flat Kaiser pada malam ketiga. Besok ia berencana untuk masuk kerja walaupun ia sudah meminta izin sampai lusa. Itu ia lakukan karena dalam waktu satu bulan ia harus mengambil cuti lagi karena pernikahan kami.

Menyebutkan kata pernikahan di kepalaku kini membuatku menjadi semakin salah tingkah. Siapa yang akan mengira kalau itu membuatku sempat frustrasi sebelumnya karena harus menunggu cukup lama. Sekarang, maksudku nanti, begitu hubungan kami sudah sah secara hukum, mungkin aku akan bisa lebih tenang daripada sebelumnya.

Bukan berarti aku meragukan perasaan dan kesetiaan Kaiser padaku. Bahkan pasangan yang sudah menikah saja masih ada yang tak menjaga kesetiaan mereka. Ini lebih seperti aku bisa memiliki ia sepenuhnya serta menjadi miliknya sepenuhnya. Pernikahan kami itu terasa seperti langkah awal kami di kehidupan yang baru. Sungguh membuat gugup sekaligus bersemangat.

"Tidak mandi?" Kaiser yang baru keluar dari kamar mandi setelah aku memintanya mandi lebih dulu kini menatapku penuh tanya.

Bukan apa-apa. Aku adalah orang yang sangat bersemangat dengan yang namanya mandi. Jadi mungkin melihatku masih termenung di depan meja makan tanpa terlihat akan bergerak dalam waktu singkat adalah pemandangan yang langka.

"Apa yang harus kita lakukan pertama-tama?" Aku bertanya setengah merenung. "Satu tahun tiba-tiba saja menjadi satu bulan. Dan sekarang aku mulai merasa kebingungan tentang apa yang harus aku lakukan."

Kaiser menempatkan diri di seberangku, menatapku dengan raut wajah terhiburnya yang biasa. Ia terlihat begitu segar dengan rambut yang masih agak lembab serta kulit wajah yang lebih cerah dari sebelumnya.

"Orangtua kita berencana untuk mengurus semuanya, ingat?" tanggap Kaiser. "Tapi kurasa kau benar. Kita tak mungkin menyerahkan semua kerepotan itu kepada mereka saja."

"Yang membuatku ingat untuk menelepon Hugo lagi besok," ujarku. Teringat dengan jawaban pesan yang kukirim pada teman kayaku satu itu.

Sebenarnya aku belum mau membuat semua kenalanku heboh sebelum persiapan pernikahan itu minimal selesai separuhnya. Tapi aku mau tak mau harus memberitahu Hugo karena aku butuh ia untuk pemesanan gedung pernikahanku dan Kaiser nanti. Dan jawabannya datang lebih cepat dengan cara yang begitu mengejutkan.

"Bagaimana mungkin temanmu itu hanya meminjamkan gedung pernikahannya dengan cuma-cuma?" tanya Kaiser untuk yang ketiga kalinya setelah Hugo menjawab pesanku sebelumnya. "Bukankah setidaknya kita harus membayar delapan puluh persennya?"

"Itulah maksudku," balasku sambil menggelengkan kepala. "Anak kaya itu ternyata lebih murah hati dari yang aku bayangkan. Ternyata orangtuanya mengenal orangtuaku dengan sangat baik. Tapi tetap saja itu bukan alasan yang cukup untuk menggratiskan sebuah gedung pernikahan."

Yet to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang