Bab 19

627 106 17
                                    

Membawa Leora ke rumah sakit SouthTown adalah pilihan yang baik sekaligus buruk. Baiknya adalah para dokter di emergensi medis yang langsung mengenali Leora dalam gendonganku mengarahkanku untuk membaringkan Leora di salah satu brankar tanpa banyak bertanya terlebih dahulu.

Hugo, salah satu rekan dokter yang sering Leora sebut adalah orang pertama yang memeriksa keadaan Leora dengan ketenangan yang membuatku ingin mengucapkan terima kasih. Pria itu melakukan pemeriksaan dasar, menatapku sebelum menanyakan apa yang terjadi pada Leora hingga tak sadarkan diri padahal tak terlihat luka mana pun di bagian tubuhnya.

"Ia terjatuh ke balon penampung dari lantai tiga gedung apartemen," jelasku sembari berdiri di sebelah brankar, menatap wajah tenang Leora yang terlihat seperti wanita itu sedang tertidur nyenyak, bukannya pingsan.

Sekali pandang, aku bisa melihat keterkejutan dan kekhawatiran Hugo setelah mendengar penjelasan singkatku barusan. Tapi pria itu tak mengeluarkan pendapat tak penting atau pun menanyakan sesuatu yang membuatku enggan untuk menjawabnya.

Hugo setenang seperti yang pernah kulihat ketika pria itu merangkul Leora yang kelelahan, membimbing Leora untuk beristirahat di brankar yang sama yang sedang wanita itu tempati saat ini.

Seseorang yang tenang, berada di jalan yang sama dengan Leora, tampan dan terlihat pengertian. Hugo terlihat bagus dengan jas dokter, juga terlihat seperti orang yang benar-benar bisa diandalkan. Suasana di sekitarnya memperlihatkan kalau ia adalah orang dengan kepriadian yang persis sama dengan penampilan luarnya.

Aku tak tahu apakah harus merasa senang atau tak merasa senang melihat pria yang begitu layak ini menjadi salah satu orang yang dekat dengan Leora. Ego dan kekhawatiran itu menyerangku dari dua sisi yang berbeda, membuatku berada dalam dilema antara kecemburuan yang enggan untuk aku akui, dengan keinginanku untuk membuat Leora menjadi lebih baik.

Tentu saja kepentingan Leora akan selalu menang. Sudah seperti itu sejak dulu. Kecemburuan itu biarlah dikesampingkan untuk sementara waktu ini.

"Ia mengalami syok bukan?" tanyaku pada Hugo yang langsung mengangguk tenang.

"Kau tahu Leora memiliki ketakutan ekstrim pada ketinggian 'kan?" Hugo bertanya sambil memasukkan alat periksanya ke dalam saku jas. "Itu seperti luka di hati yang sulit disembuhkan secara total dengan obat-obatan penyakit luar."

Aku tentu saja sangat mengetahui hal itu bahkan sampai ke sebab terbesarnya kenapa Leora bisa mengalami hal semacam ini. Syok yang diakibatkan terjatuh dari ketinggian tak lebih besar daripada syok yang ia alami sebelum itu. Tampaknya Hugo tak mengetahui sampai sejauh itu, dan aku memutuskan untuk tak membicarakannya jika Leora saja tak pernah membicarakannya secara terbuka.

"Ia akan baik-baik saja," beritahu Hugo, bisa memahami hal paling pentingnya di sini. "Ia hanya akan tertidur untuk beberapa waktu."

Hugo memperhatikan penampilanku untuk beberapa saat. Tatapannya berhenti di bagian lututku untuk beberapa detik, membuat pandanganku juga terarah ke sana seketika, dan baru merasakan perih yang sejak tadi tak aku sadari. Aku tak merasa benturan itu begitu keras hingga bisa meninggalkan rasa perih seperti ini.

"Kau juga butuh diobati," komentar Hugo sembari memanggil salah satu perawat pria yang tak terlihat begitu sibuk. "Lutut tuan ini terluka," beritahu Hugo pada perawat itu, yang dengan cepat mengambil peralatan untuk pengobatan luka luar.

Tadi adalah hal baiknya, dan sekarang aku harus menghadapi hal buruknya. Orangtua Leora yang keduanya adalah dokter datang ke rumah sakit ini ditemani oleh Jinna dan Rai, pria yang pernah membuatku merasa begitu cemburu di masa-masa sekolah kami dulu.

Usia yang lebih dewasa, pembawaan kasual dan sedikit nakal, serta kecerdasan di bidang kesehatan hingga dipercaya oleh orang tua Leora untuk menjadi tutor Leora waktu dulu. Pria itu, yang berada di masalalu dan masa kini Leora, orang yang sudah mengenal dan menghabiskan waktu lebih lama dibanding aku, Rai adalah jelmaan dari penyebab kecemburuan yang membuatku sulit untuk mengendalikan raut wajahku.

Yet to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang