Bab 33

442 66 12
                                    

Butuh lebih dari sekadar persiapan yang matang untuk bertemu dengan orangtua Kaiser. Setelah memesan dress yang sewarna dengan sweater yang akan Kaiser kenakan, aku semakin gugup ketika aku berganti pakaian dan bersiap-siap. Pada akhirnya aku melamun di depan cermin masih dengan handuk yang kukenakan dari sejak selesai mandi tadi.

Kami baru akan pergi pada pukul tiga sore. Namun karena takut membuat kesalahan, aku sudah bersiap-siap sejak pukul sebelas pagi. Aku tak pernah mengira kalau akhirnya ada waktu-waktu ketika aku bisa menjadi sangat gugup seperti ini.

Aku tak pernah menjadi orang yang tak begitu percaya diri. Maksudku, aku belum pernah berada di situasi dimana aku tak mengetahui apa yang harus kulakukan selanjutnya. Dalam pikiranku dipenuhi oleh berbagai macam kesalahan yang mungkin bisa aku lakukan tanpa sengaja nantinya.

Bagaimana jika orangtua Kaiser tak menyukaiku? Bagaimana jika mereka merasa aku bukanlah orang yang sesuai untuk anak mereka?

Banyak hal yang bisa membuatku tak disukai. Terutama bagi Kaiser yang kuanggap hampir tak memiliki kekurangan apapun. Jika mereka menganggap aku terlalu rendah dari standar yang—tidak mungkin—aku menguatkan hati. Meski memiliki kekurangan, aku ini cukup cantik. Aku memiliki keluarga yang baik, pekerjaan yang baik, dan karakter yang yah lumayan juga.

Selain dari karakterku yang terkadang agak dipertanyakan, semua yang ada padaku bisa menutupi segalanya, kurasa.

Aku menghentikan diriku untuk memuji diriku lebih banyak lagi. Hal semacam itu hanya akan membuatku menjadi arogan. Baiklah, jadi terlalu rendah diri sama sekali tak bagus, begitupula dengan tinggi hati. Lebih baik berpikir kalau aku ini biasa-biasa saja, normal. Orang yang tak berbeda dari orang kebanyakan di luar sana. Dengan begitu aku bisa merasa biasa saja.

Memikirkannya seperti itu membuatku terkekeh. Aku mulai berdandan seperlunya saja, tak perlu berlebihan. Buat saja tampilanku tampak layak untuk acara setengah formal. Kemudian aku mengenakan dressku. Sebenarnya pakaian berwarna putih gading ini lebih cocok disebut blouse. Ini juga menjadi semakin baik saja.

Begitu aku selesai dengan semuanya, aku segera menelepon Kaiser. Ia juga sudah selesai bersiap dan sudah berada di depan pintu ketika aku membukanya. Kami berdua tertawa karena kegugupan yang tampak sangat jelas di raut wajahku.

"Kau terlihat sudah siap tapi juga terlihat sangat gugup," komentarnya, sama sekali tak membantu.

Aku berusaha untuk tersenyum, tapi pasti terlihat aneh sekali. "Ini lebih membuatku gugup daripada ujian akhir." Aku mengakui. "Aku takut memberikan kesan pertama yang buruk pada mereka."

Kaiser mengulurkan tangan untuk mengusap kepalaku. "Sudah kubilang, mereka berdua adalah orang-orang yang sama sekali tak menakutkan," ujarnya. "Agak pendiam namun bukan sangat pendiam."

"Bisa katakan yang lebih banyak lagi? Aku akan memintamu berhenti berbicara ketika itu berhasil menenangkanku," ujarku sambil memegangi kedua tangannya sebelum aku maju untuk masuk ke dalam dekapannya. Aku mendengar tawa rendahnya begitu ia melingkarkan kedua lengannya di tubuhku. "Kau pasti akan tahu rasanya begitu kau harus menemui orangtuaku secara resmi nantinya."

"Maksudmu kau ingin aku merasakan kegugupan yang sama seperti yang kau rasakan sekarang?" Ia bertanya dengan nada menuduh yang pura-pura. "Sejak kapan kau jadi sejahat ini, Leora?"

"Hmm, aku akan memelukmu seperti ini ketika kau merasa gugup nanti," balasku. Ia pasti sedang mengulum senyum sekarang.

"Mereka akan menyukaimu, Leora. Apa ini cukup membantu?" Ia bertanya dengan nada yang membujuk. "Mereka akan menyukaimu sebesar rasa sukaku padamu."

"Baiklah," kataku tegas sambil melepaskan diri dari dekapannya. "Ayo kita pergi."

00000

Mereka akan menyukaimu sebesar aku menyukaimu, begitu kata Kaiser tadi.

Yet to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang