Bab 18

567 123 37
                                    

Pada malam hari setelah kami pulang ke flat masing-masing, hanya butuh waktu sekitar lima menit sebelum Kaiser membunyikan bel flatku. Pria itu datang dengan membawa perlengkapan yang ia jelaskan dengan singkat adalah benda-benda yang dibutuhkan untuk memotong rambut.

Aku tertawa sambil mempersilakannya masuk ke dalam rumah, mengatakan kalau aku sudah menunggunya sejak tadi padahal hanya butuh waktu lima menit saja bagi kami untuk bertemu kembali. Kaiser membenarkannya dengan anggukan tenang, melihat sekeliling ruangan, kurasa mencari tempat yang tepat untuk rutinitas kami yang unik ini.

"Ada cermin besar setinggi tubuhmu di kamarku," ujarku memberitahu. "Dan bangku untukku duduk. Kurasa itu yang sedang kau cari bukan?" tanyaku dengan nada menantang.

Cermin itu memang sudah kubawa sejak kali pertama aku pindah ke flat ini. Aku sama sekali tak pernah mempertimbangkan kalau cermin yang kuanggap sebagai benda biasa untuk melihat penampilanku ternyata bisa membantuku dalam hal semacam ini. Lagipula cermin itu terlalu besar untuk kupindahkan keluar kamar. Kerepotan yang ditimbulkan juga membuatku malas untuk melakukannya.

Penasaran dengan bagaimana cara Kaiser menanggapi pernyataanku tadi, aku memiringkan kepala, menunggunya berbicara dan mengambil sikap dengan sedikit was-was dan jantung berdebar kencang. Kaiser juga membalas tatapanku dengan raut wajah yang sulit ditebak hingga aku sempat berpikir kalau ia akan berbalik badan dan melepaskan tantangan yang aku lemparkan kepadanya.

"Kalau begitu mari kita kesana saja," ujar Kaiser dengan nada kasual.

Yes! Aku bersorak di dalam hati sebelum mempersilakan Kaiser untuk mengikutiku berjalan ke dalam kamar, tempat paling pribadi di rumah ini yang belum pernah dimasuki orang lain selain diriku sendiri. Kaiser adalah orang pertama yang kuizinkan masuk ke sini, seperti pria itu yang menjadi orang pertama yang membuatku jatuh cinta dengan teramat sangat, patah hati, dan masih dengan nekat meneruskan cinta itu bagaimana pun caranya.

Sekarang aku sedang berusaha keras untuk merayunya, membuatnya keluar dari zona aman yang ia ciptakan sendiri sebagai pembalasan dendam terhadap perbuatanku di masa dulu. Aku tahu ia sudah menunjukkan kalau ia ingin melakukannya dengan caranya sendiri. Namun aku juga memiliki caraku sendiri. Menunggunya dengan sabar melakukan tarik ulur itu, merasa frustrasi sendiri sama sekali bukan jalan yang akan aku pilih.

Aku melirik pada Kaiser yang terlihat ragu selama sepersekian detik saat ia berada di garis pintu antara ruang tamu dan kamarku. Kurasa meski terlihat berubah dan menunjukkan sikap yang dominan serta cenderung nakal, jiwa konservatif itu pasti masih tersembunyi di bagian kecil di dalam kepalanya, menahannya untuk melakukan hal-hal yang membuatnya melewati garis aman.

Tapi di sinilah aku. Niatku memang membuatnya melewati garis itu, mencoba menarik keluar sikap liar dan dominan yang membuatnya menciumku seperti waktu itu. Bahkan walau itu nantinya akan membuatku kewalahan, aku akan tetap melakukan apa saja untuk merasakannya lagi dan lagi.

Aku menarik bangku hias yang kupinggirkan ketika tak sedang digunakan ke depan cermin yang tadi aku sebutkan, lalu menempatkan diri di bangku itu sementara mataku terus memandang Kaiser melalui pantulan cermin di hadapanku.

Matanya menelusuri keseluruhan ruangan kamarku, mulai dari dinding yang berwarna putih dan merah muda pastel, jam dinding berbentuk bunga, setumpuk buku kedokteran di atas nakas, lalu sedikit lebih lama ke arah tempat tidur berukuran queen yang berbalut bed cover serta bantal berwarna green pastel dan lavender.

Pikiran nakalku membayangkan apa yang akan terjadi jika aku berhasil mendorong Kaiser untuk melakukan sesuatu yang sama-sama kami inginkan; berbaring di tempat tidur, bercumbu, lalu terbangun di pagi hari dengan lengannya yang memelukku erat. Kemudian kami bisa berendam bersama di bathtub yang sudah diisi air hangat dan sabun dengan busa yang sangat banyak.

Yet to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang