Bab 16

551 122 27
                                    

Aku yang mengatakan akan membicarakan masalah kemarin malam keesokan harinya, tapi aku juga yang menunda-nunda dan terus-menerus menghindari Sasuke hari ini. Belum lagi dengan banyaknya panggilan kerja yang membuat kami nyaris tak pernah berada di kantor untuk waktu yang lama.

Kurasa aku ketakutan sendiri dengan fakta yang akan diungkapkan Sasuke padaku. Kejujuran yang akan pria itu katakan dengan nada sopan seperti biasa, aku takut itu akan menjadi sesuatu yang membuatku terpaksa menjaga jarak darinya karena tak ada pilihan lain lagi.

Pada pukul tiga sore, semua petugas termasuk aku dan Matsuri baru kembali ke kantor dengan tenaga yang seolah sudah tersedot dari tubuh kami. Tak ada asupan makanan berat yang sempat kami terima kecuali sepotong cokelat dan air mineral yang bisa kami makan di sela-sela tugas yang sangat padat.

Aku yang mungkin memiliki tubuh paling lemah di antara semua orang di unit pemadam kebakaran memutuskan untuk kembali ke ruang kesehatan yang memiliki pendingin ruangan. Matsuri yang tampaknya memikirkan hal sama denganku mengikuti tanpa bertanya lagi.

"Aku rasanya akan pingsan," kata Matsuri sembari kami melangkah.

"Menurutku kita sebaiknya mulai melatih tubuh agar lebih fit lagi," kataku sambil menggelengkan kepala. "Melihat para petugas pemadaman yang masih bisa bercanda setelah hari yang panjang itu sedikit merusak harga diriku. Padahal mereka adalah orang-orang yang bekerja paling keras."

Matsuri terkekeh. "Kau benar," tanggap Matsuri. "Kita ini sangat lemah untuk ukuran dokter," tambahnya. "Tapi kau lebih baik dariku, Sakura. Karena aku sempat beberapa kali pingsan di bulan pertama dulu."

Aku menoleh pada Matsuri dengan terkejut, lalu menghela napas. "Yah, bukan hal yang aneh," ucapku maklum. "Melihat apa yang harus kau lakukan sendirian sebelum aku datang."

"Makanya aku sangat mencintaimu," kata Matsuri. Aku tertawa mendengarnya. "Kau itu seperti malaikat penyelamat di tempat ini."

Aku mengernyit. "Kenapa tak banyak tenaga medis yang mendaftar ke sini?" tanyaku penasaran. "Ini tak seperti kantor pemadam kebakaran adalah tempat yang buruk."

"Memang tidak buruk," jawab Matsuri, lalu mengedikkan bahu. "Hanya saja resiko dan jam kerja yang tak fleksible membuat banyak orang merasa agak enggan untuk bergabung," jelasnya. "Dokter spesialis tentu saja lebih memilih membuka klinik sendiri atau berada di rumah sakit besar."

Perkataan Matsuri membuktikan kalau rekannya satu ini adalah salah satu dokter yang ingin mengambil jalur berbeda dari jalur yang sudah dilewati banyak orang, dan Matsuri sama sekali tak pernah terlihat menyesali keputusannya. Ini membuatku sedikit malu karena bergabung kesini dengan niat yang sama sekali berbeda.

Kami sudah sampai di depan ruang kesehatan saat aku melihat Sasuke yang berdiri sambil memegangi tiga kantung plastik yang kuduga adalah makan siang kami yang terlambat. Pria itu belum berganti pakaian apalagi mandi. Bekas asap yang hitam akibat bergumul dengan pemadaman seharian ini terlihat di sekujur tubuhnya, termasuk juga wajahnya. Rambutnya yang sedikit lebih panjang dari standar normal diikat tinggi dan membuatnya terlihat seperti model seragam pemadam kebakaran yang sering aku lihat di artikel-artikel internet.

"Kau membawa makanan untuk kami ya?" tanya Matsuri ceria, menerima satu kantung plastik berwarna putih susu itu dengan helaan napas lega dan senyuman lebar.

Kukira ia akan langsung memberikan kantung satu lagi untukku, tapi yang ia lakukan justru berdiri sambil mengamati penampilanku yang pastinya tak jauh berbeda darinya.

Aku sudah mengikat rambutku tinggi-tinggi, menggelungnya untuk menutupi bagian yang terbakar karena aku sempat masuk ke area kebakaran tadinya. Itu kulakukan bukan atas dasar kenekatan belaka, tapi karena ada salah satu korban yang membutuhkan pengawasan ketat petugas medis sementara petugas pemadam kebakaran membawanya keluar dari dalam gedung.

Yet to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang