Bab 49

504 80 32
                                    

Satu minggu menjelang berakhirnya kontrakku di kantor pemadam kebakaran, kami mendapat panggilan tugas unik dari seorang petugas polisi. Terasa sangat aneh pada awalnya karena ini adalah kali pertama bagiku melihat seorang petugas polisi yang memohon pada para petugas pemadam kebakaran untuk membantunya menjangkau anaknya yang memanjat sebuah menara listrik tua yang tak lagi digunakan.

Ini dikarenakan pemadam kebakaran memiliki mobil dengan peralatan tangga yang memadai untuk melakukan hal-hal sulit semacam ini. Juga keberanian untuk naik sekadar untuk membujuk seseorang yang sedang putus asa dan berniat mengakhiri hidupnya sendiri.

Usia anak perempuan itu baru menginjak empat belas tahun. Perawakannya cukup kecil untuk anak seusianya dan memiliki lemak-lemak wajah yang membuatnya terlihat lebih muda dari usianya.

Ia berdiri di tengah-tengah menara, berpegangan erat pada tiang besi yang mungkin sudah membuat tangannya lecet. Tapi ia tak tampak akan menyerah dan turun atas keinginan sendiri. Aku bisa melihatnya dengan cukup jelas dari bawah dengan menggunakan kamera ponsel.

Pipinya memerah karena kelelahan. Sisa-sisa airmata membuat membuat bulu matanya terlihat lembab. Rambutnya yang panjang dan dicepol tinggi sudah mulai berantakan. Selain raut wajah putus asa, aku juga melihat ketakutan di sinar matanya.

"Kaiser?" Aku mendengar seorang petugas menyebut nama Kaiser dengan begitu keras padahal mereka berdua berdiri berdekatan.

Kaiser mendongak dengan tubuh yang terlihat kaku, entah mengapa. Aku berjalan mendekatinya untuk menanyakan apa yang terjadi, dan terkejut ketika Kaiser tiba-tiba saja berbalik dengan raut wajah gelap sekaligus khawatir.

"Ada apa?" Aku bertanya heran. "Kenapa kau belum memberi perintah?"

Ayah dan ibu dari sang Anak sedang ditenangkan oleh kenalan-kenalan mereka. Belum melihat keanehan tentang kenapa para petugas belum juga bergerak cepat untuk membantu si Anak turun dari menara.

Hanya ada seorang petugas yang berbicara menggunakan pengeras, membujuk anak itu turun sendiri pada awalnya, lalu menenangkan anak itu dan mengatakan kalau mereka yang akan naik untuk menjemputnya setelah melihat gelengan kepala anak itu.

Kaiser berperilaku aneh. Ia tak pernah kebingungan tentang apa yang harus ia putuskan dalam penyelamatan korban. Melihatnya yang terlihat tertekan membuatku akhirnya mulai memikirkan hal-hal yang sudah terjadi sejak tadi. Mencari sebab atas diamnya Kaiser.

Lalu aku kembali mendongak, menatap anak perempuan yang masih berada di tempat semula. Berpikir dimana sebenarnya aku pernah melihat anak itu sebelumnya.

"Siapa nama anak itu tadi?" Aku bertanya kepada petugas pemadam kebakaran terdekat.

Kaiser menunduk untuk menatap mataku, membuatku semakin penasaran apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini. Ia tak berinisiatif untuk menjawab pertanyaanku padahal aku yakin sekali ia sangat tahu jawabannya.

"Akira Yue."

Setelah mendengar jawaban itu, aku akhirnya paham sebab dari sikap diam Kaiser. Wajah yang lebih muda dari usianya, imut, mata yang besar, serta nama keluarga yang sama.

"Akira Nara," ucapku dengan perlahan.

Nama itu tak lagi memengaruhiku dengan sedemikan rupa. Rasa sesak dan kenangan buruk itu tak lagi menyakitiku seperti dulu. Aku bahkan bisa menyebut namanya sambil lalu seolah ia hanya salah satu orang yang pernah kutemui di masalalu dan tak memiliki peran apapun di dalam hidupku.

Tapi aku masih merasa marah, bukan untukku. Tapi untuk Kaiser. Saat ini Kaiser terlihat seperti aku yang dulu padahal aku selalu berharap kehadiranku bisa menyembuhkannya seperti ia yang sudah menyembuhkanku.

Yet to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang