Bab 27

446 79 43
                                    

Bertemu dengan teman lama setelah bertahun-tahun kukira akan membuatku sangat canggung. Namun ternyata aku salah besar. Tak banyak yang berubah dari sikap Tira, yang artinya kami masih bisa mengobrol dengan santai seperti dulu.

Jinna yang masih sering berkirim kabar dengan Tira bertindak lebih bebas dibanding aku, memimpin percakapan dengan pembawannya yang selalu santai. Ia tanpa segan bertanya macam-macam tentang hubungan Tira dan calon suami teman kami itu, mengatakan kalau ia merasa sedikit iri karena ia sudah terlalu tenggelam dengan pekerjaannya hingga nyaris mati rasa.

Aku akan menganggap Jinna sedang melebih-lebihkan perkataannya jika aku juga tak berada di bidang yang sama dengannya. Tapi aku tak bisa berpikir seperti itu karena pekerjaan kami memang begitu menyita waktu hingga cukup sulit bagi kami untuk bertemu pria di luar pekerjaan.

Itulah kenapa para tenaga medis biasanya mengencani tenaga medis juga. Daripada mencari di luar ruang lingkup yang belum tentu bisa memahami kesibukan kami, berkencan dengan orang dari lingkungan yang sama jauh lebih praktis.

Tentu saja aku pengecualian. Pria yang kukencani adalah salah seorang petugas pemadam kebakaran dengan etos kerja yang membuatku sangat bangga. Sikap Kaiser yang begitu pengertian, serta tempat kerja kami yang kini sama, membuat perbedaan profesi itu sama sekali tak terasa.

Kami bisa sama-sama sangat sibuk sewaktu-waktu, tetapi kami selalu memiliki waktu untuk menghabiskan waktu minimal untuk makan malam bersama. Katakan terima kasih untuk flat kami yang secara kebetulan bersebelahan. Seolah alam semesta membantu kami untuk kembali bersama.

"Aku dengar kau kembali bersama dengan Kaiser, Leora," kata Tira dengan nada ceria.

Tak terlihat sedikit pun raut tak setuju di wajah Tira. Ia malah terlihat begitu bersemangat ketika mengatakannya seolah ia memang berharap hubunganku dan Kaiser harus kembali membaik. Tira juga menggenggam tanganku, melemparkan tatapan sedih sekaligus bahagia—terharu—jika aku harus menyimpulkannya. Dan aku entah kenapa bisa menebak apa alasannya.

"Begitulah yang terjadi," balasku, menyunggingkan senyuman sembari menganggukkan kepala. "Aku minta maaf karena tak pernah menghubungi atau membalas pesanmu selama bertahun-tahun. Aku tak akan membela diri atas sikapku yang buruk."

"Tidak tidak!" serunya. "Tidak apa-apa, Leora. Kami semua tahu dan mengerti apa yang harus kau lewati selama ini. Jinna juga selalu memberikan kabar terbarumu kepada kami."

Kami yang dimaksud Tira pasti adalah teman-teman dekat kami yang sudah berpencar dan melanjutkan hidup masing-masing. Orang-orang yang sudah kuhindari dan sempat kulupakan pernah menjadi bagian penting dalam hidupku. Aku merasa terharu karena mereka tak merasa marah. Aku sudah mengetahui hal itu setelah aku membaca pesan-pesan yang mereka kirimkan tanpa lelah selama bertahun-tahun.

"Jadi Jinna ternyata teman yang sangat baik," simpulku untuk mencairkan suasana muram yang ditimbulkan akibat mengingat masalalu sewaktu aku mengabaikan mereka. "Aku tak pernah menyangka."

Tira terbahak. Sementara Jinna mendengkus dan menyipitkan mata padaku.

"Ayo makan malam," ajak Tira setelah pembantu rumah tangganya mengumumkan kalau makan malam sudah selesai disiapkan.

Aku dan Jinna langsung mencoba gaun kami begitu sampai tadi sementara penjahit dan asistennya memperhatikan dan memberi tanda bagian mana saja yang harus diperbaiki. Mereka juga menanyakan apakah ada sesuatu yang mau kami tambahkan pada gaun yang sudah jadi itu, yang kami jawab dengan gelengan kepala.

Selain dari ukurannya yang harus disesuaikan dengan tubuh kami, semuanya sudah sempurna. Tak ada yang bisa dikeluhkan. Itu juga yang kami katakan kepada Tira yang memperhatikan sembari tersenyum senang.

Yet to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang