Thana merasakan brankarnya bergerak seolah seseorang menaikinya lalu tak lama ia bisa merasakan sebuah tangan bergerak masuk diantara perpotongan lehernya lalu terasa juga perutnya makin berat berkat tangan seseorang, siapa lagi jika bukan Reynold.
"Jangan marah." Suara berat Reynold terasa begitu dekat ditelinga Thana, ia bahkan bisa merasakan detak jantung pria dibelakangnya juga deru napas Reynold, sanking dekatnya tubuh mereka.
"Aku tak marah." Cicit Thana pelan yang tak sepenuhnya bohong, ia memang tidak marah, lebih tepatnya ia merasa malu.
"Kau langsung berbalik badan bahkan aku belum mengatakan apapun."
"Kau tidak menjawab, berarti kau menolak."
"Hei, aku bahkan tidak mengatakan apapun, kau sudah mengambil keputusan sendiri, aku merasa kaget tadi, tapi aku juga tak berniat menolak."
"Kau yang menyuruhku mengatakan apapun yang aku inginkan, disaat aku sudah mengatakannya kau malah tak merespon apapun, membuatku malu dan merasa tertolak."
"Maaf, aku tak bermaksud seperti itu, aku hanya kaget, maaf jika kau merasa seperti itu." Reynold mengelus pelan perut buncit Thana yang sudah memasuki 32 minggu.
Lalu keheningan melingkupi pasangan suami istri itu, benar-benar hening, bukan karna hening canggung tapi hening yang menenangkan.
Reynold tersenyum kecil saat merasakn tendangan dari perut Thana, "Apakah tidak sakit?"
"Tidak, aku suka pergerakannya didalam, menandakan bahwa ia sehat dan aktif." Sahut Thana pelan.
"Dia seperti seorang jagoan didalam sana."
"Ehem, tapi entahlah, ia tak ingin menunjukkan gender-nya, sepertinya ingin membuat kejutan." Jawab Thana, memang benar Thana sudah melakukan ultrasound yang ketiga kali tapi semuanya tak menunjukkan gender bayi mereka, bayinya benar-benar misterius.
"Perempuan ataupun laki-laki sama saja, yang penting kalian sehat, lagipula kamarnya pun menggunakan warna neutral, nude." Ujar Reynold yang membuat Thana membeku.
"Kamar?" Thana bahkan bergerak pelan untuk membalikkan tubuhnya menghadap Reynold.
"Ehem, aku menyuruh tukang untuk merenovasi rumah kita, kamar yang aku gunakan sudah diubah menjadi kamar baby."
"Kenapa?" Cicit Thana pelan.
"Apa maksudmu kenapa? Itu sudah sewajarnya aku lakukan, kau istriku dan sedang mengandung anakku."
Thana diam tak merespon juga tak menyalahkan sikap Reynold hanya saja ia merasa aneh, kenapa baru sekarang, maksudnya kira-kira begitu.
"Maaf baru bisa menjaga dan bertanggungjawab pada kalian sekarang, aku harap ini belum terlambat." Ujar Reynold seolah mengerti dengan pemikiran Thana.
Thana tetap diam tak merespon sama sekali tapi matanya terus memandang Reynold dengan tatapan tak terbaca.
"Tidak terlambat, hanya saja sudah tak cukup banyak waktu untuk kita."
Reynold menatap balik Thana, "Maksudmu?"
"Kau memang tidak terlambat untuk mempertanggungjawabkan semuanya tapi waktumu tinggal 2-3 bulan lagi setelah itu kita akan bercerai agar kau bisa menikah dengan Jenneta sesuai dengan rencanamu."
"Hei, tidak ada pembicaraan mengenai itu, fokus saja pada kehamilanmu, jangan pikirkan yang lain. Akan ku pastikan aku masih bisa bertanggungjawab untukmu dan anak kita."
Thana diam memandang Reynold secara terus-terusan, anak kita, Reynold akhirnya mau mengatakan hal itu, sesuatu yang sejak awal ingin Thana dengar namun pria itu enggan mengakuinya bahkan ingin membunuhnya, bukankah tragis?
Thana sibuk memandang Reynold sambil melamun sampai tak menyadari jika matanya sudah berair dan menitikkan setetes airmata.
"Jangan menangis." Ujar Reynold dengan penuh kelembutan seraya menghapus air mata Thana, hatinya begitu sakit melihat Thana menangis karna ulahnya.
"Kenapa baru sekarang? Kau mau mengakui bahwa aku mengandung anakmu?" Tanya Thana saat ia sudah merasa lebih baik.
"Aku tak pernah tak mengakui anak yang kau kandung adalah anakku, hanya saja keadaan dan waktunya tak tepat, aku selalu mengakui bahwa dia adalah anakku, waktu itu aku hanya terlalu stress dan tertekan. Maafkan aku." Reynold terdengar sangat sungguh-sungguh, "Berada disisimu selama beberapa minggu ini membuatku sadar bahwa kau benar-benar wanita yang aku idamkan, kau wanita yang begitu indah, semua yang kita lalui sangat indah sampai akhirnya aku mengacau semuanya. Jika dulu aku pernah berpikir bahwa aku menyesal mengenalmu, tidak, aku tak menyesal sedikit pun, yang aku sesali hanya kita bertemu diwaktu yang salah dan aku yang begitu bajingan untukmu, mempermainkan perasaanmu dan menghancurkan hidupmu, maafkan aku."
Thana selalu diam mendengarkan perkataan Reynold.
"Kau berkata seolah-olah kita akan berpisah." Cicit Thana yang entah mengapa seolah tak rela jika harus berpisah dengan Reynold, tak peduli seberapa Reynold dan keluarganya menyakitinya, ia butuh pria ini dalam hidupnya, sangat.
"Aku hanya ingin meminta maaf, dan tak ada kata perpisahan Thana, tak ada, aku akan mengatakan yang sejujurnya pada Jenneta, ia pasti mengerti, aku sudah menikah denganmu, meskipun hanya diatas kertas tapi aku tak ingin berpisah. Aku tak mungkin meninggalkan keluarga kecilku untuk wanita lain, juga Jenneta pantas mendapatkan pria yang lebih baik dariku." Reynold berkata tanpa ragu.
"Kau yakin? Kau begitu mencintainya bukan?" Thana adalah Thana, wanita baik yang benar-benar diberikan hati yang tulus dan suci oleh Tuhan, yang masih memikirkan orang lain disaat ia sendiri sedang kacau.
"Aku benci mengatakannya karna pasti kau tak percaya, tapi selama beberapa minggu ini aku tak pernah sedikitpun memikirkannya, hanya kau yang ada, padahal kau jelas-jelas ada didekatku tapi otak dan hatiku hanya diisi olehmu. Aku mencintaimu, benar-benar mencintaimu." Reynold terdengar sangat tulus dan sungguh-sungguh untuk itu.
Thana memandang wajah tampan suaminya, "Aku tak ingin menjadi serakah, tapi aku juga seorang wanita, yang butuh sebuah kepastian, jika kau mengatakan kau mencintaiku dan ingin mempertahankan pernikahan kita, aku bahagia, aku senang, aku juga pasti tak menolak karna memang itu yang aku inginkan tapi tentu setelah semua yang aku alami, tak semudah itu untuk menghilangkannya, aku butuh proses dan waktu, tapi disatu sisi aku juga merasa tak enak dengan Jenneta." Thana menarik napasnya sebelum kembali berbicara, "Jenneta wanita yang cantik dan pastinya lebih baik dariku apalagi keluargamu lebih menyukainya, aku tak yakin Jenneta bisa menerima keputusanmu. Kau yakin dengan keputusanmu itu? Bukannya aku bertindak egois tapi aku hanya ingin kepastian untukku dan anak kita."
"Jenneta pasti mengerti, untuk keluargaku biar kita jalani bersama-sama." Reynold menggenggam tangan Thana yang sudah membengkak karna kehamilannya.
"Kau berjanji akan memilihku dan anak kita?"
"Aku berjanji, aku memang mencintai Jenneta tapi itu dulu, sebelum aku mengenalmu, aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Aku berjanji akan selalu menemanimu sampai kapanpun, tak akan meninggalkanmu sendiri, kita lewati semuanya bersama."
Thana merasa dilema, 99.9999999% hatinya mempercayai perkataan Reynold, memegang teguh dan berharap banyak pada pria yang menjadi suaminya ini, tapi masih ada 0.000001% ia merasa ragu, tapi bukannya itu kemungkinan yang sangat kecil, Thana harus bertahan dan harus memperjuangkan miliknya, ia merasa Reynold adalah miliknya karna ia sedang mengandung buah cinta mereka, tak peduli Jenneta yang duluan mengenal Reynold, Jenneta yang menjadi tunangan Reynold, Jenneta yang disukai orangtua Reynold, ia ingin tak peduli akan hal itu semua karna ia istri Reynold secara sah, tapi tetap saja, ia merasa bersalah dan merasa ini tak benar meskipun semua bukan kesalahannya, ayolah Thana hanya menjalani hidup yang seharusnya ia jalani untuk mempertanggungjawabkan hubungannya dengan Reynold, semua Thana lakukan demi anak mereka, tak salahkan? Tak apakan jika Thana berharap lebih pada Reynold jika pria itu sudah berjanji akan mempertahankan hubungan mereka dan akan membatalkan pernikahannya dengan Jenneta?
TBC
Tetiba si Rey jadi bilang cinta, kok baru sekarang sih mas Rey?
AeilsyIr
KAMU SEDANG MEMBACA
Never be mine - Vrene Lokal (END)
FanficI saw happiness in your eyes but it's not for me or because of me and never be me, never. Not even in the past, now or in the future, it never will cause you aren't mine, and I lost something that I never had.