6

11.8K 914 14
                                    

Inilah yang orang kaya tidak tau cara dahulu untuk menyalakan api. Aku tidak memperdulikannya ucapan ka Misel. Aku terus menumpukkan kayu kering seperti api unggun. Aku mencari daun kering dan bambu kecil untuk ku belah lembut menggunakan pisau ku.

Perlahan aku menggosokkan kayu dengan bambu supaya mengeluarkan gesekan yang panas. Tangan satunya untuk menutupi supaya angin tidak masuk. Hampir 10 menit aku melakukannya tapi api tidak kunjung menyala. Akhirnya Amel ikut membantu, wajahku dengan wajah Amel sangat dekat sekarang.

Aku menggosokkan dengan cepat, Amel mulai meniup pelan-pelan supaya mengeluarkan api. Asap pun mulai keluar dari bambu yang ku gesekan, dan akhirnya api menyala. Perlahan-lahan ku tutupi apinya dengan daun yang sangat kering supaya apinya merambat dan api pun menyala sempurna.

Aku melirik ka Misel lalu aku memberikan senyuman sinis untuknya dia hanya memutar bola matanya. Aku mulai membakar ikan ikan tadi dan ku lemparkan biji nangka ke dalam api yang menyala.

Tidak butuh lama aku membakar, ikan-ikan yang ku tangkap pun matang. Aku menaruhnya dalam daun yang aku petik sebagai membungkus biji nangka tadi.

Semua sudah siap, ku lihat Amel mengercapkan mulutnya tidak sabar menyantap ikan bakar hasil tangkapan ku.

"Ayo ka makan" ajak Amel.

Ku lihat ka Misel hanya berdiam diri apa dia tidak lapar? Tadi saja perutnya berbunyi.

"Apa kalian ga jiji?"

What the fuck, jiji? Wah parah dia, aku capek-capek menangkap ikan di sungai dia malah bilang jiji seenaknya.

"Tenang aja sebelum di bakar aku membersihkan kotoran ikannya di sungai" ucapku dengan datar dan dingin.

"Ka jangan bilang jiji dulu cobain deh pasti enak, yang penting perutnya terganjal dulu" ucap Amel.

Dia pun perlahan mendekat untuk memakan ikannya, aku mulai memakan ikan tersebut. Enak juga ternyata. tidak sia-sia aku menangkapnya. Ku lirik ka Misel memakan ikan begitu lahap begitupun dengan Amel, kasian pasti mereka kelaparan.

Aku cukup kenyang aku membiarkan ikan itu di habiskan oleh mereka saja. Aku mengambil kayu dan mengeluarkan biji nangka yang ku bakar tadi biasanya biji nangka ini ku sebut beton, karna dulu aku pernah memakan biji ini di desa bersama nenek.

Aku mulai melahapnya "apa itu enak?"

Aku memberhentikan makanku, ku lirik mereka berdua menatapku tanpa ekspresi aku menaikan alisku sebelah "enak cobain deh"

Aku mengumpulkan biji nangka ke daun dan mereka mulai mencobanya. Aku memberi tau cara memakannya, mereka langsung memasukkan biji nangka tersebut ke mulutnya. Aku bisa melihat reaksi mereka biasa saja.

"Rasanya hambar sih tapi enak di kunyah" ucap Amel.

Aku hanya diam memperhatikan mereka makan dan sebagai hidangan penutupnya. Aku membelah buah nangka yang sudah matang tersebut bahkan baunya tercium wangi.

Aku pun mulai membelahnya dan ku berikan sepotong ke mereka, tapi mereka hanya terdiam. Aku mengerutkan dahiku, apa mereka tidak suka buah nangka? Nangka kan enak manis.

"Kenapa? Ga mau?"tanyaku.

"Banyak getahnya" ucap mereka barengan.

Aku mendengus pelan dengan baik hati aku meletak buah nangka satu-satu yang sudah tidak ada getahnya ke daun dan mereka? Tinggal menyantapnya, baik banget kan aku?

Aku seperti pelayan yang melayani ratunya astaga...tapi tidak apa-apa aku ikhlas melakukannya. Ku lihat mereka berdua begitu lahap sekali memakan buah nangka, perasaan mereka baru memakan ikan.

It's Me✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang