Bab 1

3.3K 142 5
                                    

Hai, selamat datang kembali untuk yang sudah bergabung dengan aacici di cerita sebelumnya. Dan selamat bergabung bagi readers baru.

Cek typo nya ya.

Happy reading.

°°°








Senin pagi memang bukanlah hari yang indah, terbukti oleh seorang gadis yang berjalan di lorong koridor dengan wajah lesu sambil memegang plastik kemasan bekas permennya yang sudah kosong. Suara bel berbunyi membuat siswa siswi segera kembali ke kelas mereka setelah melakukan upacara bendera, tapi tidak dengannya yang sudah tidak ada semangat menjalani hari saat permen satu satunya jatuh begitu saja ata tanpa mengucapkan salam perpisahan dengan lidahnya.

“Azila,” kepalanya mendongak melihat seorang guru memanggilnya sambil memegang sebuah map berwarna biru.

“Kenapa pak?” tanya Azila tanpa minat.

“Tolong kasih map ini ke kepala sekolah, bapak ada tamu sebentar. Bisa?” tanyanya sambil menyerahkan map biru itu kepada Azila yang mengangguk dengan pelan.

“Kalau sudah, masuk ke kelas kamu. Jangan bolos bolosan,” ucapnya.

“Iya pak,” ucap Azila malas sambil memeluk map itu dengan wajah muram.

“Ya sudah, saya ke ruang tamu dulu. Kamu buruan kasih map itu ke kepala sekolah,” ucapnya, lalu pergi menuju ruang tamu yang berada di gedung piket serta tata usaha (TU).

“Permen,” gumam Azila sambil berjalan menunduk.

“Andai saja tadi gue bukanya dikelas, mungkin gak bakalan jatuh. Mana itu terakhiran lagi, bagian yang nikmat nikmatnya. Beli di kantin mana ada, permen gue kan permen mahal,” gumam Azila, padahal permennya cuman seribuan.

Selama perjalanan kakinya menendang nendang dengan kesal, sebagai seorang candy obsession. Azila merasa seperti kehilangan semangatnya sekitar 90% saat penyemangatnya tidak ada.

“Andai tadi gue bawa banyak, baru aja hari senin udah sial aja gue.”

Srek.

“Eh?”

Azila menatap ke bawah lantai dimana dia baru saja menginjak sebuah permen dengan kemasan berwarna hitam, “Ini permen?” tanyanya.

Azila membolak balikkan kemasan permen itu dengan sesekali membaca komposisinya, “Coffee, dark chocolate, susu unta? aneh banget komposisinya, apa yang makan ini gak keracunan?”

Karena rasa penasarannya Azila membuka kemasan permen itu lalu terlihatlah sebuah permen berbentuk bulat dengan cap singa di tengahnya, “Apa ini permen singa?”

Hap.

Masuk sudah permen yang menurutnya aneh itu kedalam mulutnya yang sedari tadi terbuka dengan senang hati, wajah Azila terlihat kebingungan dengan alis yang menyatu. Dua menit dia mencoba meresapi rasanya, seketika matanya membulat berbinar dengan senyuman lebar di bibirnya.

“Enak!” pekiknya kegirangan sambil meloncat loncat.

“Ini permen anti mainstream, rasa manis, segar yang entah dari mana. Harum coffee serta rasa meleleh di menit kedua,” ucapnya dengan mata terpejam tak lupa tangannya yang bergerak seolah mendeskripsikan ucapannya.

“Gue mau lagi,” ucapnya sambil celingukan kesana kemari, kali saja seperti di dalam kartun yang kebetulan ada jajaran permen di jalanan.

“Permen?” pekiknya sambil meloncat melihat khayalan nya menjadi nyata melihat jajaran permen setiap jalannya.

Azila segera mengambilnya dengan senyum lebar tak lupa kepala yang bergerak kekanan dan kekiri sehingga rambut berwarna pink itu bergoyang cantik mengikuti irama kepalanya. Kakinya berhenti berjalan, dengan kepalan tangan yang penuh permen dan tangan satunya memegang map. Azila melihat kedepan pintu dimana arah permen itu berasal, kepalanya miring kekanan sambil mendongak melihat papan nama di atas pintu.

“Ruang kepala sekolah?” tanyanya.

Seketika matanya berbinar dan dengan wajah bodohnya itu Azila membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Terlihat seorang lelaki dewasa terlihat melihat toplesnya yang bolong dengan wajah bingung.

“Tidak sopan. Siapa?” tanyanya.

Azila hanya cengengesan lalu matanya melihat ke arah meja dengan penuh toples permen, salah satunya ada permen yang seperti digenggamannya. Terlihat dengan jelas papan nama dengan gelar tak hanya satu atau dua.

“Ngapain kamu kesini? bukannya ini jam pelajaran?” tanyanya.

Azila berjalan mendekati kepala sekolahnya tak lupa menutup pintu terlebih dahulu, “Pak. Banyak nih permennya, gak mau bagi pak?”

“Buat apa saya bagi sama kamu? gak! permen saya mahal,” tolaknya sambil duduk di kursinya dengan menyimpan toples yang bolong itu di mejanya.

“Yaelah, permen paling mahal paling serebu,” ucap Azila dengan kesalnya, wajahnya seolah berkata bahwa Kepala Sekolahnya ini hanya membual agar permennya tidak dibagikan pada dirinya.

“Terserah, ngapain kamu kesini? dan juga siapa nama kamu? mau saya catat di blacklist, murid kok gak punya sopan santun. Murid siapa sih?”  Azila menatap kepala sekolahnya itu dengan wajah bingung.

“Saya kan murid bapak? noh, saya pake seragam sekolah bapak. Tentu murid bapak lah! aneh aneh aja si bapak ini,” ucap Azila dengan santainya tanpa melihat wajah kepala sekolahnya yang memerah entah malu atau kesal.

Azila menyimpan map biru itu di meja lalu menyimpan permen yang tadi dipungutnya sambil menghitungnya, “Saya kesini mau nyerahin map ini dari pak Subur.”

Kepala sekolah itu mengangguk lalu melihat map yang diatasnya ada permen yang familiar di matanya, “Eh itu kan permen saya!”

“Apaan. Ih si bapak ngaku ngaku, orang ini permen saya kok,” ucap Azila sambil menyembunyikan permennya di belakang tubuhnya.

“Dapat dari mana kamu?” tanyanya dengan tatapan tajam.

“Saya mulung pak, tadi entah khayalan saya terwujud. Saya lihat permen ini di sepanjang jalan, jadi ya saya sebagai candy obsession segera memungutnya agar tidak jatuh ketangan yang salah,” curhat Azila sambil memakan sebungkus permen, tapi baru saja bulatan permen itu dijilatnya. Tatapan mata Azila melihat kepala sekolahnya yang menatap permennya dengan tajam.

Azila terlihat menimang nimbang dengan kepala yang miring seperti otaknya, mungkin. hingga…

Plop.

Hap.

“Kalau mau bilang pak, saya kan gak tega jadinya permen saya ditatap tajam kayak gitu. kasin pak dia, nanti kalau menangis kan gak lucu,” ucapnya dengan santai setelah mengeluarkan permen yang sedari tadi dijilatnya lalu di masukan dengan cepat ke mulut kepala sekolahnya.

“Eum, manis kan pak?” tanya Azila sambil ngemut permen yang baru saja dia buka kembali, matanya terpejam menikmati tanpa peduli dengan muka merah serta tangan kepala sekolahnya yang terkepal.

Drrt…

Azila melihat handphone nya yang terlihat ada sebuah pesan dari sahabatnya, kepalanya terlihat terlebih dahulu melihat papan nama di atas meja lalu keluar tanpa suara dengan riangnya, brak.

Pintu ditutup dengan tak santainya, wajah pria dewasa itu terlihat semakin memerah. Tak sampai sepuluh detik pintu kembali terbuka dengan wajah Azila saja yang terlihat.

“Pak, kalau mau ke kamar mandi gak usah ditahan. Sat set sat set aja pak, kasian itu wajahnya merah kayak pantat babi. hahaha, dadah pak Arsen…. besok permen lagi ya pak!”

Arsen menghembuskan nafasnya dengan pelan mencoba untuk tidak emosi dengan tingkah gila muridnya, tanpa sadar mulutnya asik mengemut permen bekas Azila, “Gadis gila!”













°°°

Hai lagi, terima kasih yang sudah membaca. Yuk berikan support nya melalui vote, komen atau pun follow.

Selamat hari raya idul Adha 🐂 bagi yang merayakan 🤗.

See you next part ⏩

Sweet Like Candy (On Going Lagi Ya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang