September, penuh dengan orang orang yang makin kesana makin kesini.
Pusing banget dah, kek wah. Runyam yah, bulan September tahun ini.Padahal, ini bulan kelahiran gue. Sedih banget di bulan kelahiran gue harus kayak gini.
Sksk, skip abaikan.
So guys, selamat datang kembali dan selamat berjumpa dengan author yang cantik bagai bidadari 👰
Hari ini, author telat lagi update. Aduh, maaf ya. Biasa, orang sibuk. Hahaha, gak deh canda.
Oke skip lagi.
Happy reading 💅
°°°
Papa dan anak itu kini tengah mengobrol dengan serius, di depan mereka sudah ada beberapa berkas negara yang penting, laptop dengan menampilkan sebuah desain desain yang harganya tak bisa dihitung jari maupun akal. Di tangan Azila terdapat ipad yang kini adalah hal yang mereka berdua perdebatkan.
"Jelek banget sih pa! papa kolot banget seleranya!" pekik Azila kesal dengan pilihan papanya ini.
"Jelek apaan. Bagus gini kok, yang ada pilihan kamu tuh jelek. Baju apaan itu, gak ada kainnya!" sewot Rigel sambil menunjuk nunjuk baju yang dipilih Azila.
"Ck, udah deh. Mending Azila tanya langsung sama si om, calon mommy suka baju kayak apa," ucap Azila sambil mengambil handphonenya.
"Kenapa gak dari tadi cantik!" Rigel tersenyum penuh beban, sabar banget dia punya anak kayak Azila.
"Papa gak nanya," ucapnya dengan santai.
"Dahlah, ngambek papa sama kamu," ucap Rigel sambil melipat kedua tangannya didepan dada dengan mengalihkan mukanya ke samping tidak mau melihat Azila.
"Banyak drama banget, huek. Mual adek tuh liat muka papa, jelek!" ucap Azila lalu bangkit dari duduknya.
"Dah lah, Azila mau calling my sugar candy dulu. Papa jangan ganggu Azila, bye," Rigel menatap sinis Azila yang kini sudah keluar dari ruangan kerjanya.
"Semoga aja mommy baru tahan dengan Azila, Aamiin," gumamnya.
Rambut rapi, gigi putih bersih, mata bebas dari belek, bibir 2m alias merah menggoda, serta jepit rambut permen yang terpasang apik di kepala sebelah kirinya.
Tadinya, Azila mau calling calling aja. Tapi karena rasa rindu yang menggebu, dan hati yang memberontak ingin bertemu. Raga ini memutuskan untuk video call, panggilan pertama terhubung tapi tidak terangkat.
Azila masih bisa senyum, negative thinking aja. Mungkin lagi mandi, sendiri ya. Kali aja mandi sama orang lain, gak rela Azila tuh sugar candynya cepak cepak jeder sama yang lain. Mending sama dia.
"Malam pak kepsek ku tersayang, tercinta, tertampan, tercandu, termanis, dan ter teran lainnya. Kapan balik pak?" tanya Azila dengan muka tengilnya.
Arsen yang sedang mengeringkan rambutnya itu menyerit bingung, kenapa dengan muridnya ini? sepertinya sehari demi sehari, kadar kewarasannya itu menurun.
"Buat apa? nanti kamu palak saya," ucap Arsen diseberang telepon.
Azila menunjukkan cengirannya, "Kok tau? lagian bapak tega banget sih kasih saya black card tapi tidak bisa digunakan. Sabar banget saya tuh pak," ocehnya.
Arsen terlihat tertawa kecil lalu menunjukkan wajah menggodanya, "Benarkah? tapi saya rasa, saya tidak menutup kartu itu."
"Bohong! untung saja waktu itu saya bawa kartu dari papa, jadi. Sebuah keberuntungan bagi saya yang tidak jadi mengutang di cafe," ucap Azila dengan kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Like Candy (On Going Lagi Ya)
Teen Fiction"Kalau kamu suka yang manis manis, kenapa gak mau saya bucinin? bucin saya manis loh." Plop. Permen yang di emut olehnya keluar dengan kasar, "Mohon maaf pak, jika dibandingkan dengan permen saya yang harganya satu juta dolar alias gopean. Permen sa...