"Baiklah Ustaz, kalau begitu saya pamit pulang dulu. Banyak yang harus kami lakukan lagi di barak," cetus Arjuna, lalu dia menatap ke samping kirinya.
Tepat di posisi samping kiri, Topan juga menyambar, "saya juga akan pulang, Taz. Terima kasih atas nasihatnya, semoga kita semua selalu berada dalam lindungan Allah SWT."
"Amiin ... silakan kalau begitu, titip salam sama Ustaz Arifin di sana," jawab Ustaz Mustafa.
Tanpa menjawab, Arjuna hanya sekadar mengangguk. Kedua remaja itu membangkitkan badan dari posisi duduknya, bergeming sesaat. Kemudian menjabatan tangan petuah yang mereka yakini akan semua ucapan baiknya.
"Assalammualaikum," sapa Arjuna dan Topan bergantian.
"Wa'alaikumsallam, Warahmatullah," repons si ustaz.
"Ibrahim dan Iskandar, kami pamit dulu. Kalian baik-baik di sini," ujar Topan sekenanya.
Kedua sahabat mereka pun mengangguk seraya menatap mantap menuju ke arah posisi sejurus. Ketika Arjuna telah tiba di ambang pintu, Iskandar pun memekik dan merasa terdetak hendak ikut.
"Arjuna!" panggil Iskandar.
Dua remaja itu berhenti, mereka menoleh sedikit. Dari ekor netra, tampak sang sahabat tengah membangkitkan badannya. Lelaki berusia dua puluh enam tahun itu berjalan mendekat ke posisi sang sahabat.
Setelah dia sampai, mereka pun berjejer seperti membentuk formasi bodyguard. Tiga orang remaja yang tergabung dalam tim bela negara di Kota Tanjung Balai, mereka telah bersama-sama mengikuti pelatihan militer yang dipimpin oleh Belanda beberapa tahun lalu.
"Kau mau ke mana, Iskandar?" tanya Topan sekenanya.
"Aku ingin ikut bersama kalian, apakah boleh?" Lawan bicara malah balik nanya.
Arjuna pun mengangguk dan memperbolehkan Iskandar untuk sekadar ikut ke barak persembunyian. Tanpa ada syarat, Topan juga memberikan izin kalau sang sahabat ikut dengan mereka.
Setelah sekian detik bergeming, ketiga remaja laki-laki itu keluar dan menelusuri jalan setapak. Di sepanjang perjalanan, Arjuna memekik dan merasa tidak enak. Perasaannya kacau karena terpikir terus-terusan di barak—tempatnya tinggal.
Sementara Topan, dia hanya sekadar santai dalam bertingkah. Lelaki berambut botak itu selalu berpikir positif, tidak ada terpintas dalam benaknya perihal bagaimana, dan apa. Baginya, apa pun yang terjadi, dia hanya sekadar ikut saja.
Belum lama mereka berjalan, sebuah teriakan pun terdengar dari sebuah lokasi.
"Tolong ... tolong ...!" Terdengar samar, teriakan itu seperti seorang wanita.
Arjuna yang mendengar suara itu melalui gelombang udara, menahan kedua sahabatnya untuk kembali menapak.
"Tunggu-tunggu. Apakah kalian dengar suara itu?" tanya Arjuna.
Kedua sahabat pun mencoba menangkap suara seperti apa yang dikatakan oleh Arjuna. Mereka menoleh kanan dan kiri, lalu terfokus menatap arah kiblat. Karena mereka tidak menangkap suara apa pun, Topan dan Iskandar hanya membungkam.
"Kami tidak mendengar apa pun, Arjuna," pungkas Topan.
Tidak berapa lama, Iskandar juga menyambar, "aku juga tidak mendengar apa pun."
"Coba dengarkan lagi secara saksama. Itu seperti seorang wanita sedang meminta tolong," sambung Arjuna.
Kemudian, mereka bertiga mendekatkan posisi dan saling fokus mencari suara melalui gelombang udara. Ternyata benar, sedang ada sebuah peristiwa penangkapan terhadap wanita yang tidak jauh dari lokasi mereka bergeming saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baret Merah (Kekejaman Tentara Jepang Yang Meluluhlantakkan Asahan)
Historical FictionRank 1 Penjajah: 5 Juli 2022 Rank 1 Menguasai: 5 Juli 2022 Rank 1 Sejarah: 5 Juli 2022 Bercerita tentang sejarah Desa Sipaku Area, mendapatkan sebutan Area karena telah mengalami pertempuran dahsyat antara Tentara Belanda, Jepang, dan Tentara Indone...