Akibat terlalu lama mengambil keputusan, hingga membuat peristiwa berbuntut panjang. Kejadian demi kejadian pun terus memakan korban. Kali ini tidak hanya masyarakat yang ada di luar Kota Tanjung Balai saja, akan tetapi para warga sipil juga ikut tewas secara mengenaskan
Tepat di depan sebuah area yang terdapat beberapa lubang, Arjuna dan kedua sahabatnya mencoba untuk membuka sebuah penutup yang terbuat dari dedaunan. Secara saksama, remaja itu mendapati anak-anak dan satu kepala rumah tangga di sana.
"Jangan tangkap kami, tolong ampunilah kami ... anak anak saya masih kecil," rengek seorang pria dan wanita, mereka adalah pasangan suami istri dengan tiga orang anaknya.
Mendengar ucapan itu, Arjuna pun meneteskan air mata. Lalu, dia menyentuh pundak seorang lelaki yang tengah menutup badan anaknya menggunakan bajunya. Tapakkan lembut mendarat sempurna, membuat lelaki di hadapan menoleh.
"Pak, ini saya, Arjuna." Remaja berbaju hijau itu pun menatap dengan wajah sedih.
Seketika, lelaki yang menjadi seorang ayah memutar kepalanya. "Anak muda, apakah itu kau?"
"I-iya, Pak. Mari, kita keluar sekarang. Keadaan sudah aman," ajak Arjuna seraya menyodorkan tangannya.
Mereka pun saling tukar pandangan, sebelum akhirnya menolah kanan dan kiri. Lelaki paruh baya berbadan semampai itu tidak lantas meraih sodoran tangan remaja di depannya, dia hanya sekadar berpikir akan sebuah peristiwa hari ini.
"Pak, kenapa masih di sana? Yuk, saya bantu untuk naik," tambah Arjuna lagi.
Tidak berapa lama, lelaki—kepala keluarga untuk tiga anaknya pun meraih sodoran tangan Arjuna. Mereka membangkitkan badan dari dalam lubang, dan membawa anak-anak berusia sekitar enam, delapan, dan sepuluh tahunan.
Wajah-wajah ketakutan masih terpancar ketika kelima orang itu berekspresi. Tidak henti-hentinya, wanita berambut sepinggang di samping suaminya menarik napas berat dan menyibak air mata.
Dari lubang yang berbaris sedikit jauh, telah membawa beberapa kepala keluarga beserta istri mereka, akan tetapi mereka hadir menemui Arjuna dengan isak tangis yang sangat menghujam ulu jantung.
"Ma-maaf, Pak, kenapa masih menangis?" tanya Arjuna penuh selidik.
"Arjuna ... anak saya telah dibawa oleh para penjajah bermata sipit itu," ucap Diman—selaku kepala keluarga dari lima anaknya.
Sementara dari samping, Pak Narto pun angkat bicara. "Istri saya juga dibawa mereka pergi, anak muda."
"Pak, sebaiknya kita kembali ke dalam barak. Agar mereka tidak melihat kita masih berdiri di sini," ajak Arjuna.
Akan tetapi, orang-orang yang berjumlah kurang lebih tiga belas orang itu tidak mau ikut. Mereka masih betah meratapi apa yang telah terjadi barusan. Berselang beberapa menit, telah meluluhlantakan wilayah persembunyian selama ini.
Tangisan tak mampu meredah, karena memang sakit jika harus merelakan anak, bahkan seorang istri yang dibawa oleh pasukan tentara Jepang.
"Bapak, sebaiknya kita masuk ke dalam. Karena di sini belum aman," ajak Topan dari samping kanan.
"Tidak anak muda, kami akan menjemput mereka. Barangkali belum jauh dari sini," sergah seorang kepala rumah tangga yang kehilangan anaknya.
"Pak, jangan lakukan itu. Kalau tiba-tiba Bapak keluar, semua orang yang ada di sini juga akan tertangkap," papar Arjuna menjelaskan.
Sejenak perkataan pun bungkam. Akhirnya, Arjuna berniat untuk mengajak sisa warga yang masih hidup untuk bergabung ke barak bersama Ustaz Mustafa.
"Kalau Bapak dan Ibu takut tinggal di sini lagi, sebaiknya kita pindah dan bergabung dengan Ustaz Mustafa saja," tawar Arjuna menengahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baret Merah (Kekejaman Tentara Jepang Yang Meluluhlantakkan Asahan)
Historical FictionRank 1 Penjajah: 5 Juli 2022 Rank 1 Menguasai: 5 Juli 2022 Rank 1 Sejarah: 5 Juli 2022 Bercerita tentang sejarah Desa Sipaku Area, mendapatkan sebutan Area karena telah mengalami pertempuran dahsyat antara Tentara Belanda, Jepang, dan Tentara Indone...