Bab 16 Berjuang Atau Mundur

17 2 0
                                    

Scene Kejadian:

(Selanjutnya pada tanggal 17 Agustus 1945, tersiar di mana-mana tentang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, hal tersebut tidak membuat warga nyaman justru menambah momok mengerikan dengan adanya insiden lain si wilayah kota.)

***
Pada awal setelah proklamasi 17 Agustus 1945, pemerintahan di Kabupaten Asahan dalam situasi yang kurang menentu sehingga ditetapkan UU Nomor 1 tahun 1945 sebagai dasar dibentuknya pemerintahan dan pada bulan September 1945 terbentuk Komisi Nasional Indonesia (KNI) wilayah Asahan.

Pada tanggal 4 Maret 1946 pemerintahan Swapraja dihapus dan berlaku Pemerintahan Militer di Sumatera Timur termasuk Asahan.

Kemudian pada tanggal 5 Maret 1946, diadakan rapat bersama Komite Nasional Indonesia Asahan dengan Resident Sumatera Timur membentuk susunan Pemerintah Republik Indonesia di Asahan.

Pada tanggal 15 Maret 1946, terbentuk pula struktur Pemerintahan Republik Indonesia di Asahan yang dipimpin seorang kepala wilayah.

Wilayah Asahan dibagi 5 kewedanaan yaitu Kewedanaan Tanjung Balai (Jamaluddin Tambunan) Kewedanaan Kisaran (Abdullah Umar Pane), Kewedanaan Batubara Utara (A.H. Zein), Kewedanaan Batubara Selatan (Abdullah) dan Kewedanaan Bandar Pulau (Sukimin).

Susunan pimpinan kekuatan tempur di Asahan adalah dari Tentara Rakyat Indonesia Letkol Qasim Nasution menjabat sebagai Dan Resimen II di Kisaran, Kapten Liano Siregar menjabat sebagai Dan Yon I/Resimen II di Tanjung Balai.

Selanjutnya, Mayor (L) Solar AB Sinaga menjabat sebagai Komandan Angkatan Besar di Tanjung Balai, Mayor (L) Sarif Nasution menjabat sebagai Komandan Pangkalan III Tanjung Tiram, dari Unsur Lasykar > WP.

Turangan (Lasykar Buruh Pesindo) di Lubuk Palas/Serbangan, Mansyur dan Muhammad Ginting sebagai Lasykar Buruh Pesindo di Bunut/Kisaran dan Lauriencius Tampubolon menjabat sebagai Komandan Persatuan Perjuangan.

Untuk Asahan area bagian utara di Pulau Mandi, H. A Dahlan sebagai Lasykar Hisbullah, di Tanjung Balai Amiruddin Siregar sebagai Lasykar Pesindo, di Tanjung Balai Ahmad Nurdin Lubis sebagai Lasykar Barisan Maut, di Sipaku Ahmad Sulaiman Nasution sebagai Lasykar Buruh Pesindo.
(dikutip dari media m.gosumut.com)

***
Keadaan yang semakin tidak menentu, membuat warga di Tanjung Balai mulai sangat resah. Pasalnya, satu persatu masyarakat hilang tanpa jejak meskipun telah tersiar melalui radio perihal kemerdekaan.

Setelah seharian berjalan dan menumpang pada kendaraan yang dinamanakan muntik (kereta api mini), Arjuna pun sampai di sebuah barak persembunyian. Kala itu, dia masih membawa jasad sahabatnya untuk disemayamkan di peristirahatan dekat barak.

Langkah kaki yang mulai limbung, membawa remaja itu tiba tepat di sore hari menjelang magrib. Area pun tengah diguyur hujan teramat deras, membuat jalanan tergenang air dan sangat basah.

Akibat rasa lelah yang teramat hebat, membuat Arjuna terjatuh tepat di halaman barak persembunyian. Penglihatan tidak sengaja tercipta dari seorang remaja bernama—Ibrahim, dia pun mendadak menatap sejurus menuju jalan setapak.

"Itu siapa, ya. Kok, seperti orang tidur di tanah?" tanya Ibrahim berucap sendiri.

Remaja itu berlari di tengah terpaan air hujan, dia menemui dua tubuh sahabatnya yang setelah beberapa tahun tidak pulang. Dengan menyibak wajah, Ibrahim tercengang mendapati penglihatan tersebut.

"Astaga! Arjuna!" Setelah memekik, kemudian Ibrahim melihat wajah orang yang satunya. "Iskandar Muda, tolong ...."

Setelah mendapati penglihatan tak lazim itu, Ibrahim membuat geger dengan teriakan yang mampu momboyong orang-orang untuk berkumpul di depan teras. Dari arah sejurus, datanglah Topan menerjang hujan dengan volume air yang sedang.

Baret Merah (Kekejaman Tentara Jepang Yang Meluluhlantakkan Asahan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang