Bab 14 Dendam Tujuh Turunan

21 2 0
                                    

Sang waktu bergerak dan terus bergulir, memboyong senja dan membuat wilayah mulai meredup karena gelap. Dari arah Barat, arunika mulai menyingsing dan hadirkan senja.

Embun malam hasil penguapan panas telah berbaris rapi di dedaunan, berbagai tanaman sekarang merasakan bulir segar setelah sekian bulan tidak datang hujan. Wilayah pesisir menjadi sangat gelap, mendung, dan terpaan badai datang begitu saja.

Tepat di sebuah penangkapan, sekelompok manusia tengah memasuki kerangkeng bagai hewan yang sangat berbahaya. Hari demi hari, bahkan bulan, dan tahun. Para masyarakat banyak yang telah tewas, menyisakan kaula remaja dan masih bertahan karena fisik memadai.

Apakah ini yang namanya seleksi alam. Bukannya, seleksi alam hanya diperuntukan untuk hewan dan tumbuhan. Kelangkahan manusia menjadi petaka, karena di daerah penangkapan para manusia tidak ada yang hamil dan melahirkan.

Banyak wanita-wanita yang telah digagahi, lelaki-lelaki berhati iblis menjadikan kaum Hawa hanya untuk pemuas nafsu dan budak seksual di kala malam. Namun, ada juga yang melalukan hubungan intim di siang hari, disaksikan suami masing-masing, dengan jeritan dan tangisan.

Sebelum melakukan hal itu, para tentara Jepang menyuntikkan obat agar tidak bisa hamil di bokong wanita incarannya. Bahkan, satu orang wanita mendapati beberapa suntikan karena dia memiliki paras cantik dan putih.

Untuk melawan mereka, tidak hanya satu atau dua kali dilakukan para suaminya. Namun, nyawa akan melayang dengan peluru senapan laras panjang.

Malam itu, Arjuna dan Iskandar meringkuk di dalam sebuah ruangan. Kamar yang hanya ada dimar ublik setiap pojok, membuat semua harus bisa bertahan hingga titik darah terakhir.

Badai yang besar telah terjadi, mengakibatkan para tentara Jepang tidak ada yang menjaga di barisan bagian belakang. Iskandar pun terbangun dari tidurnya, kemudian dia menatap Arjuna di samping badan seraya menatap ambang pintu.

Remaja itu berandai-andai kalau saja bisa keluar dari dalam ruangan, pasti dia akan jauh pergi. Apalah daya, nasi sudah menjadi basi. Apa yang diharapkan hanya menambah siksa ulu jantung dan tiada arti.

Karena terdengar isak tangis dari dalam ruangan, Arjuna pun mengeser posisi badannya dan mendekat ke samping Iskandar. Menggunakan tangan kanan, dia menyentuh kening sahabatnya itu.

"Iskandar, apakah kau sakit?" tanya Arjuna penuh selidik.

Tanpa menjawab, lawan bicara hanya sekadar menggeleng saja.

Arjuna yang kala itu merasa kasihan, dia pun ingin keluar dan meminta semangkuk air hangat untuk sahabatnya. Sementara pintu tidak dapat dibuka, kunci telah dibawa oleh dua penjaga di seberang pintu.

Kemudian Arjuna mengetuk pintu beberapa kali. "Hallo, permisi ...!"

Setelah berteriak, dua orang tentara Jepang menghampiri. Mereka membawa senapan laras panjang seraya menatap mantap Arjuna kala itu.

"What are you doing! Screaming at night. Do you want to run away from here?!" Salah seorang tentara itu memekik.
Artinya: Apa yang kau lakukan! Berteriak malam-malam. Apakah kau ingin kabur dari sini?!

"Tidak, saya ingin meminta air hangat. Teman saya sedang sakit di sana," ujar Arjuna, lalu dia menunjuk ke posisi Iskandar—sahabatnya.

Mendapati penglihatan tersebut, kedua tentara Jepang itu menoleh menuju ruangan. Kemudian, salah satu dari mereka mengerti akan apa yang hendak diminta oleh Arjuna.

"All right, you come with me. Never run away from here, or you will die tonight," paparnya menjelaskan.
Artinya: Baiklah, kau ikut dengan saya. Jangan pernah kabur dari sini, atau kau akan mati malam ini juga.

Tanpa menjawab, Arjuna pun mengangguk dua kali. Bahasa tubuh itu digunakan karena remaja itu tidak bisa bahasa Inggris, akan tetapi sedikit-sedikit dia paham, karena bangsa Belanda sempat berkata seperti itu setiap harinya.

Dengan diikuti oleh satu dari kedua tentara tadi, Arjuna pun berjalan menuju sebuah koridor. Tepat di belakang badan, lelaki berbadan tinggi membawa senapan itu menatap gerak-gerik Arjuna.

Setelah membawa air hangat di dalam nampan, kemudian mereka kembali menuju ruangan yang tadinya menjadi tempat untuk penyekapan. Tibalah Arjuna di ruangan semula, lalu membiarkan kedua tentara Jepang itu menguci pintu lagi.

Karena badan Iskandar mendadak menggigil, Arjuna pun siap siaga merawat sahabatnya. Sementara sang sahabat seperti sudah tidak bertenaga lagi, dia hanya meringkuk kedinginan.

"Iskandar, kau harus bertahan. Kita pasti akan keluar dari tempat ini," kata Arjuna memberikan semangat.

"Kau tidak perlu berbohong lagi, Arjuna. Kita akan mati di lokasi ini, jadi jangan tunda terlalu lama," pungkas Iskandar Muda.

Mendengar ucapan itu, Arjuna pun mentah untuk memberikan semangat. Remaja yang sedang diruntuk nestapa hanya bisa menanti kapan saatnya malaikat Jibril akan mencabut nyawa.

Berharap untuk keluar, itu hanya omong kosong saja. Tidak berapa lama, Iskandar pun batuk di posisinya.

"Uhuk!" Ternyata, batuk sang sahabat mengeluarkan darah segar dan lantai penuh dengan berbagai cairan.

Air minum, darah, bahkan air seni juga bercampur jadi satu. Begitulah keadaan yang terlihat di ruangan tersebut.

"Iskandar! Kau kenapa. Bertahanlah, besok kita akan minta izin untuk mencari obat," kata Arjuna.

Iskandar pun menggelengkan kepala, dia menyibak darah segar yang keluar dari dalam mulutnya. "Tidak, biarkan aku mati saat ini."

"Tidak ...," teriak seseorang.

Dor-dor-dor!

Sebuah teriakan pun terdengar dari lain ruangan, ditimpali dengan tembakan yang tidak tahu itu siapa. Seketika ruangan menjadi sangat ricuh, kemudian terdengar sayup-sayup kalau telah terjadi pemberontakan dari ruangan samping.

"Siapa yang tewas selanjutnya?" tanya seorang lelaki, dia adalah orang asing seruangan dengan Arjuna.

"Saya tidak tahu, Pak. Barangkali, ada yang ingin melarikan diri," jawab Arjuna sekenanya.

Sembari menelan ludah, orang-orang di dalam ruangan pun menatap Iskandar Muda yang telah terkapar di atas lantai.

"Apakah dia adalah temanmu?" tanya lelaki di sebelah Wak Rustam.

"I-iya, Wak. Dia adalah sahabat saya, kami berasal dari Tanjung Balai," jawab Arjuna.

"Sepertinya sahabat kamu sedang sakit parah, dia sudah muntah darah seperti itu," tambah Wak Rustam.

Tanpa mampu menjawab, Arjuna pun menarik napas berat. Remaja berambut cepak itu bergeming, dia tidak tidur demi menjaga sahabatnya.

Pagi telah tiba ...

"Wake up ... eat soon, because soon you will be working in the fields." Teriak seorang tentara dari luar, lalu dia membuka pintu dan menyibak piring menggunakan kaki.
Artinya: Bangun ... segera makan, karena sebentar lagi akan bekerja ke sawah.

Orang-orang yang hanya mendapat jatah makan sehari sekali itu saling berebutan mengambil nasi di dalam piring. Tersisalah sebuah nasi yang hanya beberapa suap. Kemudian, Arjuna ingin menyodorkannya ke mulut sang sahabat.

Tidak berapa lama, seorang tentara masuk dan mendekat ke badan Arjuna. "Hey, you! Come out and come with me for a bit, someone wants to meet."
Artinya: Hai, kamu! Keluar dan ikut saya sebentar, ada yang ingin bertemu.

Menggunakan jemari tangan, Arjuna menunjuk wajahnya sendiri. "Saya?"

"Yes! So who else!" bentak lelaki bersenapan itu.
Artinya: Iya! Jadi siapa lagi!

Belum pun sempat menyuapi sahabatnya, Arjuna meninggalkan ruangan dengan segera. Keduanya menuju sebuah ruangan dan Arjuna tidak tahu mereka hendak melakukan apa.

Yang pasti, remaja bermata sipit itu sekadar memerhatikan orang berkopiah di pojok ruangan.

Bersambung ...

Baret Merah (Kekejaman Tentara Jepang Yang Meluluhlantakkan Asahan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang