Scene Kejadian :
(Pada tanggal 14 Agustus 1945 pemerintahan penjajahan Jepang berakhir kekuasaannya di Asahan dan pada tanggal 17 Agustus 1945 proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.)
Wajah-wajah takut masih terpancar, gemetar sekujur tubuh juga ambil andil dalam bagiannya. Begitulah yang tengah dirasakan sekelompok marsyarakat. Mereka tidak menyangka kalau pada akhirnya kembali ke barak lama.
Dengan menarik napas berat, Ibrahim pun menatap beberapa balita yang tengah digendong oleh Arjuna dan Iskandar Muda.
"Apa yang terjadi, Arjuna?" tanya Ibrahim penuh selidik.
"Ceritanya panjang, kami akan jelasakan di dalam barak," jawab remaja berperawakan tampan itu.
Mereka pun beringsut pergi dari pusat bergeming, area mendadak sunyi karena para tamu berjumlah enam belas orang itu datang dan memenuhi ruangan. Tepat di atas kursi, Ustaz Mustafa pun masih menulis dengan serius.
"Assalammualaikum ...," sapa Arjuna, diikuti dengan yang lainnya satu persatu.
Mendapati hal tersebut, Ustaz Mustafa menoleh, dia mendelik dan tatapannya tidak bisa beringsut sama sekali. "Wa'alaikumsallam ...."
Terdengar lirih, si ustaz menjawab sekenanya. Lalu, dia membangkitkan badan seraya berjalan menemui beberapa kepala rumah tangga, dan beberapa balita di area pojok ruangan. Posisi mereka melebar, hingga berjejer rapi dan duduk dengan alas karpet terbuat dari plastik.
"Ada tamu banyak, dari mana kalian semua? Kok, sepertinya lagi tegang begitu wajahnya," titah ustaz sekadar basa-basi, kemudian dia mendudukkan posisi tepat di hadapan Arjuna.
"Ustaz, apakah kami boleh tinggal di sini? Karena, para masyarakat tidak mau jika diajak tinggal di barak semula." Selepas berkata, Arjuna pun menadahkan tatapan.
Siluet remaja tampan itu menggeser posisi duduk, agar Topan dapat mendekat dan tidak terlalu terkena air bekas hujan kemarin malam. Dengan mengembuskan napas panjang, remaja yang baru saja tiba di barak itu hanya bungkam.
"Apa yang terjadi pada kalian? Sampai-sampai tidak mau tinggal di barak semula. Bagaimana dengan keadaan yang lainnya. Ustaz Arifin, apakah mereka masih di jalan?" tanya Ustaz bertubi-tubi.
Untuk menjelaskan sebuah peristiwa, tidak ada yang berminat. Mereka pun bungkam tanpa suara, membuat Ustaz Mustafa sangat bingung pada gelagat keenam belas orang yang baru saja tiba di barak tersebut.
Karena tidak ada satu pun yang berani bersuara, ustaz berkopiah hitam itu menyentuh pundak Arjuna, karena dia adalah orang yang duduknya lebih dekat dengan si ustaz.
"Arjuna, coba kamu jelaskan pada saya. Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Ustaz Mustafa lagi.
Mendengar pertanyaan itu, Arjuna menoleh ke belakang, dia seperti meminta izin untuk bersuara dalam menjelakan peristiwa. Kemudian, Bu Aminah pun menganggukkan kepala.
"Jadi begini, Ustaz. Kami pulang ke barak ini ... karena merasa takut untuk tinggal di barak awal. Para penjajah bermata sipit telah membawa pergi beberapa anak remaja dan orang yang paling kita kenal, yaitu Ustaz Arifin."
Mendengar penjelasan itu, Ibrahim dan Ustaz Mustafa saling tukar tatap. Kemudian datang seorang wanita paruh baya dari dalam dapur, dia adalah istri Ustaz Mustafa.
Wanita berhijab lusuh itu mendudukkan badannya di karpet plastik, lalu dia menitihkan air mata.
"Ke mana mereka membawa adik saya?" tanya Bu Lastri.
"Kami tidak tahu mereka menbawa Ustaz Arifin ke mana, Bu. Yang pasti, semua sudah porak poranda ketika kami tiba di barak," cetus Arjuna lagi.
Karena merasa sangat sedih, Lastri—kakak kandung dari Ustaz Arifin tidak mampu menahan tangis, dia meraung dan seakan menambah kepiluan peristiwa pagi ini. Arjuna tidak mampu berkata lagi, begitupun dengan beberapa orang yang sedang memerhatikan perbincangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baret Merah (Kekejaman Tentara Jepang Yang Meluluhlantakkan Asahan)
Historical FictionRank 1 Penjajah: 5 Juli 2022 Rank 1 Menguasai: 5 Juli 2022 Rank 1 Sejarah: 5 Juli 2022 Bercerita tentang sejarah Desa Sipaku Area, mendapatkan sebutan Area karena telah mengalami pertempuran dahsyat antara Tentara Belanda, Jepang, dan Tentara Indone...