1. Laki-Laki Adalah Syarat Utama

5.3K 242 7
                                    

Happy reading!!

"Jadi, alasan apa yang membuat kamu yakin melamar di perusahaan kami? Alex." Darren menyilangkan kedua kaki. Kedua tangannya di atas meja, memegang beberapa lembar kertas berisi informasi pelamar di depannya.

Aleesha membenarkan kacamata yang bertengger di pangkal hidung. Maksud lain berusaha menutupi kegugupan yang nyaris membuat tubuhnya berguncang. Ia menarik napas sedalam mungkin, lantas menghela pelan. "Saya merasa memiliki kualifikasi baik untuk memenuhi posisi tersebut. Saya profesional, saya bisa me–manage waktu dan kegiatan dengan baik."

Menaikkan sebelas alis, Darren menarik senyum simpul selama beberapa saat. Kembali membaca informasi Alex alias Aleesha sebelum akhirnya berbicara, "Kamu bener-bener seyakin itu, ya?"

Aleesha terdiam sejenak.

Mampus! Emang gue jawabnya berlebihan atau gimana?

"Kenapa diem?" Pertanyaan Darren memecahkan lamunan Aleesha. Cowok itu berkedip dua kali, memberi atensi heran pada pelamar di depannya ini. Gelagapan sesaat, Aleesha menggelengkan kepala seraya mengulum sunggingan kecil.

"Ah, tidak. Bukan apa-apa."

Mengangguk sekali, Darren membuka kembali lembar-lembar kertas di tangannya. Ia membolak-balik beberapa kali. Tatapannya begitu intens. Air mukanya tampak serius. Aleesha menggigit bibir bagian dalam, takut jika Darren menemukan kesalahan yang berakhir membuat dirinya tertolak.

"Kamu tahu kan syarat yang paling penting untuk menjadi sekretaris Pak Brillian adalah laki-laki?" Meluruskan pandangan, Darren menaruh kertas-kertas itu di meja. Kedua tangannya beralih menjadi saling bertautan.

"Saya tahu." Aleesha mengangguk.

Emang gue kurang laki apa?

Darren memiringkan kepala, menyangga pelipis dengan satu tangan. Matanya menatap menelisik wajah cowok di depannya. Tidak bisa dielakkan. Pelamar satu ini benar-benar memiliki wajah mungil. Bulu matanya terlihat lentik dan bibirnya lebih berwarna. Belum lagi perawakannya yang kecil.

Aneh. Mencurigakan.

Ini pertama kalinya Darren menemukan pria semanis ini. Andai dirinya di Korea, dia tidak akan heran. Darren tidak tahu apa yang akan Brillian pikirkan jika melihat laki-laki seperti ini.

"Kamu kelihatan feminim. Terlalu feminim untuk laki-laki," ujar Darren. Aleesha diam-diam meremat celana hitam kain miliknya.

"Saya laki-laki tulen. Ini kebetulan aja saya nurun dari gen ibu saya." Aleesha menjawab tegas. Berusaha terlihat seyakin mungkin. Bisa ribet jika dirinya ketahuan sebelum bekerja di perusahaan ini. "Kalau Bapak masih belum percaya, Bapak mau saya perlihatkan–"

"Enggak." Darren menyela. Ia berdeham, merasa tidak enak. Meragukan kejantanan seseorang bukan kebiasaannya. Apalagi pelamar ini bahkan kelihatan sepercaya diri itu. "Gak perlu. Ada beberapa laki-laki yang terlahir dengan wajah lebih manis dari biasanya. Maaf kalau saya nyinggung kamu."

Aleesha tersenyum tipis. Dalam hati mengembuskan napas lega. Apa yang dia bilang barusan? Membuktikan bahwa dia laki-laki? Dengan apa? Aleesha bahkan tidak berpikir dua kali mengatakan hal itu. Untung Darren menyela dan menolak.

"Kamu boleh keluar. Saya akan hubungi kamu lewat email resmi Langitra Corp satu minggu kemudian." Darren mengulas senyuman ramah. Membuat Aleesha lantas ikut melakukan hal yang sama. Cewek itu berdiri, sedikit membungkuk hormat.

"Kalau begitu, saya permisi."

Aleesha keluar dari ruangan yang membuatnya nyaris kesulitan bernapas. Ia mengembuskan udara panjang. Akhirnya semua berjalan lancar. Wawancaranya bahkan lebih baik dari yang dia bayangkan sebelumnya. Benar-benar sulit dipercaya.

GIRL IN SUIT (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang