Chapter 2 : 21 Years Old

472 70 15
                                    

Note : aku cuma pengen bilang terima kasih atas antusias kalian di chapter 1

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Note : aku cuma pengen bilang terima kasih atas antusias kalian di chapter 1. Sebenarnya cerita ini sudah ditulis sampai tamat. Aku cuma pengen berbagi dengan kalian, tapi aku akan jauh lebih bahagia jika kalian vote dan komen di cerita ini. Yuk ramaikan cerita ini. Boleh juga kasih tau ke temen-temen kalian yang sesama pembaca wattpad. Jangan lupa nyalakan notifikasi kalian karena aku bakal up sewaktu-waktu.❤️❤️❤️


-Selamat membaca-

Jeongyeon tumbuh menjadi gadis desa yang cantik dan anggun. Bahkan beberapa ibu-ibu di desanya ingin menjadikan Jeongyeon sebagai menantu kesayangan. Bagaimana tidak? Jeongyeon adalah gadis yang cerdas meskipun hanya mampu bersekolah sampai tingkat menengah atas. Dirinya juga pandai memasak, melakukan pekerjaan rumah, dan keramahannya kepada semua orang itulah penyebabnya.

Suatu hari di musim panen, Jeongyeon mengenakan kaos putih lengan pendek dengan luaran over all denim yang panjangnya satu jengkal di atas lutut. Rambut hitam lurusnya diikat ke belakang. Siang itu ia membawa beberapa bekal makan siang yang ditumpuk menjadi satu susunan. Bekal itu berisi nasi, beberapa lauk-pauk, dan sayur yang Jeongyeon masak sendiri. Dia bermaksud memberikan kepada kekasihnya, Jae Ha.

Jae Ha merupakan anak dari saudagar kaya di desa Jeongyeon. Ayahnya adalah pemilik ladang dan kebun yang luas serta makelar tanah. Jeongyeon sudah menaruh hati pada Jae Ha sejak tingkat dua sekolah menengah atasnya hingga saat ini usianya 21 tahun. Jeongyeon menyembunyikan hubungan romansanya secara diam-diam karena pamannya akan marah jika mengetahuinya. Paman Jeongyeon akan murka jika Jeongyeon menjalin percintaan dengan laki-laki. Seperti waktu itu, ketika Jeongyeon ketahuan sedang duduk berdua bersama Jae Ha di sebuah rumah semi permanen di pinggir kebun. Pamannya tak segan-segan menyeret Jeongyeon pulang. Di rumah, Jeongyeon dimarahi sang paman habis-habisan dengan berbagai macam ancaman agar Jeongyeon memutuskan hubungannya dengan Jae Ha. Jeongyeon selalu bertanya kepada pamannya alasan kenapa dia tak boleh berpacaran? Pamannya mengatakan bahwa Jeongyeon sudah dijodohkan dengan seseorang yang sangat kaya raya melebihi keluarga Jae Ha.

Omong kosong!

Sejak saat itu Jeongyeon berkencan dengan hati-hati tanpa sepengetahuan pamannya.

Siang itu saat musim panen sayur mayur di desa Jeongyeon, dia bermaksud untuk mengunjungi Jae Ha di sebuah tempat biasanya Jae Ha beristirahat. Itu adalah sebuah bangunan seperti rumah namun digunakan untuk menyimpan hasil panen yang kemudian akan diangkut dan dijual.

Jeongyeon tak mengabari Jae Ha sebelumnya karena dia berniat untuk memberi kejutan. Jeongyeon hanyalah anak gadis desa yang harapannya tak terlalu muluk. Menikah dengan Jae Ha segera dan memiliki keluarga kecil yang bahagia bersamanya. Jae Ha adalah satu-satunya orang yang Jeongyeon percaya di samping orang-orang yang menyebalkan di hidupnya. Jae Ha yang menemani Jeongyeon tumbuh dewasa.

Jeongyeon melangkahkan kakinya ringan berjalan menuju tempat itu sembari bersenandung sepanjang jalan. Biasanya saat siang hari Jae Ha akan beristirahat sejenak dari kegiatan mandornya memeriksa hasil panen para petani. Jeongyeon melihat pintu depan bangunan itu tertutup. Jeongyeon bertanya-tanya apakah Jae Ha tak ada disana? Jeongyeon sempat ragu untuk masuk ke rumah tersebut namun siapa tahu Jae Ha ada di dalam.

Live With The Devil [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang