Chapter 3 : Kidnapped

473 66 3
                                    

-Selamat Membaca-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


-Selamat Membaca-

Satu yang Jeongyeon ingat tentang masalalunya, bahwa dia lahir di Seoul. Sisanya dia tak tahu karena saat itu usianya masih 5 tahun. Oh iya, satu lagi kata-kata dari pamannya yang selalu terpatri kuat di otaknya, bahwa keluarga Kim yang sudah membuat keluarganya mendapat malapetaka tak berujung ini. Jeongyeon beberapa kali mendengar pembicaraan antara paman dan bibinya tentang keluarga Kim. Lalu mengetahui sedikit tentang keluarga tersebut.

Dulunya, keluarga Jeongyeon merupakan keluarga bahagia yang serba kecukupan. Ayahnya diketahui memiliki bisnis tambang batu bara di luar pulau, yang meski tak besar namun perlahan berkembang pesat. Kemudian keluarga Kim hadir untuk menjalin kerjasama. Setelah beberapa lama kemudian perusahaan ayah Jeongyeon mengalami kemunduran hingga dinyatakan collapse dan di take over oleh perusahaan keluarga Kim. Satu lagi yang tak boleh ditinggalkan, bahwa Jeongyeon sangat membenci keluarga Kim dan keturunannya. Meskipun dia belum pernah bertemu dengan keluarga tersebut secara langsung. Hidupnya penuh sumpah serapah kepada keluarga itu.

***

Disinilah Jeongyeon, kembali ke Seoul tanpa satu hal yang dimilikinya kecuali dirinya sendiri. Dia merengkuh ransel besar miliknya. Memikirkan apa yang harus dia lakukan pertama kali setelah tiba di Seoul?

Jeongyeon mencari tempat tinggal sewaan sementara sembari dia mencari pekerjaan. Pandangannya meneliti satu per satu iklan di situs internet yang ada pada ponselnya dan mencocokkan dengan uang yang dimilikinya, mencari yang termurah.

Dia menemukan satu tempat. Dia sedikit terkejut dengan keadaan asli tempat itu. Kalau kata orang, harga membawa rupa. Tempat itu hanya sepetak dengan ranjang kecil yang hanya cukup untuk satu orang. Dindingnya dibatasi oleh papan kayu untuk memisahkan kamar satu dengan yang lainnya. Bisa dipastikan bahwa segala aktivitas di ruangan sebelahnya terdengar dengan jelas. Seperti suatu malam, Jeongyeon yang masih belum bisa terlelap, mendengar suara-suara desahan dari aktivitas menjijikan tetangga sebelahnya. Jeongyeon menaikkan volume di earphonenya tinggi-tinggi untuk menghalau itu.

"Sabar Jeongyeon, cukup sampai kau memiliki gaji pertama maka kau akan segera pindah dari tempat itu ke tempat yang sedikit layak untuk ditinggali." Ucapnya kepada diri sendiri.

***

Pukul 22.00 Jeongyeon pulang dari bekerja. Namun entah mengapa keinginannya untuk mengunjungi klub malam semakin menjadi-jadi. Sudah dua tahun sejak kedatangannya ke Seoul, rasa penasaran yang besar terhadap tempat itu membuatnya melangkahkan kakinya ringan menuju pintu sebuah klub yang cukup terkenal di Seoul.

Jeongyeon sempat dicurigai oleh bodyguard berbadan besar yang menjaga pintu masuk klub tersebut. Mungkin karena pakaiannya yang nampak tidak sesuai. Hoodie warna coklat kesayangannya dan celana jeans panjang. Tipikal perempuan biasa-biasa saja. Toh, tak ada peraturan khusus jika mengunjungi klub harus mengenakan pakaian minim? Seperti perempuan-perempuan murahan yang pandangannya kini tak lepas dari Jeongyeon, memperhatikan dari kaki hingga kepala. Terlihat salah tempat.

Live With The Devil [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang