04. Stern Warning

350 147 95
                                    

Victor melepaskan pelukannya. "Pikiranmu tidak masuk akal, Kak."

"Tapi..." Vienna menggantung ucapannya. Wajahnya terlihat sedikit cemas.

"Apa?" Victor sedikit merasa jengkel.

"Aku lihat, kulit Ibu sama seperti kulit zombie di film yang sering aku tonton."

"Lagi dan lagi seperti itu. Sudahlah, Kak. Pikiranmu terlalu berlebihan. Mungkin saja Ibu ada masalah dengan kulitnya."

Vienna menatap sekilas adiknya. Lalu, ia berjalan mondar-mandir seperti orang ketakutan.

"Kau tidak perlu khawatir berlebihan, Dokter Jacob akan menangani Ibu kita dengan baik." Victor mencoba menangkan kakaknya.

Kali ini, Vienna sudah terlihat sedikit tenang dari sebelumnya. Ia segera memeluk adiknya. Victor membalas pelukan kakaknya sembari menepuk-nepuk pelan pundaknya, memberi rasa tenang.

Victor melepaskan pelukannya, "Aku harus pergi."

Vienna mengernyitkan dahinya, "Ke mana?"'

"Aku akan pergi menonton bersama Lev dan Zero."

"Apa aku boleh ikut?" tanya Vienna.

Victor menggeleng, "Tidak. Lebih baik kau tetap di sini untuk menjaga Ibu."

Vienna mengerucutkan bibirnya, "Baiklah."

"Nanti akan aku bawakan makanan untukmu," ujar Victor.

"Terima kasih. Hati-hati."

Victor mengangguk lalu berjalan menjauh dari sana. Ia melambaikan tangannya pada Vienna. Kakaknya pun membalas lambaian tangan adiknya. Sesaat kemudian, Victor perlahan menghilang dari pandangan Vienna.

Meski usia Victor dan Vienna berjarak tiga tahun, tampaknya Victor lebih dewasa dibandingkan kakaknya. Meski begitu, Vienna sangat perhatian dan selalu menjaganya.

Pernah suatu ketika, Victor diganggu oleh anak-anak di depan rumahnya. Sepeda miliknya dijatuhkan ke sungai. Victor yang saat itu masih kecil, hanya bisa menangis terduduk di tepi sungai ketika melihat sepeda yang diberikan oleh ayahnya yang kini telah tiada hampir hanyut terbawa arus sungai. Anak-anak yang mengganggunya tertawa puas dan menertawakan ekspresi Victor ketika ia menangis. Bagi mereka, itu terlihat lucu.

Lalu, Vienna datang dan tanpa aba-aba langsung menghajar salah seorang dari mereka hingga terjatuh.

"Pergi kalian! Berani-beraninya kalian mengganggu adikku!" seru Vienna.

"Akan aku laporkan kamu ke Ibu dan ayahku," ancam anak itu.

"Sebelum kamu melaporkanku pada kedua orangtuamu, aku akan lebih dulu melihatmu dan juga teman-temanmu tinggal dibalik jeruji besi," ucap Vienna dengan lantang.

Anak-anak itu terlihat ketakutan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk berlari pergi meninggalkan Victor yang masih menangis dan Vienna yang tak henti-hentinya menatap tajam ke arah mereka.

Vienna mendekat pada Victor yang masih terduduk di tepi sungai sembari menangis. Menyadari kehadiran kakaknya, Victor segera memeluknya.

"Mereka sudah pergi. Tak perlu khawatir. Dan aku akan mengumpulkan uang untuk membelikanmu sepeda yang baru. Jangan menangis," ujar Vienna sembari mengelus-elus kepala adiknya.

Victor mengira, kakaknya hanya bergurau dan supaya Victor berhenti menangis. Namun, Victor cukup terkejut ketika kakaknya benar-benar membelikan sepeda baru untuk dirinya.

•••

Setelah membersihkan rumah dan menunggu Beth hingga selesai makan, Zero menuju mall menggunakan sepeda. Jarak mall dari rumahnya tidak terlalu jauh. Mungkin akan memakan waktu sekitar 20 menit jika ia menggunakan sepeda dan kondisi lalu lintas tidak terlalu padat.

ZINEMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang