Oliver dengan cepat menahan lengan Dean yang hendak menghampiri kerumunan para zombie di hadapannya.
Sesaat setelahnya, terdengar teriakan minta tolong dari dalam sana. Dean yang yakin bahwa itu adalah suara kakaknya, segera menghempaskan tangan Oliver dengan kasar. Kemudian, ia berlari dan membunuh para zombie itu satu persatu.
Melihat Dean yang nekat, teman-temannya tidak bisa hanya berdiam diri di sana. Pada akhirnya, mereka pun menyusul Dean dan membantunya untuk membunuh para monster itu.
Tidak hanya pisau, anak-anak klub bisbol masih menggunakan tongkat bisbolnya sebagai alat perlindungan diri. Namun, sudah tidak sesering ketika mereka belum memiliki pisau.
Mereka membantai para monster itu tanpa henti. Berkat kerja sama yang baik, para zombie itu berhasil mereka kalahkan. Dan benar dugaan Dean, suara yang ia dengar adalah suara Drake, kakaknya.
Awalnya, Dean tidak mengenali kakaknya karena seluruh tubuhnya dipenuhi oleh lumuran darah zombie. Sebelum pada akhirnya Drake menyebut nama Dean, baru lah Dean mengenali bahwa orang itu benar-benar kakaknya.
Dean berlari menghampiri Drake. Mereka segera berpelukan. Drake mengacak-acak rambut adiknya yang sedikit lebih pendek darinya.
"Selamat ulang tahun, maaf karena telat mengucapkannya," ucap Dean.
Drake tersenyum. "Tidak masalah. Kita harus segera ke luar dari sini."
"Tapi, aku dan teman-temanku ke sini untuk mengobati tanganku." Dean mengulurkan kedua tangannya.
Drake terkejut ketika melihat luka-luka di kedua tangan adiknya. Namun, karena situasi yang tidak mendukung, mereka harus cepat-cepat pergi dari sana.
"Temanku membawa obat-obatan. Kita harus segera pergi dari sini," ucap Drake.
Dean pun menuruti kakaknya. Lalu, ia kembali menghampiri teman-temannya dan mengatakan pada mereka apa yang dikatakan oleh kakaknya. Mereka pun bergegas pergi dari sana bersama-sama.
Tidak hanya Drake yang berlumuran darah zombie, teman-temannya pun sama. Dean hampir tidak bisa membedakan antara mereka dengan zombie yang asli.
Ada banyak hal yang ingin Dean tanyakan pada Drake selagi dirinya tidak ada. Dean akan menanyakan semuanya nanti.
"Kita cari tempat berlindung lebih dulu untuk mengobati tanganmu," pinta Drake.
Mereka masih berada di area rumah sakit. Tiba-tiba, sekumpulan zombie berlarian dari dalam lobby menghampiri mereka.
Drake menyuruh Dean dan teman-temannya untuk pergi lebih dulu dan ia beserta teman-temannya akan menyusul.
Ketika hendak melawan para zombie yang mulai mendekat, siapa sangka bahwa para zombie itu melewati mereka begitu saja. Justru, para monster itu berlari mengejar Dean dan teman-temannya.
Drake dan teman-temannya pun merasa heran. "Kenapa mereka mengabaikan kita?"
"Mungkin karena lumuran darah ini. Para zombie itu mengira bahwa kita adalah kawanannya," sahut Zero.
"Itu artinya, lumuran darah zombie itu bisa melindungi kita dari serangan mereka!" seru Drake. "Ini penemuan bagus!"
"Seperti berkamuflase?" tanya Lev.
Drake dan Zero mengangguk dengan cepat. "Kau benar, Lev," balas Zero.
Tanpa membuang waktu lagi, mereka segera menyusul Dean dan teman-temannya yang masih terus berlari menjauhi sekumpulan zombie yang mengejar mereka.
Jack menemukan sebuah tempat berlindung. Tapi, mereka harus memanjat pagar kayu lebih dulu untuk masuk ke sana. Mereka pun membantu satu sama lain agar bisa memanjat pagar kayu yang cukup tinggi itu dengan cepat.
Setibanya di dalam, mereka pun menghela napas lega ketika berhasil menghindari sekumpulan zombie yang mengejar mereka. Para zombie di luar sana terus mendorong-dorong pagar kayu itu.
Drake sudah mengetahui di mana tempat persembunyian Dean dan juga teman-temannya. Lalu, Drake mengarahkan teman-temannya untuk masuk melalui pintu lain.
Setibanya di dalam, Drake segera menyuruh Dean dan teman-temannya untuk pergi dari sana dan mencari tempat lain untuk berlindung.
Jack dan Kendrick melihat ada sebuah rumah bertingkat yang cukup luas berada di ujung jalan. Mereka pun memberitahu hal itu pada yang lainnya. Akhirnya, mereka sepakat untuk pergi ke sana.
Setibanya di depan rumah itu, Jack membuka pelan pagar rumah yang sudah tidak terkunci. Mereka harus lebih waspada karena jika pagar rumah itu tidak terkunci, ada kemungkinan para zombie sudah berkeliaran di dalam sana.
Untuk mempersingkat waktu, Drake membagi tugas. Lev, Victor, dan Zero, memeriksa sisi rumah bagian kanan.
Rumah itu memiliki halaman yang begitu luas. Banyak dedaunan kering di sana. Meski hanya bertingkat dua, bagian dalam rumah itu ternyata tidak kalah luas dengan halamannya.
Sedangkan Drake, Caroline, dan Dean, memeriksa sisi bagian kiri rumah. Sementara Jack, Kendrick, dan Edgar memeriksa bagian dalam rumah. Oliver, Kenzo, Elvio, dan Vienna ikut bersama mereka memasuki rumah besar itu.
Oliver dan Kenzo memimpin di depan. Melihat jika Vienna tidak memiliki alat perlindungan diri apapun, Elvio memberikan tongkat bisbol miliknya pada perempuan itu. Vienna mengucapkan terima kasih.
Karena rumah itu memiliki dua lantai, akhirnya mereka memutuskan untuk berpencar. Jack, Kendrick, dan Edgar memeriksa lantai dua. Sedangkan Oliver, Kenzo, Elvio, dan Vienna memeriksa lantai satu.
Mereka terus memeriksa tiap sudut rumah itu. Tidak ada satu ruangan pun yang luput dari pengecekan mereka. Mulai dari kamar-kamar, dapur, gudang, ruang televisi, hingga kamar mandi, semuanya mereka periksa. Kolong tempat tidur pun mereka periksa, meski mustahil ada zombie yang berdiam diri di sana.
Setelah dirasa semuanya aman dan baik-baik saja, mereka pun berkumpul di lantai satu, begitu juga dengan kelompok Drake dan Zero.
Drake kembali menghampiri pintu untuk memastikan bahwa pintu itu sudah benar-benar tertutup. Karena rasa takut yang berlebihan, akhirnya mereka memutuskan untuk membuat sebuah barikade dari barang-barang di sekitarnya agar pintu itu bisa menahan dorongan dari para zombie.
Mereka pun duduk melingkar. Di luar sana, hujan kembali turun dengan deras. Gemuruh petir saling bersahutan. Rumah besar itu didominasi dengan warna coklat, menambah kesan menegangkan di tengah-tengah derasnya hujan.
Drake meminta obat-obatan pada Caroline untuk menangani luka-luka di tangan adiknya, Dean. Dean sesekali meringis ketika Drake mengobati tangannya.
"Orang tua kita." Dean menggantung kalimatnya.
Drake menatap Dean. Ia memberhentikan sejenak kegiatan mengobati tangan adiknya. "Mereka kenapa? Mereka baik-baik saja, 'kan?"
Dengan mata yang berkaca-kaca, Dean menggelengkan kepalanya. "Mereka sudah tiada. Mereka berubah menjadi zombie dan aku yang membunuhnya."
Tangis Dean kembali pecah. Dadanya benar-benar terasa sesak ketika kembali teringat pada kejadian beberapa waktu lalu. Perasaan bersalah masih menyelimuti hati kecilnya.
Drake mencoba menenangkan adiknya. Ia paham betul bahwa yang dilakukan Dean adalah tindakan yang memang seharusnya dilakukan. Namun, hal itu sulit diterima oleh Dean. Dean terus menerus menyalahkan dirinya atas peristiwa itu.
"Bunuh diri sempat terlintas di pikiranku setelah kehilangan mereka. Aku sempat putus asa. Aku pikir, kau sudah berubah menjadi zombie sama seperti mereka. Lalu, untuk siapa aku hidup? Tapi karena teman-temanku mengatakan hal-hal baik, aku mengurungkan niatku," ucap Dean seraya menundukkan kepalanya.
Drake tidak mampu untuk membalas ucapan adiknya. Ia segera memeluk Dean. Menyalurkan ketenangan pada adik kesayangannya itu. "Kau tega ingin meninggalkanku sendirian? Jangan takut, sekarang aku ada di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
ZINEMA
Mystery / ThrillerGENRE : THRILLER - ZOMBIE ⛔ DILARANG KERAS PLAGIAT ‼️ Tiga anak remaja pergi ke bioskop setelah ujian sekolah berakhir. Di tengah menikmati film, tanpa mereka sadari di luar sana telah terjadi kekacauan besar yang sangat mengerikan. Di mana, sebuah...