09. Survive or Die?

261 112 90
                                    

Karena Lev merasa panik setengah mati, ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Tidak sengaja lengannya menyenggol tempat tisu di sampingnya. Para monster yang berada di luar pun langsung menggedor-gedor pintu toilet di mana Lev berada. Lev bangkit dari duduknya, ia menahan sekuat tenaga agar pintu itu tidak terbuka.

Suara gaduh yang ditimbulkan oleh satu zombie, memancing zombie lain mendekati area toilet.

Caroline mengambil keputusan sepihak demi menyelamatkan Lev. Ia ke luar dari bilik persembunyiannya lalu mengarahkan busur panahnya pada zombie itu. Tepat sasaran. Mengenai kepala zombie tersebut. Zombie itu terkapar di lantai toilet.

Pandangan Caroline tertuju pada pintu masuk toilet. Banyak sekali zombie yang mendekat ke arahnya akibat suara gaduh tadi. Cepat-cepat ia kembali masuk ke bilik toiletnya lalu menguncinya rapat-rapat.

Zombie itu sempat berkontak mata dengan Caroline. Kini, bilik Caroline yang menjadi sasaran empuk dari zombie itu. Kericuhan dari satu zombie itu, memicu zombie-zombie lain untuk mengelilingi bilik toilet di mana Caroline berada.

Caroline dengan cepat pindah ke bilik Victor yang berada di sebelahnya. Karena ia tahu, jika pintu bilik itu tidak mungkin dapat menahan amukan dari para monster yang semakin menggila. Ia merangkak melalui sela-sela kecil yang menjadi pembatas antara bilik satu dengan bilik yang lain.

Victor meraih tangan Caroline agar perempuan itu bergerak lebih cepat sebelum pintu bilik toiletnya benar-benar rusak.

Drake yang mendengar suara kegaduhan dari para monster yang menggila, menaiki kloset untuk melihat situasi di luar bilik toiletnya. Betapa terkejutnya Drake ketika melihat seluruh penjuru toilet benar-benar dipenuhi zombie.

Drake melihat stok busur panahnya. Jika ia memanah para zombie itu, busur panahnya akan habis, sedangkan perjalanan mereka masih sangat panjang.

Tapi, jika ia tidak membunuh zombie-zombie itu dengan cara apapun, alias hanya berdiam diri di dalam bilik toilet, mereka akan terjebak di dalam toilet hingga waktu yang tidak bisa diperkirakan.

Drake memutar otaknya. Mencari ide disaat-saat darurat seperti ini memang tidaklah mudah. Jikalau ia salah mengambil langkah, keselamatan teman-temannya akan menjadi taruhannya.

Drake terus memperhatikan para monster itu dari atas. Semuanya menuju ke bilik di mana Caroline berada. Drake sudah tahu jika Caroline pindah ke bilik sebelahnya. Sekarang pintu bilik Caroline sudah benar-benar hancur akibat ulah para monster itu.

"Sial, otakku benar-benar tidak berfungsi. Apa yang harus aku lakukan?" Drake frustasi.

Jikalau toilet tidak benar-benar dipenuhi oleh para monster yang kelaparan itu, Drake sudah melempar tempat tisu agar para zombie itu teralihkan. Lalu, ia akan masuk ke salah satu bilik toilet di sisi kanan untuk bergabung bersama teman-temannya di sana. Setelah itu, mereka akan membahas rencana selanjutnya. Tapi, sayangnya kenyataan tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan.

"Tapi, jika belum dicoba, aku tidak akan tahu apa hasilnya," ujar Drake.

Drake menghela napas kasar. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa idenya akan berjalan dengan baik. Lengannya meraih sebuah tempat tisu yang terbuat dari besi. Sekuat tenaga ia melepaskan tempat tisu itu.

Setelah selesai, ia menggenggam erat tempat tisu isu. Ia memejamkan matanya bersamaan dengan jantungnya yang berdegup kencang. Ia kembali meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang akan ia lakukan pasti berhasil.

Matanya melihat ke sekeliling. Para monster itu tampak tenang karena tidak ada suara yang memicu mereka menjadi agresif.

"Lev! Aku akan bergabung denganmu! Tolong jangan kunci bilik toiletnya. Namun, cepat tahan pintunya!" Drake berseru.

Para monster itu mengeram ketika mendengar suara Drake. Namun, mereka tidak menyerang karena tidak ada yang mereka lihat kecuali sesama zombie yang lain.

Drake mengambil ancang-ancang untuk melemparkan tempat tisu yang ia genggam ke arah pintu masuk toilet.

Drake tahu, ia hanya memiliki jeda waktu sepersekian detik setelah ia melempar tempat tisu itu untuk mengalihkan para monster tersebut. Setelah itu, ia harus bergegas masuk ke bilik toiletnya Lev.

Lev menuruti apa yang dikatakan oleh Drake. Meski ia sendiri tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh teman barunya itu. Lev berdiri membelakangi pintu bilik toiletnya. Mencoba menahan sekuat mungkin jikalau para monster itu secara tiba-tiba mencoba mendobraknya.

"Satu... Dua... Tiga..." Drake melempar tempat tisu itu sejauh mungkin.

Suara yang ditimbulkan memang tidak besar. Tapi, hal itu cukup menarik perhatian bagi para monster tersebut.

Zombie-zombie itu berlari menghampiri asal suara. Cepat-cepat Drake membuka kunci pintu bilik toiletnya dan bergegas lari menuju bilik toilet tempat Lev berada.

Drake mendorong sedikit keras pintu bilik toilet itu. Lev tersungkur pelan. Drake berhasil mengunci kembali pintunya sesaat sebelum para monster itu melihat dirinya.

"Maaf karena tidak sengaja mendorongmu. Aku terlalu panik." Drake merasa bersalah.

Lev tersenyum. "Tidak apa-apa."

"Kau menangis, ya?" tanya Drake ketika melihat mata Lev yang lembab.

Lev menundukkan pandangannya lalu mengangguk pelan.

"Zombie-zombie itu hampir masuk ke sini," jelas Lev.

Drake menepuk pelan pundak Lev, lebih tepatnya teman barunya itu agar Lev merasa sedikit tenang.

Lev tersenyum tipis. "Terima kasih."

Zero mendekatkan dirinya ke bilik toilet Lev yang berada di sampingnya. Ia berbicara, namun seperti berbisik.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Zero dari samping.

"Untuk siapa kau bertanya?" sinis Drake. "Ada dua orang di sini."

Zero mengerutkan keningnya. "Sejak kapan kau ada di sana, Drake?"

"Sejak tadi," tutur Drake.

Lev tertawa kecil melihat perdebatan antara Zero dan Drake.

"Oh, begitu. Baiklah, pertanyaan tadi untuk kalian berdua," jelas Zero.

"Aku baik." Drake melirik Lev agar segera menjawab pertanyaan Zero.

"Aku pun sama," sahut Lev.

"Selanjutnya, apa yang akan kita lakukan?" tanya Zero.

"Aku lapar," ujar Drake.

Zero segera menurunkan tas dari punggungnya. Ia mengeluarkan beberapa makanan dan minuman, lalu ia membagikannya sama rata kepada teman-temannya.

Zero memberikan dua roti dan minuman kaleng untuk Victor dan Caroline. Lalu, ia juga memberikan dua bungkus biskuit berukuran sedang dan minuman kaleng untuk Lev dan Drake.

Mereka belum memikirkan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Mereka masih tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Mereka kira, zombie-zombie itu hanya ada di film-film. Tidak pernah terlintas di pikiran mereka bahwa mereka akan hidup berdampingan bersama para monster itu.

Mereka hanyalah pelajar yang tidak tahu apa-apa selain belajar dan belajar. Bertahan hidup dari monster tidak pernah mereka pelajari di sekolah. Namun, saat ini mereka benar-benar harus melakukannya. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga demi orang tersayang.

ZINEMA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang