Yuhu! Kemarin lumayan rame ygy. Kuy ramein lagi, hehe. Happy reading😘
***
Deon berjalan cepat mengejar Ivena yang sudah melangkah lebih jauh di depan sana. Ivena seperti tengah menelepon seseorang, entah siapa itu, Deon tak peduli. Yang jelas saat ini ia hanya ingin berbicara dengan Ivena.
Tiba di dekat Ivena, Deon langsung meraih tangan gadis itu, menariknya hingga Ivena menghadapnya. Dapat Deon lihat kalau Ivena terbelalak kaget dengan tindakannya.
“Lepasin! Saya mau pulang!” seru Ivena.
“Jawab dulu pertanyaan saya, baru saya lepas. Kenapa kamu begini?”
Ivena mendengkus. Ia membuang muka. “Oke! Saya tau kalau cuma bocah yang ditampung sama Om Deon karena kasian! Saya udah ngerepotin, iya tau, maaf! Saya emang nggak tau diri kok! Udah denger jawaban saya kan? Lepas sekarang!”
Kalimat panjang Ivena membuat Deon mematung seketika. Memanfaatkan keterdiaman Deon, Ivena langsung melepaskan cengkeraman tangan Deon pada pergelangan tangannya.
“Iv ...” lirih Deon. Seketika sadar kalau omongannya tempo hari pasti membuat Ivena sakit hati. Duh, mulutnya memang terkadang tidak difilter.
Deon kembali mengejar Ivena. Terlihat gadis itu hendak masuk ke dalam mobil, sepertinya dijemput oleh supir pribadinya.
“Iv ... sebentar!” tahan Deon.
Ivena tetap masuk ke dalam mobil. Sebelum menutup pintu, ia menatap Deon dengan sorot kecewa. “Ternyata semua orang sama aja, saya pikir Om Deon bakal beda sama Mama-Papa saya, ternyata sama. Nggak ada orang yang baik.”
Deon tersentak. Ia tak bergerak barang sedikit pun saat Ivena menutup pintu mobil lalu pergi dari hadapannya.
Kini Deon sadar kalau ucapannya cukup keterlaluan. Padahal, kalau ia mau jujur dengan dirinya sendiri, ia senang ada Ivena di rumahnya, membuat suasana tidak terlalu sepi. Namun, egonya yang tinggi menolak untuk mengatakan kalau ia senang dengan kehadiran Ivena.
“Gue kenapa?” gumam Deon.
Harusnya ia tidak perlu merasa sekalut ini hanya karena Ivena pergi dan tak lagi peduli. Bukankah ini yang ia inginkan? Namun, ia malah merasa sebaliknya, tidak ingin Ivena pergi. Mengapa begitu? Apakah hanya karena agar rumahnya tidak sepi?
Deon tahu kalau pengalamannya dengan wanita benar-benar nol. Bingung, ia memutuskan untuk menelepon seseorang yang memiliki jam terbang tinggi di dunia perwanitaan. Siapa lagi kalau bukan Pras?
“Pras, lo udah di rumah?” tanya Deon saat panggilan sudah tersambung.
“Hm.”
Deon beranjak masuk ke dalam mobil. “Gue ke sana, ya? Mau curhat.”
“Ya, ke sini aj—”
“Mas! Itu Alva minta bikin susu dari tadi loh! Ini aku masih repot!” teriak Naila dari seberang sana, Deon sampai harus menjauhkan ponsel dari telinganya.
“Iya, sebentar, Sayang!”
“Itu anak lo minta bikin susu, bikinin dulu sana,” ujar Deon.
“Hm. Gue tutup teleponnya, takut diamuk nyonya rumah kalau nggak dituruti.”
Panggilan langsung terputus, lebih tepatnya Pras yang menutup lebih dulu. Deon menggeleng heran. Kalau sudah berurusan dengan Naila dan Alva, Pras menjadi siap siaga. Akhir-akhir ini bahkan Deon melihat tanda-tanda SSTI pada Pras alias suami-suami takut istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seducing The Hot Police (TAMAT)
Romance"Pak Polisi! Jomblo nggak?" Deon mengangkat alisnya, raut wajahnya menunjukkan kebingungan. "Kalau jomblo sama saya aja, yuk!" Deon terbelalak. Ia langsung berbalik dan meninggalkan Ivena. Dasar bocah sinting! "Pak Polisi! Kok kabur?! Tungguin saya...