Part 54: Gambit

61 5 0
                                    

Jangan lupa vote and comment nya ya

Terima kasih

***

'Dan ulang tahun kakek berakhir begitu saja, mengkhianati kekhawatiranku selama ini.'

It's nonsense

Karena dua minggu kemudian, Dewan Direksi mengadakan rapat mendadak menganggapi Kean yang akan dicanangkan sebagai penerus La-Gufta mulai menyebar di seluruh kantor. Ditambah pewaris La-Gufta yang sedang menjalin asmara bersama 'anak haram keluarga Polliton' juga menjadi syok terapi tersendiri setelah melihat tingkahku dan Kean di pesta. Rapat yang akan diagendakan tiga hari kemudian itu, membuat suasana kantor kacau.

Sementara aku diliputi kecemasan, Kean masih dengan santai menyeruput kopinya dengan senyum masih setia mengembang di bibirnya. Melihat itu, dengan cepat alisku berkerut menyaksikan Kean seperti tak terpengaruh sedikitpun dengan berita yang barus saja aku sampaikan.

"Pak, apa anda mendengar saya?" ucapku, takut-takut jika Kean tidak mendengar kabar menggemparkan yang baru saja aku berikan padanya. Meskipun aku sudah menduga kejadian ini akan terjadi cepat atau lambat, tapi aku tak mengira dewan direksi akan bereaksi secepat ini.

"Mmm," balas Kean, dan kembali menyeruput kopi hitam yang baru saja aku taruh dimejanya saat ingin melaporkan bad news yang menjadi topik hangat di kantor. Bahkan pegawai kantin kantor pusatpun sudah mendengar kabar ini dan ketar ketir melihatku yang tadi sempat menongolkan wajah membeli sandwich untuk brunch bersama Mbak Alya.

"Tenanglah, Micha. Saya sudah menyiapkan amunisi untuk menghadapi mereka semua," jawab Kean saat wajahku berkerut cemas.

Aku menatap Kean, mencari kesungguhan dibalik kata katanya yang sekilas lewat itu, berhubung aku sering melamun karena masalah ini, aku tidak bisa mempercayai pendengaranku.

"Anda yakin?" tanyaku tak yakin.

Kean hanya menganggukan kepala dan meregangkan sedikit badannya yang sudah lelah karena seharian ini kami hanya bekerja di balik meja. Dengan pandangan meragukan, aku menatap Kean yang ada didepanku. Lalu Kean meraup tanganku yang sedang memegang baki, dan menepuknya lembut sambil berbisik 'tenang saja' yang membuatku lebih rileks dari sebelumnya.

"Jika bapak butuh bantuan, saya siap membantu kapan saja," jawabku akhirnya setelah beberapa saat melihat Kean yang sepertinya memang sudah memiliki rencana yang matang untuk masalah ini.

"Kamu sudah melakukannya," tutur Kean dan membuat alisku sukses berkerut untuk kesekian kalinya.

Aku mengerutkan wajah, bingung. Kean terkekeh geli dan lalu berdiri dari posisinya. Melangkah kearahku yang dengan setia mengikut setiap gerakannya.

"Dengan kelancaran pembangunan hotel dan galeri yang saat ini sedang berjalan, kamu sudah melakukan lebih dari cukup." Jawab Kean melihat wajah bingungku semakin dalam sedangkan dia hanya menatapku dengan penuh senyum.

"Micha, dengar. Mereka meragukan kemampuanku dari awal, semua tetua pikun itu memang tidak pernah membiarkanku mengambil hakku dengan mudah. Karena kamu hadir, mereka punya alasan lebih kuat sekarang." Jelas Kean sambil menggengam jemariku di tangannya yang besar dan hangat itu.

"Karena itu, aku jadi lebih cemas..."

"Ssttt," Kean memotong ucapanku dan menaruh baki yang sedari tadi masihku pegang di atas mejanya.

"Aku hanya perlu membuktikan bagaimana hebatnya kerja sama kita berdua. Mereka hanya harus membuka mata mereka, kalau yang mereka hadapi bukan sembarang orang. Jadi kamu nggak perlu terlalu khawatir seperti sekarang." Lanjut Kean, sambil sedikit memperbaiki tatanan rambutku yang sudah mulai mencuat kemana mana.

MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang