Jangan lupa vote and comment nya ya.
Saran dan dukungan pembaca sangat berarti bagi penulis.
Merci,
Chocomellow.
***
Kepalaku terasa kosong. Aku mengerjap menyesuaikan visiku. Melihat langit langit putih dan tirai putih yang mengelilingiku. Ah, apakah aku di rumah sakit?
"Mbak? Lo udah bangun?" tirai putih di sekelilingku ditarik oleh Edra. Dia masuk diikut Mbak Alya dibelakangnya
"Gue dimana Dra?" Aku bangun, mendudukan diriku di atas ranjang.
"Lo di IGD. Lo demam, dan jatuh pingsan," dia melihat jam di pergelangan tangannya, "udah lebih dari lima jam lo pingsan mbak." Kekehnya melihatku yang menatapnya dengan wajah kuyu.
"Gue nggak tau apa gue bangun dari pingsan atau bangun dari tidur. Gimana persiapannya?" tanyaku pada Edra yang menarik kursi di sebelah ranjang. Sedangkan mbak Alya mengambilkan botol air minum di sebelah tasku yang ada di meja disamping ranjang.
"Minum dulu," sodor mbak Alya. Setelah meminum setengah dari air mineral yang disodorkan Mbak Alya. Aku merasa segar.
"Terima kasih mbak". Dan kembali meletakkan botol air mineral di meja.
"Biar Dira sama Timy yang urus sisanya. Lo diminta istirahat sama Pak Kean." Ucap Edra. Lalu dia mengeluarkan ponselku yang mungkin tadi ikut terjatuh saat aku pingsan.
"Kean marah marah sama Dira dan Timy, karena biarin lo yang handle semuanya sendiri. Jadi biar mereka tau rasa. Udah sekarang lo istirahat, nikmati aja akhir hari ini. Besok lo bakal sibuk lagi pas acara mulai." Komentar Mbak Alya yang duduk di ranjangku.
"Iya mbak. Thanks ya udah bawa aku kesini." Aku menundukan kepala karena malu. Mereka harus mengurusku padahal mereka berdua juga sibuk untuk pembukaan galeri.
"Padahal kalian juga sibuk buat launching galeri baru." Aku menatap Edra dan Mbak Alya bergantian, menyampaikan permintaan maaf karena mengganggu pekerjaan mereka.
"Eh jangan salah paham, Pak Kean yang tadi angkat lo dan langsung bawa lo kesini. Lo harusnnya merasa terhormat karena CEO kita yang dingin itu angkat lo dengan wajah penuh kecemasan ke sini. Ditambah lagi tadi dokter bilang lo kurang istirahat sama dehidrasi. Lo kalau liat tampang dia tadi, pasti lo nggak bakal nyangka. Gue aja sama Edra yang jadi saksi mata sampe ketawa cekikikan liat wajahnya yang kalut." Mbak Alya terkekeh membayangkan reaksi Kean yang berlebihan.
"Iya Mbak. Gue seumur umur kerja sama Pak Kean, belum pernah tuh liat dia kayak tadi. Biasanya dia pasang tampang sangar dan susah didekati. Terus kerjaannya juga marah marah mulu. Ditambah lagi, dia jagain lo sampai kami datang." Seloroh Edra.
"Dan lo tau apa yang lebih menarik?" tanya Mbak Alya yang langsung kusuguhi dengan tampang bego-bengong ku. Karena jujur aku tak paham sama sekali bahasa alien mereka yang makin ngacok.
Kean cemas?
Apa dia kesurupan setan penunggu galeri seni?
"Jelas-jelas pas kami sampai tadi, suasana hati Pak Kean lagi down. Dari raut wajahnya aja keliatan dia lagi menahan marah. Eh, pas lo menginggau panggil nama dia, raut wajahnya langsung berubah neng, sumpah. Gue nggak pernah liat dia menatap perempuan kayak gitu." Lanjut Mba Alya yang semakin bersemangat melihat tampang cengokku.
"Emangnya dia menatap gue gimana?" tanyaku dengan nada tidak penasaran sama sekali dengan jawaban dari Mba Alya.
"Mmm, gimana jelasinnya ya....." Mbak Alya berfikir sebentar, sebelum dia menjawab "... hangat."
Aku hanya mendengus dalam hati, mana mungkin laki-laki iblis itu menatapku hangat. Sudah jelas aku adalah musuh paling diincar oleh Kean.
"..." aku hanya diam, tak menjawab kata Mbak Alya.
Mbak Alya langsung mengganti topik saat melihatku hanya terdiam, canggung dengan jawaban Mbak Alya yang tak dapat dipecaya meski dunia runtuh sekalipun.
"Lo nggak usah cemasin masalah acara besok. Semua udah di urus. Persiapan buat launching galeri juga udah selesai kok, tinggal eksekusi aja besok. Jadi lo nggak usah cemas. Ok!" Aku menganggukan kepala dan tersenyum lemah menjawab Mbak Alya.
"Ya udah. Lo udah boleh pulang kalau cairan infus lo udah habis. Administrasinya juga udah di urus sama Pak Kean. Jadi nanti lo tinggal pulang aja. Nggak papah kan gue sama Edra tinggal lo sendirian disini. Kami harus balik ke kantor lagi."
"Ya mbak, nggak masalah kok. Gih, sana. Keburu magrib." Setelah mbak Alya dan Edra pergi aku memilih tiduran lagi sambil mengotak atik ponsel yang ada di genggaman tanganku. Ada pesan dari Raka dan juga Dimas. Menanyakan keadaanku.
Aku langsung men-chat Raka untuk menjemputku di Rumah Sakit. Dan kembali tidur.
***
Sejak Kean sering memanggilku Micha, mimpi buruk itu berkembang menjadi lebih keji. Kenyataan yang sampai sekarang masih belum dapat aku terima. Membuat rasa percaya diriku terombang ambing diujung tanduk.
Aku mengusap wajahku karena perasaan tertekan yang mulai menggerogoti pikiranku. Raka menghubungiku saat pikiranku sedang kusut. Ternyata adikku itu sudah sampai di lobi. Raka menjemputku dengan motornya. Kebetulan mobilku masih di basemen kantor. Apalah daya, aku terpaksa menerima keadaan berkeliling kota di malam hari dengan motor balapnya.
"Buka jeket lo!" Perintahku pada Raka yang baru sampai di depan rumah sakit.
"Ya elah mbak, main suruh buka buka aja. Liat tuh, orang orang pada liatin kita gara gara suara lo yang kelewat kencang. Nggak sekalian aja lo teriak minta gue buka baju." Ucapnya sambil membuka jaket kulitnya yang berwarna hitam. Ini sudah larut. Dengan kondisi fisikku saat ini, aku takut tubuhku akan drop lagi karena angin malam.
Raka menyerahkan jaket kulitnya padaku. Aku langsung memakainya. Jaket Raka menenggelamkan tubuhku. Pada dasarnya tubuhku yang terlalu kecil jadi aku terlihat tenggelam dalam jaketnya. Sementara aku mengancingkan jaket, Raka memakaikan Helm di kepalaku.
"Oke, kuy. Gue udah lapar nih. Kita ke tempat makan biasa. Gue juga pengen berendam air panas dan tidur puas sampai besok pagi." Ucapku sambil naik ke motor Raka. "Pegangan" katanya. Saat aku sudah duduk nyaman di atas motornya.
Raka menstarter motornya. Kemudian aku memeluknya dari belakang dengan erat. Karena gaya Raka bawa motor sudah kayak Anak SMA yang kurang di peluk sama ceweknya. Suka ngebut dan ngerem mendadak. Begitu motor Raka melaju, kami berbaur dengan pengendara lainnya. Hah, segarnya.
***
Terima kasih atas dukungan dan kontribusi pembaca
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
RomanceHai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusat dan bekerja sebagai sekretaris dari bos lucknut. Keano Adrana Shagufta. Pria bengis. Berhati dingin. Si Perfeksionis yang minta di di kun...