Jangan lupa vote and commennya ya
Terima kasih.
***
Makan malam yang heboh karena ulahku akhirnya berakhir. Aku menghembuskan nafas lega setelah melihat Oro kembali ke alamnya. Yaitu taman yang juga di jadikan tempat bernaungnya Oro selama ini. Terdengar dengusan geli dari Kenrick yang masih membayangkan kejadian memalukan yang aku lakukan terhadap Kean. Betapapun sangarnya preman-preman yang sempat merampokku, belum pernah sekalipun aku memeluk seseorang karena takut. Dan jujur saja, saat itu aku bergantung di leher Kean seakan pegangan hidupku akan putus jika aku tak melakukannya.
Kakek memperhatikan dengan ekspresi datar. Begitu juga dengan papa Kean. Sekarang aku tahu, dari mana ekspresi dingin Kean berasal. Buah memang jatuh tak jauh dari pohonnya. Mungkin karena melihat kedua orang tua itu yang minim ekspresi, maka watak seperti itu juga terbentuk pada Kean. Aku menoleh kearah Kenrick yang saat ini menyesap tehnya. Dia terlihat lebih baik dari Kean. Setidaknya dia sering tersenyum, meskipun itu senyum untuk mengejek kebodohanku. Keramahannya ini sama dengan mamanya.
"Kenapa kakek membiarkan Oro bergentayangan di rumah, apalagi malam-malam begini?" tanya Kean tidak setuju dengan tindakan kakek yang sepertinya baru kali ini beliau lakukan.
Dari yang aku dengar, Oro biasanya di biarkan berkeliaran di taman. Yang juga disediakan hutan dan kandang khusus untuknya. Tapi khusus malam ini, entah apa yang direncanakan kakek. Oro dibiarkan berkeliaran begitu saja di dalam rumah. Walaupun dia tidak mengacak atau mencakar perabotan kayu di dalam rumah. Namun, tetap saja. Tingkahnya yang bak raja hutan itu menakutkan semua orang. Kecuali kakek dan keluarganya.
Aku bisa melihat beberapa pelayan yang sepertinya masih belum terbiasa dengan Oro. Bagaimanapun mereka meyakinkan kami bahwa dia hanya kucing hutan. Tetapi Oro terlalu menakutkan sebagai kucing peliharaan yang dikenal imut dan menggemaskan. Oro lebih seperti binatang buas yang siap mengintai mangsanya. Dan lebih berbahayanya lagi, aku merasa dia sangat suka menggangu orang lain. Semakin takut seseorang dengan kehadirannya, semakin bersemangat dia untuk bermain dan menjahilinya. Itu juga yang terjadi padaku beberapa saat yang lalu.
"Kenapa? Apa kamu menuduhku sengaja melepaskannya untuk mengganggu makan malam kita?" tanya kakek dengan ekspresi datar. Aku tak bisa menebak tujuan dia melakukan itu.
Apakah dia tak menyukaiku? Karena itukah dia melepaskan kucing buasnya itu?
Jika memang seperti itu, aku benar-benar tertipu dengan raut wajah bersahabat kakek saat menyambutku. Jika seperti ini akhirnya, harusnya aku meningkatkan kewaspadaanku.
"Kamu melakukannya dengan sengaja, itu sudah jelas terlihat dari caramu bertindak sekarang." Balas Kean tak kalah dingin.
Kurasa hubungannya dengan kakek masih belum baik. Aku menatap Kean khawatir. Apakah hubungannya dengan kakek akan semakin renggang karena kejadian malam ini? Dari tindakan kakek, terlihat sekali jika dia tak menyukaiku. Bahkan dia tak menghargai kedatanganku. Aku merasa seperti itu karena tindakannya yang membiarkan Oro berkeliaran seenaknya.
"Hahaha," terdengar suara tawa kakek yang menggema di ruang tamu. Ruang tamu yang terkesan mewah ini sekarang terasa lebih menyeramkan karena tawa aneh yang keluar dari orang tua yang dingin dan memancarkan martabat dan otoritas mutlak itu.
"Apa kamu tahu? Aku benar-benar terhibur melihat hubungan kalian," jawab kakek dengan santai. Aku menghela nafas kesal melihat kakek menganggap kemarahan Kean dan kejengkelanku hanya sebagai hiburan.
"Dia memang tak pernah berubah," gumamku. Dan Kean menoleh mendengar guman tak berdayaku.
Kean menatapku dalam. Dan menggenggam tanganku erat. Memberikan dukungan untuk menyelesaikan pertemuan ini dengan mulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
RomanceHai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusat dan bekerja sebagai sekretaris dari bos lucknut. Keano Adrana Shagufta. Pria bengis. Berhati dingin. Si Perfeksionis yang minta di di kun...