Dimas bersiul dengan riang ketika memasuki kantor kami di lantai 30. Dengan senyum mengembang sempurna, ditambah lesung pipi yang membuat senyumnya lebih manis dari permen kapas. Sementara suasana kantor yang telihat sibuk, Dimas melangkah dengan ringan.
"Selamat siang semua," ucap Dimas lengkap dengan lambaian tangan, dan kedipan mata pada Dira yang terlihat terpesona dengan senyum manis ala Dimas.
Aku yang saat itu sedang mendiskusikan pekerjaan dengan Mba Alya melirik Dimas dengan bingung. Belum sempat kalimat tanya bergema di lantai itu melihat sikap Dimas, laki-laki itu sudah bersuara terlebih dahulu.
"Micha, bos setan ada di ruangannya kan?" aku mengangguk mendengar perkataan Dimas, dan begitu jawabanku memuaskannya, laki-laki itu melangkah ke dalam ruangan Kean semakin riang. Tapi beberapa langkah berlalu, pria itu memutar tubuhnya dan memberikan senyum secerah mentarinya, "saya punya kabar baik untuk kalian semua," ucapnya dan kembali melangkah untuk mengunjungi Kean di ruangannya tampa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai 'kabar baik' apa yang ingin pria gila itu sampaikan.
Mbak Alya menoleh kearahku, bertanya apakah aku tahu apa yang sedang terjadi siang bolong begini. Tentu saja aku hanya menggelengkan kepalaku tak tahu menahu dengan apa yang terjadi. Beberapa hari ini kami sibuk dengan banyak hal. Mulai dari pembangunan hotel dan galeri di Bali. Persiapan untuk rapat dengan dewan direksi sesi dua yang akan diadakan seminggu lagi. Tak ada waktu untuk bermalas malasan karena saat ini lantai 30 dalam status 'siaga' bencana.
Setelah berdiskusi sebentar dengan Mbak Alya, aku melanjutkan tugasku menuju pantry. Menyiapkan minuman dan biskuit untuk dua orang yang masih berdiskusi dengan serius diruangan Kean.
Begitu aku masuk, dua orang pria dewasa dengan ukuran badan yang tak beda jauh itu masih sibuk dengan beberapa berkas didepan mereka. Dan tampa memperdulikanku. Aku pun memilih untuk undur diri setelah menyerahkan kopi dan biskuit di meja. Tapi sebelum sempat aku melangkah keluar, Pak Myer sudah terlebih dahulu mengetuk pintu ruangan Kean dan melangkah ke dalam.
"Pak, ada sedikit masalah dengan pembangunan di Bali," ucapnya dengan sedikit nada cemas.
Aku menoleh pada Pak Myer ketika mendengar laporannya. Kean dan Dimas saling lirik sebentar, dan kemudian mengangguk setuju. Kean, Pak Myer dan Dimas berdiskusi sebentar, sementara aku memilik keluar.
***
Rapat Dewan Direksi akan diadakan pagi ini. Kami melangkah ke ruang rapat diikut tim Pak Myer yang hari ingin ikut serta. Terlihat keramaian di depan ruang rapat sebelum rapat diadakan. Beberapa Dewan Direksi terlihat masih mengobrol satu sama lain didepan ruang rapat. Sebagian yang lain memilih duduk dan berdiskusi sebelum rapat dimulai. Dengungan terdengar bahkan dari ujung lorong menuju ruang rapat.
"Mereka sangat suka berkicau," sindir Kean yang membuat semua orang yang mengikutinya dari belakang terkekeh pelan. Kami sangat sadar betapa riuh dan ributnya mereka. Seolah olah pasar malan diselenggarakan di ruangan ini, saat ini.
"Tenanglah pak. Mereka akan keluar dengan muluh seolah olah tertempel dengan lekat." Ucapku mengikuti langkah Kean kearah kerumunan yang tampaknya tak memperhatikan kehadiran kami.
Begitu mendekat, kami juga melihat papa dan kakek Kean yang juga baru akan masuk ke dalam ruang rapat. Papa Kean mempunyai bisnis sendiri, jadi statusnya di La-Gufta adalah sebagai salah satu pemegang saham. Karena itu, kakek mengangkat Kean menjadi penerus selanjutnya.
Rapat dimulai dengan lebih tenang dari pada sebelumnya. Bapak Jaris di berikan kesempatan terlebih dahulu untuk menyampaikan visi dan misinya. Beberapa hal yang sudah diduga juga menjadi alasan rapat ini lebih seperti persidangan, apa lagi terkait masa SMA Kean yang memang kelam. Sebagai saksi mata, untuk kedua kalinya aku mengatakan yang sebenarnya ke dewan direksi. Meskipun tak semua dewan direks percaya, tapi beberapa diantara mereka yang juga handir saat 10 tahun lalu masih dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi.
Bagi Kean, menghadapi dewan direksi sama halnya dengan menghadapi para hyena yang berusaha mengambil hewan buruan yang telah susah payah dia tangkap.
"Sebelum saya mulai, saya ingin menyampaikan sesuatu," ucap Kean memulai gilirannya.
Kean memulai sesinya dengan lebih ringan dari yang aku harapkan. Dia menerangkan apa saja yang sudah dicapainya, termasuk rencana pembangunan hotel dan galeri di Bali yang hanya di ketahui beberapa kalangan saja. Peningkatan penjualan dan kenapa kesepakatan dengan Tech Care lebih menguntungkan dibandingkan dengan WFe Grup. Aku juga sempat menyerahkan surat yang menyatakan bahwa WFe Grup resmi menjadi 'mantan distributor' nya La-Gufta.
Pada akhirnya, Bapak Abrisam Polliton lebih memilih mengambil tanah itu dan mengeluarkanku dan Raka dari daftar keluarga. Artinya tak ada lagi nama Polliton sebagai nama belakangku.
"Tapi sayangnya, saya baru saja menangkap salah satu ekor tikus yang bermain di wilayah saya," ucapan Kean kembali menarikku kembali ke ruang rapat yang terasa semakin panas. Karena Kean memulai sesi introgasinya.
Beberapa hari yang lalu, terjadi masalah pembangunan yang seperti disengaja atau lebih tepatnya dibuat buat untuk menunda proses pembangunan hotel yang memang direncanakan rampung tahun ini.
Dimas yang kebetulan masih berdomisili di Bali juga membantu untuk mencari informasi mengenai siapa dalang yang menghambat proses pembangunan La-Gufta. Salah satu keungulan bekerja sama dengan Dimas, perusahaannya juga punya guild informasi sendiri untuk kasus kasus tindak kejahatan bagi para investor dan penggunannya. Ini juga yang membuat Kean lebih tertarik bekerja sama dengan Tech Care. Dan ini juga yang membuat Dimas bersiul tampa henti siang itu, karena dia mendapat tangkapan besar dari ulah Bapak Jaris yang tampaknya sengaja melakukan hal-hal curang untuk membuat pembangunan di Bali berantakan.
Dan salah satu foto dari rekaman CCTV di sekitar memperlihatkan kepala sekretaris Bapak Jaris. Semua orang yang memang sudah mengenal bagiamana permainan Jaris tampak tak ambil pusing, tapi yang lain terlihat sedikit terganggu dengan kabar ini.
"Dan ini...." lanjut Kean. Dia melemparkan beberapa dokumen yang beberapa hari yang lalu berusaha aku dan Mbak Alya kerjakan.
"Apa kalian ingin mengekspoitasi perusahaan ini seenak jidat kalian? Saya tahu kakek tak banyak ambil pusing dengan tingkah kalian, tapi tidak dengan saya," tutur Kean, kali ini lebih terdengar marah dari sebelumnya. Wajahnya yang berkerut tak senang benar-benar membuatku merinding ketakutan. Apa lagi orang-orang yang menjadi objek kemarahannya, tentu saja ketar ketir ketakutan.
Suhu ruangan yang menggunakan AC central gedung membuat ruangan lebih dingin, membantu menciptakan suasana lebih mendukung. Aku terkekeh melihat perubahan ekspresi dewan direksi. Berkas berkas itu tentang penyelewengan beberapa dewan direksi. Mulai dari penyelewengan dana yang berjumlah besar hingga penyelewengan kecil. Kean memang tidak pernah menginterfensi masalah ini sebelumnya, membuat mereka lengah. Ditambah Kakek yang sudah tidak aktif sejak setahun yang lalu. Mereka lupa jika pria ini tetaplah Shagufta yang dikenal keras dan tak kenal ampun.
Wajah mereka langsung pucat. Saat Kean menyebutkan penyelewengan kecil mereka dengan suara santai, seolah olah memberikan pengumuman siapa saja yang memenangkan kejuaraan olah raga nasional.
"Ghos discount di pusat perbelanjaan sebesar 15%, Bapak Alfis," umum Kean, "Wow... nama anda sudah puluhan kali saya sebut, sepertinya anda memang hobi KKN. Apa anda pikir ini perusahaan keluarga," jelas Kean
Aku terkekeh mendengar komentar Kean yang membuat Bapak Alfis bergerak gelisah di tempatnya. Kean melanjutkan pidatonya mengenai dewan direksi yang menjadikan salah satu keponakannya sebagai model iklan di pusat perbelanjaan, mengangkat saudaranya sebagai staf di kantor, bahkan penggelapan dana yang hanya cuma tiga ratus ribu pun tak luput dari pantauan Kean.
Itu kejahatan kecil yang konyol, tapi itu cukup untuk membuat beberapa dewan direksi mati kutu. Saking sepelenya masalah itu hingga mereka sudah melupakannya. Tapi dengan cara seperti ini, mereka tahu jika selama ini Kean mengawasi mereka semua.
Mendengarkan Kean menyebutkan kesalahan kecil mereka satu per satu hanya membuat suasana tambah mencengkam. Berbeda dengan Kean yang menguarkan suasana misteriusnya, Kakek malah terbahak bahak karena melihat beberapa dewan direksi yang berkeringat dingin karena malu dengan apa yang didengarnya.
Dan rapat itu diakhiri dengan vote yang tentu saja dimenangkan oleh Kean. Pada akhirnya para dewan direksi keluar dengan mulut tertutup rapat plus dengan wajah merah kerena malu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
RomanceHai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusat dan bekerja sebagai sekretaris dari bos lucknut. Keano Adrana Shagufta. Pria bengis. Berhati dingin. Si Perfeksionis yang minta di di kun...