Jangan lupa vote dan comment-nya ya
Kontribusi pembaca sangat berarti bagi penulis
***
Minggu berikutnya, kami disibukkan dengan persiapan acara bakti sosial perusahaan. Suara teriakan terdengar saling bersahutan dari ruangan sebelah. Ini sudah terjadi lebih dari seminggu. Suara tim Pak Myer memenuhi lantai ini. Mereka terlihat sibuk dengan tugas masing masing. Di ujung ruangan aku sibuk dengan telepon di tanganku dan buku agenda di tangan lain. Mencatat apa saja yang sudah terselesaikan. Ketika sambungan telepon terdengar dari seberang aku langsung menghentikan aktivitasku.
Saat ini aku menghubungi PMI untuk mengatur dan mengkoordinasikan acara donor darah. Ini termasuk bagian dari acara bakti sosial perusahaan. Setelah berbicara selama tiga puluh menit. Aku melaporkannya pada Kean dan kembali ke ruanganku. Kemudian aku melangkah ke mejaku yang ada disebelah Edra, membuka lacinya dan mengambil satu saset chocolate drink.
Mbak Alya mengintip dari balik dinding mejanya yang ada di depanku. Tubuhnya sedikit condong kedepan dan setengah wajahnya menyembul dari balik sekat meja kami.
"Lo ngapain mbak?" tanyaku saat melihat tingkah lakunya yang aneh.
"Re," bisiknya dan melangkah kearahku, "lo ikut gue deh." Lalu dia menarikku kearah pantry.
"Apa?" Melihatnya yang memeriksa apakah ada yang menatap kami, membuatku tambah bertanya-tanya.
"Gue dengar dari Meli lo yang bantuin Elyza buat cariin wedding cake untuk nikahannya." Mbak Alya menatapku dan dia terlihat bersemangat membicarakan wedding cake yang aku rekomendasikan di acara pernikahan mbak Elyza.
Dulu Mbak Elyza memang memintaku untuk mengurus masalah wedding cakenya karena salah satu temanku juga punya usaha wedding cake dan catering.
"Oh itu. Waktu itu gue rekomendasiin usaha teman gue ke mbak Elyza, nggak taunya mbak Elyza suka sama masakan mereka makanya catering sama wedding cake buat pernikahan mbak Elyza pake jasa dia. Emang kenapa?" aku menyimpitkan mataku curiga. "Lo mau pake jasa teman gue buat pernikahan lo?" aku bertanya sambil berbisik kearah mbak Alya.
"Tepat sekali. Nah, gue rencanya mau minta tolong elo buat bantuin gue. Lo tau kan gimana keteterannya gue akhir akhir ini sama rencana pernikahan gue. Jadi gue mau minta tolong lo buat urus masalah wedding cakenya. Bisa nggak Re?" Mbak Alya memang terlihat stress mengurusi pernikahannya.
Setiap kali kami makan siang bersama dia selalu mengomel dan mengeluh. Gaun yang kekecilan, undangan yang salah cetak, urusan di kecapil, souvenir pernikahan, bahkan dia juga sempat mengomel mengenai WO yang dia gunakan. Sampai sampai Edra dan Ronald menatap ngeri Mbak Alya yang teriak teriak sendiri udah kayak orang gila. Hingga Mira yang anaknya selalu enjoy seperti tak pernah memiliki beban pikiran bilang begini: Bisa bisa gue takut nikah liat mbak Alya kayak gitu, Mbak Re.
Dan aku sadar. Stres nya Mbak Alya menular kepada kami semua. Bahkan Aku dan Mira juga ikut ikutan panik melihatnya berlari-larian entah kemana setelah menerima telepon dari WO yang digunakannya.
Mau bagaimana lagi. Wajar kami ikut stress melihatnya seperti itu. Melihat mbak Alya yang biasanya kalem, jarang marah dan selalu tertawa. Tiba tiba berubah menjadi macan dalam semalam siapa yang tak akan takut. Ditambah wajahnya yang kusut setiap hari. Kurang tidur, bahkan sekarang berat badannya malah berkurang drastis.
"Lo yakin mau serahin ini ke gue?" ucapku menatap mbak Alya. Masalahnya wedding cake adalah cake yang selalu menjadi perhatian utama selain gaun dan catering di acara pernikahan. Aku takut membuat kesalahan jika mbak Alya menyerahkan tugas yang begitu penting padaku. Apalagi ini untuk pernikahannya, yang hanya sekali seumur hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
RomanceHai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusat dan bekerja sebagai sekretaris dari bos lucknut. Keano Adrana Shagufta. Pria bengis. Berhati dingin. Si Perfeksionis yang minta di di kun...