Dua tahun perjanjianku dengan Kean berlalu. Banyak hal terjadi. Tapi yang pasti, hatiku cukup tenang setelah melihat karir Kean dikantor mulai melejit dan diakui oleh para Direksi. Pembangunan hotel dan gelari selesai sesuai dengan tenggat waktu yang telah diprediksi. Dengan cepat Kean merekrut karyawan dan tenaga profesional untuk hotel dan galeri di Bali. Dan di tahun berikutnya operasional keduanya mulai memperlihatkan hasil yang bagus.
Belum lagi beberapa terobosan yang sekarang dikembangkan oleh Tech Care juga menjadikan properti apartemen La-Gufta menjadi salah satu hunian yang di rekomendasikan lebih dari sebelumnya.
Kean dengan senang hati membanggakan hasil kerja kerasnya itu pada rapat dewan direksi setahun yang lalu. Membuat semua tetua itu bungkam tak dapat mengatakan apa-apa.
Namun, sekarang alih-alih dewan direksi yang berkicau. Mama, Raka dan Alexi serta beberapa orang disekitarku dengan sibuk dan antusias memintaku untuk mempersiapkan pernikahan secepatnya. Ini bukan tampa alasan, pertama karena masa dua tahun yang aku janjikan yang sudah dipenuhi Kean, juga karena faktor lain yang membuatku menggeleng gelengkan kepala tak habis fikir.
"Lo nggak lihat tatapa kak Kean, siap buat terkam lo hidup hidup? Lo mau bunting duluan kak, jangan ditunda-tunda. Gue nggak mau keponakan gue nongol duluan ya," kata Raka saat itu aku masih sibuk mengurus beberapa pekerjaan. Ketika mendengar perkataannya itu, aku dengan cepat menghadiahinya bogem di perutnya.
Sedangkan mama, "Rere, kamu nggak kasihan lihat nak Kean nggak ada yang urusin. Lihat wajanya udah tirus gitu, mau sampai kapan kamu menunda pernikahan kalian," itu karena beberapa hari yang lalu Kean muncul dengan tampang kusut di depan apartementku setelah pulang dari Singapura.
Laki-laki itu memang kurang tidur karena banyaknya pekerjaan. Tapi bukan karena tidak ada yang mengurus. Aku mendesah kesal pada mama yang sangat suka membesar-besarkan masalah. Padahal setiap hari aku akan datang ke kondominium Kean. Sarapan bersama, bahkan terkadang aku juga memilih pakaian dan mengikatkan dasi untuknya hingga Alexi pernah berceletuk begini, "Udah deh, cukup main rumah rumahannya. Mending lo halalin aja sekalian dari pada capek main rumah-rumahan begini."
Apalah daya, sepertinya semuanya sudah bertekan untuk mendesakku menikah secepatnya dengan Kean. Maka inilah yang terjadi, hari ini. Aku resmi menikah dengan laki-laki dingin dan bossian itu. Laki-laki yang dulunya ku hindari setengah mati karena masa lalu kami yang sama sama menyakitkan untuk diingat kembali.
Kean tersenyum kearahku. Dan menggegam tanganku dengan erat. Perhiasan yang dulu menjadi saksi pengunduran pernikahan kami saat dia melamarku, sekarang melekat erat ditubuhku. Mulai dari anting, kalung hingga cincin. Kami saat ini sedang berdiri, menyambut para tamu yang datang ke acara resepsi pernikahan kami.
Kean dengan wajahnya yang memancarkan kebahagian tak henti hentinya di goda oleh Dimas dan Denis. Belum lagi Kenrick yang seperti tak ingin ketinggalan juga mulai menggoda kakanya itu dengan seribu akal blulusnya. Sementara Raka masih dalam suasana berduka. Aku tahu, Raka sangat menyayangiku. Selama ini kami berdua, hanya berdua. Bergantung satu sama lain. Tapi sekarang aku punya Kean. Jadi dia sedikit merasa kesepian. Tapi itu hanya berlangsung sebentar, karena saat ini, setelah adikku itu resmi menjadi dokter, dia juga sepertinya resmi memacari gebetannya dua tahun lalu.
"Apa kamu lelah?" tanya Kean begitu melihatku sedikit mengerutkan wajah. Kean berdiri disebelahku menopang sedikit tubuhku dan mengiringku untuk duduk di kursi di belakang kami.
"Kakiku sedikit saki, mungkin karena terlalu lama memakai heels," jawabku sedikit memijit betisku yang terasa kaku.
Kean dengan cepat menyentuh betisku yang sedang berusaha aku selamatkan.
"Biar aku saja," Kean dengan cepat mengambil alih tanganku dan memijat dengan lembut betisku yang sekarang sudah mulai terasa kesemutan.
"Apa sudah mendingan?" aku mengangguk kearah Kean yang dihadiahi senyum hangat darinya.
Melihat senyum secerah mentarinya, aku tergoda untuk mengecup sedikit bibir merah itu. Dan benar saja, aku mengecupnya sebentar. Kean melotot tak percaya sesaat, sebelum dia mulai tersenyum bahagia lagi.
"Kamu sudah mula menggodaku? Sejak kapan istriku ini bisa bersikap genit begini?" katanya sambil mengusap pipiku.
"Tentu saja darimu," jawabku dan raut bingung menghiasi wajahnya. "Menerapkan apa yang dipelajari adalah contoh siswa yang baik," jelasku dan dihadiahi tawa oleh Kean.
"Kalau begitu, aku akan mengajarkan banyak hal padamu malam ini," katanya. Aku kembali mengecup bibirnya tampa pertimbangan bahwa kami akan menjadi bahan tontonan tamu undangan. Begitu aksiku itu berakhir, tepuk tangan yang meriah menyambutku. Membuatku menutup wajahku dengan malu di balik dada Kean yang saat ini memelukku. Bahkan Kenrick merekam momen itu dalam ponselnya.
"Jangan membuat istriku pingsan karena malu disini, aku belum menyentuhnya," ujar Kean yang dihadiahi tawa dari semua tamu undangan. Bukannya membaik, wajahku bertambah bersemu merah mendengar ucapan Kean. Aku mencubit sedikit perutnya dari balik stelan mewahnya membuatnya meringis sedikit dan terkekeh geli melihat raut wajah maluku.
Dasar Kean!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
RomanceHai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusat dan bekerja sebagai sekretaris dari bos lucknut. Keano Adrana Shagufta. Pria bengis. Berhati dingin. Si Perfeksionis yang minta di di kun...