Hai, welcome back. Jangan lupa like, vote and comment nya ya.
Terima kasih atas kontribusi pembaca semuanya.
Selamat membaca,
Chocomellow.
***
Begitu kami memasuki kantor polisi, semua polisi menoleh kearahku. Tentu saja, karena saat ini pakaianku benar-benar mencolok di antara semua orang disini. Dengan gaun one piece berwarna merah maroon membalut tubuhku, aku benar-benar tak cocok untuk situasi saat ini.
Aku melangkah kearah Dimas yang masih ditanyai oleh salah satu polisi. Di belakangku, Kean mengekori kemana langkahku menuju. Aku menyapa para polisi disana sebentar sebelum menepuk bahu Dimas. Teman lucknut ku itu langsung menoleh plus cengiran menghiasi sudut bibirnya yang berdarah.
Dimas memintaku untuk menunggunya sebentar lagi, karena polisi masih meminta keterangannya. Jadi disinilah aku, duduk manis sebagai pajangan menarik yang dilirik oleh polisi-polisi dan tahanan di sel yang ada disebelahku. Yang membuatku bersyukur membawa Kean bersamaku adalah, tak ada polisi yang berani dan terang-terangan menggodaku. Karena Kean sedari tadi menatap tajam dan menggeram rendah pada mereka. Bahkan aku bisa merasakan suasana membunuh dan mengancam dari Kean yang saat ini merangkul bahuku.
Selain itu, aku tak berniat melepaskan rangkulan Kean meskipun aku sangat tak suka dia berbuat seperti ini di depan umum. Tapi berbeda dengan permasaalahan yang sekarang terpampang di depan mataku. Dengan adanya Kean, aku merasa terlindungi. Kean meliriku yang bersandar dengan nyaman di lengannya.
"Aku tak suka disini," kata Kean. Masih waspada memperhatikan beberapa polisi dan beberapa orang yang ada di sel.
"Begitu juga dengan aku, tapi untungnya kamu menemaniku malam ini. Kalau nggak... " aku menjeda kalimatku dan bergidik ngeri memikirkan apa yang akan terjadi. Karena terakhir kali aku berurusan dengan tempat ini, kesabaranku hampir tergelincir dan tanganku gatal ingin mencongkel mata mereka. Jadi aku ingin cepat-cepat mengakhiri situasi itu.
"Aku baru tahu Dimas bisa lepas kontrol seperti ini. Aku sadar dia juga sama brutalnya denganku dan Raka, tapi aku tak menyangka bisa sejauh ini," kata Kean tak habis pikir dengan Dimas yang saat ini terlihat kacau.
Baju kusut dan kotor karena bekas darah serta debu yang melekat. Wajahnya tak kalah menyedihkan dari bajunya yang mengenaskan. Rambut Dimas yang biasa di tata rapi sekarang mencuat entah kemana. Itu sangat berbeda dengan Dimas yang biasanya terlihat rapi, humoris dan supel.
"Dimas hanya melakukan itu karena tiga perkara." Kataku dan menoleh kearah Kean. Dia menatapku, penasaran dengan kelanjutan kalimatku. Aku tersenyum padanya dan menatap Dimas yang masih memberikan keterangan pada polisi.
"Pertama, karena orang-orang yang merendahkan atau menghina dia dan keluarganya. Kedua, orang yang mengganggu Alexi atau aku. Dan yang ketiga adalah, orang yang sengaja mengajak duel Dimas. Dia tipe laki-laki yang tidak akan mengatakan tidak jika sudah di pancing." Jelasku, kembali mengingat Dimas yang sering berantem saat kami masih berstatus mahasiswa.
"Kamu berbicara seolah kamu mengenalnya luar dalam," balas Kean dengan wajah cemberut dan nada menggerutu saat aku membahas tentang Dimas.
"Kenapa? Kamu cemburu?" tanyaku, dan Kean mengangguk.
"Kamu tak perlu cemburu, aku juga mengenalmu luar dalam." Ucapku dan menyentuh tangan Kean yang merangkulku.
Kean tersenyum malu-malu mendengar jawabanku. Melihat senyuman Kean, beberapa polisi menatap kami tercengang. Kean yang memiliki suasana mengancam di sekitarnya dan tatapan tajam serta wajah datar, tersenyum dengan malu-malu padaku yang ada di sampingnya. Kedua keadaan itu benar-benar aneh, tapi sayangnya keduanya cocok dengan Kean yang saat ini merangkulku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
RomanceHai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusat dan bekerja sebagai sekretaris dari bos lucknut. Keano Adrana Shagufta. Pria bengis. Berhati dingin. Si Perfeksionis yang minta di di kun...