Suasana pagi di kantor itu sibuk dengan kegiatan masing-masing. Maklum habis tahun baruan. Mengobrol bersama ditemani cemilan dan minuman. Semua orang dengan semangat menceritakan apa saja yang mereka lakukan selama liburan. Ditambah cerita miris dari Mbak Alya dan Pak Myer yang baru saja pulang dari Singapura bersama Kean. Yang membuat Edra hingga Ronald mengusap dada mereka dan mengheningkan cipta, prihatin dengan perjuangan mereka berdua.
Dari kabar yang santar terdengar. Kean dengan sisi kemanusiaannya yang tipis mememperlakukan dua pengikutnya itu seperti sapi perah. Bekerja siang malam tampa henti. Demi keinginannya untuk menyelesaikan pekerjaan itu dengan cepat. Aku sudah bisa menebak kenapa bos setan itu memperlakukan Mbak Alya dan Pak Myer seperti itu. Tentu saja demi kelancaran rencananya malam itu.
Aku menatap takjub Kean yang masih sempat mendatangiku. Dan merasa bersalah pada Pak Myer dan Mbak Alya yang dijadikan kuda tempur oleh Kean.
"Tapi melihat gelagat si bos seperti itu, bukankah terasa ada yang aneh?" tanya Mbak Alya dengan ekspresi penasaran.
"Apanya yang aneh? Dia kan memang hobinya kerja," kataku mengarahkan mereka ke topik lain.
"Nggak, tapi gue juga merasa seperti itu," jawab Pak Myer.
Sambil menyesap coklat panasku, aku memasang telinga dan mendengarkan mereka berspekulasi terhadap tingkah laku Kean. Disampingku Edra terlihat serius memperhatikan Mbak Alya dan Pak Myer yang sedang berkeluh kesah.
"Itu mengingatkan gue pada massa-massa awal pernikahan gue. Lo ingat nggak Al, waktu itu gue selalu pengen menyelesaikan kerjaan gue secepatnya. Bahkan lo sampai marah sama gue. Dan itu cuma untuk pulang cepat dan ketemu istri gue. Sekarang Pak Kean terasa persis seperti itu," ucap Pak Myer melanjutkan hipotesisnya.
Mendengar itu, aku memplototi Pak Myer lalu meneguk kasar coklat panasku.
"Apa mungkin Pak Kean punya pacar?" tanya Edra setelah mengamati dengan seksama pembicaraan Mbak Alya dan Pak Myer.
"Eh, mana mungkin. Siapa yang mau sama bos setan kayak dia," sanggahku cepat setelah menghilangkan rasa panas di tenggorokanku.
"Kenapa nggak mungkin?" tanya Mbak Alya dengan tenang.
Aku menatap Mbak Alya dengan mata bulat. Apa dia sekarang membela sepupunya yang selalu menganiaya dia selama ini?
"Iya, apa yang salah dari Pak Kean? Udah ganteng, kaya, senyum menggoda, ditambah lagi dia makin hari makin baik," bela Mira yang sejak melihat senyum Kean menjadi supporter pendukung Kean.
"Mbak, lo nggak boleh kayak gitu. Seperti apapun kesengsaraan lo bekerja sama Pak Kean, dia tetap atasan lo. Lagian Pak Kean juga udah mulai berubah. Jadi lebih baik dan manusiawi," jawab Edra dengan nada tegas memperlihatkan kebijaksanaanya.
"Kalian kenapa sekarang belain Pak Kean sih? Lo juga Dra, bukannya lo yang bilang nggak bakal ada yang mau sama dia yang mirip malaikat maut." Tandasku pada Edra yang masih memasang wajah tak bersalah.
"Itu kan sebelum dia berubah seperti sekarang Mbak," tutur Edra.
"Lagian sekarang Pak Kean juga nggak bakal marah-marah tampa sebab lagi. Dan yang lebih penting sikap dingin dan intimidasinya makin berkurang." Kata Ronald dan membayangkan Kean yang sekarang bersikap baik pada mereka.
"Gue juga merasa dia makin hari makin baik. Nggak heran sih kalau kita mikirnya dia punya pacar. Gue sering perhatiin dia senyum-senyum sendiri dan menatap ponselnya dengan tatapan aneh. Makanya Re, lo maafin sikap lucknutnya Pak Kean ya. Dia kan udah berubah, jadi mari kita dukung Pak Kean. Yang terpenting dia nggak menjajah kita lagi," balas Mbak Alya.
Aku menatap nanar mereka semua yang membela Kean. Mendengar mereka memberikan kesaksian yang memberatkanku membuatku merasa menjadi penjahat kejam yang penuh dendam. Siapa juga yang dulu menjelek-jelekan Kean dan memakinya bos kejam. Aku juga tahu dia itu laki-laki yang baik.
"Siapa juga yang nggak tau kalau Pak Kean itu baik. Mungkin gue yang lebih tahu bagaimana baiknya Pak Kean itu karena gue kan pa..." hampir saja aku mengatakan 'pacarnya' dengan lantang.
Pak Myer dan yang lain menatapku penasaran. Menunggu kelanjutan kalimatku.
"Pa?" tanya Pak Myer.
"Pa..." aku tak tahu harus mengatakan apa, "Pa... Partnerku. Dia kan bosku." Sambungku dengan cepat. Semua orang menatap curiga padaku.
"Kalian kan tahu bagaimana aku terus menempeli Pak Kean setiap hari. Lebih lengket dari permen karet," jelasku dan semuanya mengangguk setuju.
Aku mendesah lega ketika semua orang terlihat percaya dengan reaksiku. Lalu notifikasi pesan Kean muncul di ponselku. Sambil memperhatikan semua orang yang sibuk dengan cemilan, aku membuka pesan dari Kean.
Kean: Micha, kamu mulai berani membrontak hummmm.
Kean: Padahal aku sudah dengan bersemangat pindah kesana agar bisa berangkat bareng ke kantor, tapi kamu sudah berangkat duluan.
Kean: Kamu sudah berani melanggar perintaku. Kita lihat saja nanti, pekerjaanmu akan aku tambah hingga kamu tak punya kesempatan untuk menghilang lagi. Kamu akan terikat denganku seharian.
Pesan Kean masuk bertubi-tubi ke ponselku. Aku tersenyum membaca gerutuannya. Kemarin Kean resmi pindah ke kondominium yang sekarang baru dihuninya. Awalnya aku berjanji untuk berangkat bersama dengannya tapi Raka memintaku untuk membawa baju bersih ke Rumah Sakit. Jadi aku terpaksa berangkat lebih dulu.
Me: sayangnya aku sudah ada janji keluar untuk mengurus masalah galeri siang ini.
Kean: Apa? Jadi kamu akan menghilang lagi siang ini? Aku akan ikut denganmu Micha
Me: Maaf pak Kean yang terhormat, anda ada rapat dengan timnya Pak Myer siang ini. Jadi izinkan saya pergi bersama dengan Mira.
Jawabku dengan formal pada Kean. Tak berapa hanya emot ikon sedih dikirim Kean padaku. Aku terkekeh menatap chat dari Kean.
"Sepertinya bukan hanya Pak Kean yang aneh. Mbak Rere juga," seloroh Mira.
Ketika aku mendengar itu, aku langsung dihadapkan pada tatapan banyak orang.
"Haha, aneh apanya," jawabku sekedarnya.
"Sejak beberapa hari yang lalu Mbak Rere mengulum senyum malu dan menatap ponsel dengan mata bersinar seperti sekarang," balas Mira.
"Lo juga lagi pacaran ya Re?" tanya Mbak Alya.
"Nggak, nggak. Gue nggak pacaran," aku melambaikan tanggan dan menyangkal pertanyaan Mbak Alya dengan cepat.
"Lo makin mencurigakan dengan menyangkal seperti itu," kata Mbak Alya dan menyipitkan matanya kearahku.
"Coba jujur sama gue, lo punya pacarkan?" tanya Mbak Alya sekali lagi.
Aku menelan ludah gugup. Semua mata memandang kearahku. Menanti jawaban yang mereka inginkan.
Aku melirik kiri kanan, berharap ada seseorang yang akan menyelamatkanku dari situasi ini. Tiba-tiba Kean melangkah masuk dan tersenyum cerah.
"Pagi semua," sapa Kean.
"Ah, Pak Kean. Pagi pak," balasku cepat.
"Pak Kean sudah datang, gue masuk dulu," kataku dan melangkah kearah Kean. Lalu menyeretnya masuk ke dalam ruangannya.
"Kenapa dia jadi panik begitu?" tanya Edra saat aku melangkah menyeret Kean menjauh.
"Nggak tahu, memang kenapa kalau dia pacaran." Kata Ronald.
"Iya kan? Kan kita nggak bilang Mbak Rere pacaran sama Pak Kean," canda Mira.
Semua orang menoleh kearah Mira. Seolah ada secercah cahaya mereka menatap Mira dengan pandangan mendapatkan hidayah.
"Mungkinkah," kata Mbak Alya.
Dan kembali menatapku aku dan Kean yang sedang melangkah menjauh dari mereka. Merasakan tatapan banyak orang, aku menoleh dan mendapati mereka semua memberikan cengiran padaku. Mengetahui bahwa mereka sepertinya menyadari sesuatu, dengan cepat aku melangkah ke mejaku dan bersembunyi disana.
Ma*pus! Kami ketahuan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous
RomanceHai, namaku Adresia Michael Polliton. Hiduku awalnya biasa biasa saja, hingga aku dipindahkan ke kantor pusat dan bekerja sebagai sekretaris dari bos lucknut. Keano Adrana Shagufta. Pria bengis. Berhati dingin. Si Perfeksionis yang minta di di kun...