.
.
.
.
.
."Lo yakin ini jalan ke sekolah?" Tanya Renjun aneh.
"Kenapa emang?" Haechan balik bertanya.
"Kok tempatnya makin kesini malah makin gelap?"
Sanha mengangguk menyetujui ucapan Renjun. "Kita gak kesasar kan?" Tanyanya.
Haechan dengan cepat menggeleng. "Enggak kok," Balasnya yakin. "Gue yakin, kemarin gue, Jeno sama Jaemin lewat jalan sini. Bukti nya kita udah lewatin tempat terakhir kali gue liat Jeno."
"Ya terus sekolah kalian ada dimana? Ini kita udah jalan hampir satu jam loh." Protes Sanha.
"Jalan aja kenapa si? Dari tadi perasaan tu mulut gatel banget pengen ngebacot terus." Teriak Jaemin kesal.
"Sanha noh." Tunjuk Haechan pada Sanha.
"Apaan, kok gue? Ini semua tuh gara-gara Renjun! Dia yang mulai duluan." Elak Sanha tak ingin kalah.
Renjun menggeleng. "Gue cuman nanya ya anjir. Soobin tuh yang salah!"
"Dari tadi aku cuman diem doang ya kak!" Protes Soobin.
"UDAH!!!"
Hening. Tak ada yang berbicara lagi setelahnya. Emang ya, Jaemin tuh walaupun wajah nya manis-manis lucu, kalau udah marah mah orang Segede Sanha sama Soobin pun langsung kicep.
"Maaf jaetm." Ucap Renjun mewakili yang lain.
Jaemin menghela napas gusar. "Kalian terlalu sibuk berantem sampe gak sadar kalau sekolah yang kita cari udah di depan mata." Tunjuknya.
"Eh? Kok bisa? Tadi perasaan gak ada apa-apa." Bingung Soobin.
"Gak usah heran! Dari awal kita ada di hutan ini aja kita udah ngalamin banyak hal yang aneh." Ujar Renjun.
"Gerbangnya dikunci! Kita manjat pager aja apa gimana?" Teriak Jaemin yang sudah berada di depan gerbang bersama Sanha.
"Manjat aja Jaem!" Balas Haechan berteriak.
Haechan dan Soobin berlari menyusul Jaemin dan Sanha yang sepertinya kesulitan memanjat. Sedangkan Renjun hanya berjalan santai di belakang.
"Kenapa? Kok turun lagi?" Tanya Haechan.
"Gerbangnya dingin." Jawab Sanha memperlihatkan telapak tangannya yang memerah.
"Ayo ke gerbang belakang!" Ajak Renjun mendahului mereka berempat.
Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di sana. Tidak perlu susah-susah mengeluarkan tenaga. Karna gerbang disana sudah terbuka seolah-olah sudah menunggu mereka dari lama.
Mereka sama-sama diam berdiri di tempat. Tak tahu harus apa setelah ini. Jaemin yang bosan pun memilih berkeliling di sekitar sana.
"Jaem, itu Jeno gak sih?" Tunjuk Renjun ke lantai dua.
Jaemin melihat ke arah lantai dua kemudian ia membelalakkan matanya saat melihat orang yang di atas sana itu benar-benar Jeno.
"JEN!" Teriak Jaemin keras. Ia berlari memasuki kawasan sekolah dengan Renjun yang mengejar di belakangnya.
Haechan yang tahu bahwa Jaemin dan Renjun mengejar Jeno pun ikut berlari menyusul mereka. Meninggalkan Sanha dan Soobin yang masih diam kebingungan.
"Kak, kok kita ditinggalin?"
"Mungkin orang yang dikejar di lantai dua itu Jeno. Kembaran Jaemin yang mereka cari." Jawab Sanha. "Kayaknya kita juga harus nyusul mereka deh. Ayo!"
Sanha menarik pergelangan tangan Soobin untuk ikut berlari dengannya. Gak tau kenapa Sanha tuh ngerasa ada yang ngawasin mereka disana. Makanya Sanha takut pas mereka berdua di tinggalin sama temen barunya.
"Kak Haechan!" Panggil Soobin senang.
"Aku kira kakak ikut ngejar kak Jeno bareng kak Jaemin sama Renjun."
Haechan menoleh dan tersenyum canggung. "Gak jadi. Gue baru inget kalau gue pernah mimpi ketemu Jeno disini. Dia nunjukin file kuning dan nyuruh gue buat ambil file itu."
"Terus kenapa gak Lo ambil sekarang? Lo tau tempatnya kan?" Tanya Sanha.
Haechan mengangguk mengiyakan. "Ada di ruang guru. Harusnya disini ada koridor, Koridor itu satu-satunya jalan buat ke ruang guru. Tapi sekarang koridornya malah gak ada." Tunjuk Haechan pada tembok di depannya.
"Lo salah kali."
"Enggak anjir. Gue ini langganan BK, lagian gue udah tiga tahun sekolah disini. Masa sama jalan di sekolah sendiri aja gak tau sih?" Bantah Haechan.
"Mungkin ada jalan lain. Coba nanti tanya aja ke kak Jaemin sama Renjun." Ucap Soobin.
"Lari lagi nih?" Tanya Sanha.
Haechan mengangguk. "Mau gimana lagi? Kalau enggak, entar si Jaemin sama Renjun keburu jauh."
"Itu Jeno." Tunjuk Jaemin.
"Ayo samperin." Ajak Renjun.
Jaemin dengan cepat menahan lengan Renjun saat pemuda itu hendak melangkah. Ia menggeleng takut. Bukan takut sih, cuman Jaemin ngerasa khawatir sama cemas aja. Dia juga gak tau kenapa bisa ngerasa gitu.
"Kenapa?"
Jaemin tetap menggeleng. Ia berusaha berpikir untuk mencari alasan yang bagus agar Renjun tidak menyusul Jeno ke dalam gudang. "Gelap, kotor, Gue gak suka."
"Tapi itu Jeno Jaem! Lo gak kangen sama kakak Lo?"
"Kangen. Tapi gue gak mau masuk kesana."
"Ya tapi kenapa? Gue tau Lo gak sepengecut itu!"
"Dia bukan Jeno!" Teriak Jaemin pada akhirnya.
"Maksud Lo?"
Jaemin menggeleng. "Pokoknya dia bukan Jeno. Ayo kita pergi."
"Jelasin ke gue Jaemin!!"
"Dia bukan Jeno Ren! Jeno yang kita kejar tadi, kakinya gak Napak." Bisik Jaemin pada akhir kalimat.
"Kayaknya kita emang harus pergi deh Jaem." Ujar Renjun menarik tangan Jaemin untuk berlari.
Makhluk yang menyerupai Jeno itu tiba-tiba keluar dari dalam gudang. Ia menyeringai saat melihat Jaemin dan Renjun berlari ketakutan.
"Ke lapangan basket Ren!" Teriak Jaemin.
"Tanggung anjir! Gue udah naik tangga." Balas Renjun berteriak.
"Masa jadi misah gini sih anjing?" Jaemin kembali berteriak. Namun tak ada sahutan apa pun setelahnya. Mungkin karna jarak mereka yang semakin menjauh.
Jaemin semakin menaikkan kecepatan larinya. Ia berhenti tepat di tengah-tengah lapangan basket. Lalu memutuskan untuk bersembunyi di balik semak-semak yang sedikit tertutupi oleh tumpukan bola.
Makhluk yang menyerupai Jeno kini sedang kebingungan mencari dirinya. Ini gak tau Jaemin yang sial apa gimana, kok tuh hantu malah ngejar dia? Kenapa gak Renjun aja gitu loh. Astagfirullah, kalau Renjun tau udah pasti ngamuk dah tuh.
"Pergi kek lu setan. Anjing banget copas muka kakak gue. Mentang-mentang dia ganteng, lu seenaknya copy muka dia yang mulus kek pantat panci." Misuh Jaemin pelan. Kesel sendiri dia tuh.
Mungkin pas Jaemin ngomong gitu malaikat gak sengaja lewat kali ya? Entah kebetulan apa gimana, tapi itu hantu yang mirip Jeno langsung pergi pas Jaemin nyelesain omongannya.
"Doa anak Sholeh." Gumam Jaemin sembari keluar dari persembunyiannya.
"Apanih?" Tanyanya sembari mengambil sebuah file kuning yang tergeletak di atas tumpukan bola basket.
"Gak penting." Ucapnya sambil melemparkan file itu kembali ke tempatnya.
.
.
.
.
.
.
.Pendek? Iya tau:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimensial Game (Nct Dream 00L)
Horror"dimensial game! Game yang dapat bunuh ratusan orang dalam 1 bulan"