Bonchap

737 78 1
                                    

.
.
.
.
.

Siang ini, halaman rumah Haechan kembali ramai karena kedatangan mereka yang mendadak. Bahkan Jeno yang baru siuman pun ikut meramaikan suasana disana.

Ia datang sampai bela-belaan menangis keras pada dokternya supaya diijinkan pergi.

Hampir dua jam lamanya mereka berisik disana, bahkan tetangga di komplek sana pun banyak yang keluar akibat penasaran dengan apa yang terjadi.

Bukan, mereka berisik bukan karena Haechan, mereka semua bahkan tidak tahu menahu akan keadaan Haechan saat ini. Entah masih hidup atau tidak. Mereka hanya kesal, sibuk menggerutu menyumpah serapahi Ji-Sung dan Chenle.

Bagaimana tidak kesal, orang mereka daritadi gak dibolehin masuk sama tu anak dua. Bahkan Jeno yang lagi sakit pun sudah tak mereka pedulikan.

Memang tega sekali kelakuan dua sejoli itu.

"Gak tahan lagi gue anj! Lama-lama gue dobrak juga nih pintu!" Teriak Hyunjin frustasi.

"Sabar dulu ege, bentar lagi, kalau belum dibuka juga, gue pastiin mereka berdua mati di tangan gue." Timpal Renjun menggebu-gebu.

"Gak waras Lo berdua." Ujar Jaemin sembari mengintip di sela-sela jendela .

Gelap, seperti tak ada kehidupan di dalam sana. Seakan-akan ada sebuah penghalang besar di setiap jendela.

"Akhh..! Gue gak bisa! Stress gue lama-lama!" Renjun memekik, mengambil dua pot bunga dan melemparkannya pada kaca jendela di depannya.

Praang

Berhasil, Renjun tersenyum senang. Dengan santai ia melangkahkan kakinya melewati jendela yang baru saja ia pecahkan.

"Gila, temen Lo anti-mainstream anjir!" Ucap Hyunjin speechless.

Bahkan Jaemin dan Jeno yang sudah berteman lama pun kaget, tak menyangka hal seperti ini.

"Bukan temen gue." Gumam Jaemin pelan. Ia meneguk ludahnya kasar.
Untung saja orang tua Haechan sedang berada di luar kota. Kakak perempuan nya juga untungnya sedang KKN di desa.

Kabar baiknya, mereka bertiga jarang menghubungi Haechan karena masalah sinyal dan waktu. jadi selama tiga bulan ini keluarga Haechan tidak ada yang tahu tentang kondisi Haechan.

Mereka juga sengaja menyembunyikan hal ini dari keluarga Haechan. Karena mereka tahu dan yakin, Haechan pasti akan kembali.

"Jun? Lo yakin gak akan ada masalah kita masuk kesini? Maksud gue, tanpa ada persetujuan dari Chenle sama Ji-Sung." Tanya Hyunjin ragu.

Namun meskipun begitu, ia dengan tidak tahu dirinya malah ikut masuk mengekori Renjun.
Sedangkan Jaemin tak ikut, ia berada di luar sebab harus menjaga Jeno yang tak bisa masuk karena memakai kursi roda.

"Tenang aja elah.." balas Renjun santai sembari membuka pintu kamar yang Hyunjin tebak itu pasti kamar milik Haechan.

Cklek

Mereka masuk, satu kata yang bisa mereka katakan sekarang, gelap. Cahaya remang-remang mengintip dari sela-sela jendela yang hampir tertutup rapat oleh gorden berwarna silver kesayangan sang pemilik kamar.

Bau menyengat khas peperangan langsung menusuk indra penciuman mereka. Sudah tiga bulan lamanya, namun ternyata mereka masih teringat aroma perang waktu itu. Khas sekali, bau darah, mayat dan senjata yang beradu langsung berputar di kepala keduanya.

"Siapa yang nyuruh kalian berdua masuk?"

Suara itu, suara yang sudah lama tak mereka dengar. Bukannya takut, Renjun malah mendecih, membungkam mulut Hyunjin yang hendak berbicara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dimensial Game (Nct Dream 00L)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang