Benjamin Duncan mulai merasakan kenikmatan sekaligus kenyamanan yang berbalut kelembutan tangan Queen yang memijatnya.
Meski tangan terasa kecil dan terlalu lembut, pada saat yang sama Benjamin merasakan energi besar di balik setiap sentuhannya.
Tangan Queen bergerak kesana kemari, menelusuri punggungnya ke atas dan ke bawah, memberi Benjamin kenyamanan yang bisa dirasakan sampai ke pusat sarafnya.
"Bagaimana kau bisa sampai di Honduras dan tinggal bersama bibimu?" tanya Benjamin memecah keheningan.
Queenerra menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak ingin mengingatnya," jawab Queenerra pelan.
Benjamin mengangkat kepalanya, "Di mana orang tuamu?" tanya Benyamin lagi.
Queenerra mengerutkan bibirnya, "Mereka sudah mati sejak aku masih kecil." Dia menjawab dengan suara rendah yang sama.
"Ceritakan padaku apa yang terjadi pada mereka." Benjamin benar-benar harus bersusah payah mengorek setiap jengkal kisah hidup gadis yang baru saja dinikahinya.
Queen menghentikan pijatannya dan bermaksud turun dari tempat tidur, hanya saja saat berniat untuk turun dari ranjang, Benjamin menarik tangannya, "Tetap di sini." Benjamin berkata kepada Ratu.
"Aku punya waktu semalaman untuk mendengarkanmu, ceritakan keseluruhan ceritanya." Kata Benjamin, ketika mata mereka bertemu dan gadis itu tidak bisa menyembunyikan kesedihan di matanya, "Saya berusia sekitar enam tahun ketika kedua orang tua saya meninggal dalam sebuah kecelakaan." Queenerra menguatkan hatinya untuk mulai bercerita.
"Seorang wanita yang menyebut namanya Clara datang kepadaku dan membawaku pergi dari rumah," kata Queen, suaranya bergetar, matanya berlinang air mata.
"Dia bilang tidak ada yang tersisa untukku di rumah itu, bahkan tidak juga bangunan rumahnya." Dia menjelaskan.
Alis Ben berkerut, "Mengapa dia mengatakan itu?" Tanya Ben.
"Saat itu aku tidak bisa bertanya atau bahkan menolak. Aku hanya anak kecil yang mendadak tidak bisa melihat kedua orang tuaku. Saat aku berumur delapan tahun, Bibi Clara menceritakan semuanya padaku. Ayahku bangkrut dan memiliki banyak hutang untuk dilunasi. Jadi saat itu Bibi Clara diam-diam membawaku pergi, kami melarikan diri dan berakhir di sini." Queenerra berkata dengan lembut, air matanya jatuh tetapi Queenerra dengan cepat menghapusnya.
Rahang Benjamin mengeras sekilas, "Berbaringlah di sampingku." dia berkata lembut dengan tatapan yang sangat dalam pada Queenerra.
Meski awalnya canggung, Queen melakukan apa yang diminta oleh Benjamin padanya. Setidaknya Benjamin bukanlah pria yang berpotensi menyakitinya. Untuk apa takut pada pria itu. Karena justru sebenarnya semua ketakutan dan hal buruk yang dialaminya dimasa kecil justru lebih mengerikan.
"Kau memiliki kekasih, bukan?" tanya Benyamin.
"Anda sudah tahu jawabannya," jawab Ratu.
"Dan kau mencintainya?" tanya Benyamin lagi.
Queenerra menelan ludah dengan susah payah, "Sepanjang hidupku hingga detik ini, untuk pertama kalinya aku merasakan betapa aku menginginkan sesuatu. Aku bahkan tidak tahu apakah aku mencintainya atau tidak." jawab Queenerra.
"Kau menginginkan pria itu? Kau ingin menikah dengannya?" tanya Benyamin lagi.
"Kupikir, untuk pertama kalinya aku merasa ada seseorang yang bisa melindungiku selain bibiku yang lemah. Kupikir dengan menikahinya, aku akan membantu meringankan beban bibiku untuk mengurusku. Dan jika beruntung aku dan dia bisa mengurus bibiku saat usianya tua nanti." jawab Queenerra dengan jujur.
Benjamin menarik napas panjang mendengar jawaban Queen yang cukup membuat hatinya kecut. Ben tahu pria seperti apa yang membuat gadis lugu itu jatuh cinta, tapi mengapa mata Queen terlalu buta untuk melihat bajingan bernama Ryan itu memanfaatkannya. Kekasih mana yang tega menjual orang yang dicintainya kepada seorang filander demi uang?!
"Tidurlah, aku juga sangat lelah dan ingin tidur." Benyamin berkata pelan. Queen menatap Benjamin yang sudah mulai menutup. Meskipun dia membiarkannya berbaring di pelukannya, Queenerra merasa sangat aneh dan canggung. Dia tidak bisa menutup matanya.
Malam ini akan menjadi malam yang panjang untuknya. Tapi setidaknya Queen bisa bernapas lega karena Benjamin tidak menyentuhnya malam ini. Dia berharap untuk beberapa malam berikutnya, dia akan bersikap lembut tanpa menginginkan tubuhnya.
Satu jam berlalu dan Queen masih belum bisa memejamkan mata, tapi dia bisa mendengar dengkuran lembut Benjamin Duncan. Pria itu sudah tertidur lelap sampai Queenerra keluar dari tempat tidur tanpa membuat banyak keributan
Queenerra bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Tenaganya cukup terkuras untuk memijat tubuh Benjamin, selain itu beban pikiran yang ia miliki juga berat untuknya.
Menikah dengan orang asing yang akan bersamanya selama sisa hidupnya, atau jika Benjamin tidak lagi menginginkannya, dia akan dibuang seperti Bibi Clara yang ditinggalkan oleh mantan suaminya begitu saja.
Akhirnya Queenerra memutuskan untuk membasuh muka dan berganti pakaian lalu tidur di kamar tamu seperti yang dikatakan Benjamin.
===============================
HAI JANGAN LUPA UNTUK MENINGGALKAN BINTANG DAN JUGA KESAN KALIAN DI CERITA TERBARU AKU SETELAH MATI SURI DI DUNIA ORANGE
SEMOGA KALIAN SUKA YA
KAMU SEDANG MEMBACA
The Master and His Maid
RomanceCerita ini berkisah tentang pernikahan Benjamin Duncan, seorang pria yang patah hati karena ditinggalkan oleh wanita yang dicintainya yang memilih untuk menikahi sepupu Benjamin saat dia berada di medan perang demi tuntutan profesi militernya. Sekem...