Hubungan Yang Mengambang

336 40 5
                                    


Benjamin melihat keluar dari kamarnya. Dia mengenakan kemeja bergaris dengan jeans. Pemuda itu berlari menuruni tangga dan melintas di ruang tamu. Kebetulan dia berpapasan dengan Emma yang sedang membersihkan ruang tamu, Benjamin menghentikan langkahnya dan bertanya, "Kau melihat dimana isteriku?" Tanya Benjamin.

Tidak ada kecanggungan di wajah Benjamin Duncan ketika dia mengatakan "istriku" di depan pembantunya.

"Dia ada di halaman depan," jawab Emma.

"Terima kasih." Benjamin pergi, dia menuju halaman depan. Dan pemandangan yang dilihatnya adalah Queenerra sibuk memotong batang mawar dan menyusunnya dalam keranjang.

Kulit putihnya yang halus bersinar di bawah sinar matahari pagi yang lembut dan hangat. Benjamin membiarkan dirinya dimanjakan oleh pemandangan pagi itu untuk sementara waktu.

Merasakan seseorang mengawasinya dari kejauhan, Quenerra menoleh dan menemukan suaminya tersenyum padanya. Dia meletakkan gunting taman di dekat keranjang yang mulai diisi dengan beberapa tangkai bunga dan kemudian berjalan ke Benjamin. "Apakah kau pergi sekarang?" Queenra bertanya.

"Ya." Mengangguk Benjamin.

"Bolehkah aku ikut denganmu?" Dia bertanya dengan ragu-ragu. "Aku ingin bertemu Bibi Clara," kata Queenera.

"Tentu saja," jawab Benjamin. "Ganti pakaianmu dan kita akan pergi," Benjamin memerintahkan Queenerra untuk mengganti gaun yang saat ini dia kenakan.

"Apakah pakaian ini tidak pantas?" dia bertanya.

"Terlalu formal. Anda bisa memakai jeans dan kemeja," kata Benjamin. "Kami akan pergi ke perkebunan, bukan ke pesta," jawab Benjamin.

Setelah menjadi istri Benjamin Duncan, Queenerra lebih cenderung sering mengenakan gaun, karena itu adalah permintaan Benjamin.

Pria itu bahkan membeli puluhan gaun untuk dikenakan secara bergantian setiap hari. Mulai dari gaun pesta, hingga baju tidur. Bukan tanpa alasan, Ben lebih memilih sisi feminis pasangannya dibandingkan wanita yang memiliki gaya terlalu casual.

Benjamin sudah ada di mobilnya, sambil menunggu istrinya berganti pakaian, pertama-tama dia menyalakan mesin mobil.

Tidak lama kemudian Queenerra datang dengan jeans dan kemeja bunga dengan rambutnya di kuncir kuda. Dia tampak begitu segar dan anggun. Ternyata meskipun dia tidak mengenakan gaun, hal itu tidak membuat isi femininnya berkurang sama sekali. Ditambah lagi dia memakai riasan mata dan perona pipi juga perona bibir. Untuk pertama kalinya, Benjamin menyadari bahwa wanita yang dinikahinya adalah wanita yang sangat cantik. Tidak heran jika begitu banyak pria menginginkannya.

Benjamin turun dari mobilnya, lalu berbalik dan membuka pintu untuk istrinya. Queenerra memandang Ben dan membeku sejenak, matanya berkaca-kaca dan Ben mengangguk untuk membiarkan istrinya masuk. Setelah Queenerra masuk, Ben menutup pintu lagi dan berlari ke sisi lain mobil, lalu masuk ke dalam.

Ben menoleh ke Queenerra, "Mengapa kau berlinang air mata?" Tanya Ben.

Queenerra menahan napas, dia mencoba tersenyum dan menoleh ke Benjamin " Kau memperlakukanku seperti wanita terhormat." Jawabannya.

"Kau memang wanita terhormat, kau adalah Nyonya Duncan, istri Benjamin Duncan," jawab Benjamin. Dia membungkuk untuk mengencangkan sabuk pengaman untuk Queenerra.

"Aku benar-benar bisa menangis jika terus diperlakukan seperti ini." Dia bergumam pada dirinya sendiri dan itu membuat Benjamin tersenyum, sebelum akhirnya menginjak pedal gas perlahan dan memutar kemudi sehingga kendaraan yang mereka tumpangi berjalan meninggalkan halaman rumah Benjamin Duncan.

Dalam perjalanan ke perkebunan, Queenerra membuka percakapan. "Apa yang kau bicarakan dengan Bibi Dominique tadi?" Dia bertanya dengan ragu-ragu.

Benjamin menoleh tetapi tidak menjawab saat itu, rahang-Nya menegang sebentar. Queenerra segera mengoreksi pertanyaannya, "Maafkan aku, tidak seharusnya berani mempertanyakan hal-hal itu padamu." Dia berkata dengan menyesal.

Bibir Benjamin membentuk sebuah garis, "Jika saya menjelaskannya kepadamu, Kau mungkin tidak akan bisa menerimanya. Aku bukannya tidak ingin mengatakan padamu, aku hanya tidak ingin melukaimu," jawab Benjamin. Queenerra mengalihkan pandangannya, "Maaf . . . Aku benar-benar menyesali rasa ingin tahuku yang membuatku terlalu lancang." Sekali lagi dia sepertinya menyesali pertanyaannya.

Dia seharusnya tidak begitu cepat menganggap dirinya sebagai istri Benjamin Duncan yang memiliki hak untuk mengetahui semua tentang urusan suaminya.

Terkadang untuk menjadi istri yang baik, seorang wanita tidak perlu tahu banyak tentang suaminya. Dia hanya bisa melayani dan menemani suaminya, itu saja. Bagaimanapun, pria selalu memiliki rahasia mereka sendiri.

Benjamin mengangguk, "Tidak masalah. Jika Anda benar-benar ingin tahu, aku bisa memberitahumu. " Jawabannya.

Queenerra memilih untuk tetap diam, sampai akhirnya, Benjamin angkat bicara. "Dia berniat untuk menjodohkanku dengan puteri salah satu kenalannya," kata Benjamin singkat. Namun penjelasan Benjamin memang benar membuatnya sulit untuk menerima penjelasan itu. Untuk sesaat Queenerra melihat ke luar jendela mobil.

"Kau bisa menceraikanku kapan saja dan menikahi wanita itu," kata Queen sambil tersenyum dan menoleh ke arah Benjamin. "Saya tidak ingin menjadi beban bagimu, Sir." Dia menambahkan. "Tidur di tempat tidur yang sama, berhubungan seks, tidak berarti bahwa kau harus mengambil tanggung jawab lebih lanjut atas diriku." Queenerra menatap Benjamin sebentar, sebelum dia mengalihkan pandangannya ke luar melalui jendela mobil.

Pria itu tidak segera menjawab. Rahangnya mengeras sebentar, tetapi dari tatapan tajamnya ke arah jalan. Queenerra bisa merasakan bahwa suasana di dalam kabin mobil berubah. Ini seperti Benjamin membawa beban berat, tapi dia mencoba untuk menanggungnya sendiri.

"Aku akan mengantarmu ke rumah bibimu, kau bisa tinggal di sana sepanjang hari. Aku akan menjemputmu di malam hari." Benjamin berkata begitu mereka setengah jalan.

Queenerra mengangguk sebagai jawaban. Sebenarnya, dia ingin tahu tentang bagaimana Benjamin Duncan bekerja sebagai pemilik perkebunan besar di daerah tersebut. Namun dia tidak berani sombong lagi setelah percakapan yang tidak nyaman di awal perjalanan.

"Aku akan sangat sibuk di perkebunan hari ini, jadi aku tidak bisa mengajakmu jalan-jalan. Tapi mungkin kita bisa kembali di lain hari sehingga kau bisa berkeliling dan melihat-lihat." Benjamin melirik Queenerra dan membuat hatinya tersentuh.

Terkadang Benjamin benar-benar tidak bisa terlalu lembut dengan wanita, tetapi dari kepribadiannya yang keras dan tegas, perhatian sekecil apa pun yang coba diberikan Benjamin kepada seorang wanita dapat segera menyentuh hati mereka, termasuk yang baru saja dirasakan Queenerra.

The Master and His MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang