Gertrude dan Queenerra tampaknya terlibat dalam percakapan yang semakin menarik antara keduanya. Mengungkapkan fakta tentang apa dan siapa Benjamin Duncan dari sudut pandang sepupunya, Gertrude Duncan sampai tiba-tiba seseorang masuk ke dalam rumah dan itu adalah Benjamin.
Queenerra yang terkejut segera berdiri dan meninggalkan Gertrude, "Tuan Benjamin telah tiba, saya permisi." Queenerra berkata sambil meninggalkan Gertrude dan Benjamin sendirian.
Queenerra memilih untuk langsung pergi ke ruangan lain. Entah bagaimana tapi wanita itu merasa tidak bisa menghadapi Benjamin di depan Gertrude setelah percakapan mendalam mereka.
"Kau pulang terlambat bro . . ." kata Gertrude sambil bangkit dan memeluk sepupunya sebentar. "Apa kabar?" tanya Gertrude.
"Buruk," jawab Benjamin sambil melemparkan dirinya ke sofa. Pria itu menghela nafas dan meremas wajahnya sebentar.
"Apa yang terjadi?" tanya Gertrude.
Benjamin menggelengkan kepalanya, dia menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang kering.
"Semuanya terjadi seperti sesuatu yang sengaja direncanakan untuk menghancurkanku dalam satu waktu. Semua kejadian buruk mendadak terjadi seperti bom waktu yang diseting untuk meledak di satu waktu tertentu dan BOOM, aku hancur . . ." kata Benjamin memberikan analogi, sementara itu, Queenerra menguping dari ruangan yang berdekatan dengan tempat Gertrude dan Benjamin mengobrol
"Maksudmu seseorang berencana untuk menghancurkanmu?" tanya Gertrude bingung.
"Ya, semacam itu." jawab Benjamin dengan cepat.
"Gagal panen, benih bermasalah, mesin produksi busuk, seseorang mencuri anggaran pemeliharaan mesin utama, dan sekarang aku tidak punya cukup uang untuk mempertahankan operasi perusahaan dan memperbaiki mesin utama sehingga mereka dapat beroperasi kembali," kata Benjamin.
Gertrude mengerutkan alisnya. " Mungkin kau bisa mengambil pinjaman ke bank." Itu satu-satunya hal yang bisa dikatakan oleh Gertrude. Bagaimana tidak, kondisi keuangannya juga tidak dalam kondisi baik, apalagi Dominique Duncan, sang ibu masih mengendalikan semua yang menyangkut soal keuangan.
Mengingat hubungan Benjamin dan ibunya yang kurang harmonis, Gertrude tidak bisa menjanjikan banyak hal. Pria muda itu bahkan yakin betul, bahwa orang pertama yang akan bertepuk tangan ketika sepupunya itu hancur, adalah ibunya sendiri.
Meski demikian, Gertrude Duncan lebih cenderung mirip dengan mendiang ayahnya. Dia pria yang penurut dan tidak memiliki hati yang busuk. Dia tidak suka persaingan antar anggota keluarga, tidak seperti ibunya. Pria muda itu tidak mewarisi sifat, karakter, dan pikiran ibunya sama sekali. Setidaknya dia masih menghargai Benjamin sebagai keluarga.
Benjamin menghela nafas dalam-dalam, "Tidak semudah itu." Benjamin berkata, "Aku sudah coba menghubungi Bank untuk kemungkinan mengajukan pinjaman ke bank dan itu ditolak. Dana yang kuminta terlalu besar dibandingkan dengan jaminan yang sanggup ku berikan." Dia berkata dengan wajah frustrasi.
Gertrude meneguk, "Maaf aku tidak bisa membantu, kondisi keuanganku juga tidak baik-baik saja." Dia berkata dengan jujur. "Selain itu, kau mengenal ibuku dengan baik, kau tahu seperti apa dia," katanya.
"Aku tidak ingin kau meminjamkan uang kepadaku, tapi setidaknya bantu aku untuk meminjam rumah warisan keluarga Duncan sebagai jaminan atas hutang yang akan aku ajukan. Dibandingkan dengan rumah ini, luas tanah dan bangunan itu lebih besar, mungkin dengan begitu, Bank akan mempertimbangkan untuk memberikanku pinjaman." Benjamin memandang Gertrude, setengah memohon.
Gertrude menghela nafas dalam-dalam, "Semua dokumen rumah ada di tangan ibuku. Aku tidak bisa berbuat banyak." Gertrude berkata dengan wajah tak berdaya. Dia ingin membantu tetapi tidak memiliki kekuatan untuk membantu sepupunya.
Rahang Benjamin mengeras sekilas. "ya aku paham, situasinya juga tidak mudah bagimu." Kata Benjamin sembari menghela nafas dalam, "Satu-satunya yang bisa kujadikan jaminan hanyalah rumah ini. Nothing left." Kata pria itu dengan wajah muram.
"Dan kau akan hidup di jalanan?" Gertrude protes.
"Tidak masalah bagiku, yang penting adalah nasib para pekerja di perkebunan. Aku tidak bisa membiarkan mereka kehilangan pekerjaan, mereka memiliki keluarga dan aku tidak mungkin membiarkan mereka bekerja tanpa menerima upah, merkea membutuhkan itu . . ." jawab Benjamin tegas.
Gertrude menatap Benjamin dalam diam, "Sebaiknya kau memikirkan dirimu sendiri sebelum kau berpikir untuk menyelamatkan bumi yang setengah terendam." Dia berkata untuk mengingatkan Benjamin.
Rahang Benjamin mengeras sekilas sebelum wajahnya tertunduk, dia ingat bahwa saat ini hidupnya bukan tentang dirinya sendiri, tetapi ada Queenerra, wanita yang sekarang menjadi istrinya.
Jika dia memiliki banyak hutang dan sesuatu terjadi padanya sebelum hutang itu lunas, tentu saja, Queenerra akan menanggungnya. Selain menjadi janda, wanita itu juga akan menjalani kehidupan yang menyedihkan karena dia harus menanggung hutang suaminya yang egois.
Hati Benjamin menjadi kecut, "Aku akan memikirkan lagi soal menjadikan rumah ini jaminan." jawabnya.
Gertrude mengangguk setuju, "Jika suatu hari kau menikahi seorang wanita dan berikutnya kau gagal membayar, apakah kau akan membiarkan wanita itu tinggal di jalanan bersamamu?" tanya Gertrude realistis.
Benjamin menjawab, "Aku tidak akan membiarkan istriku menjadi janda miskin jika aku tidak lagi bersamanya sementara dia harus menanggung semua hutangku."
Queenerra yang masih mendengarkan percakapan menjadi patah hati. Tapi dia tidak bisa berbuat banyak untuk membantu.
Queenerra sangat menyadari bahwa dia tidak memiliki kekuatan apa pun, baik itu dukungan finansial atau moral yang pantas dia berikan kepada suaminya. Namun dia masih berdiri di tempat dia berada dan mendengar percakapan Gertrude dan suaminya.
Gertrude menghela nafas dalam-dalam, "Aku akan mencari cara untuk berbicara dengan ibuku." Kata Gertrude.
Benjamin mengangguk, "Ini salah ayahku. Dia tidak pandai mengelola bisnis, dia bahkan tidak bisa mempertahankan warisan dari orang tuanya sehingga dia berhutang dan rumah itu hampir disita oleh bank. Ibumu sudah membayarnya untuk nilai pinjaman ayahku, dan sekarang dia memiliki rumah warisan keluarga Duncan." Benjamin menyadari bahwa sejak awal dia tidak punya hak untuk mengklaim warisan dari kakek-neneknya. "Dia memiliki hak penuh untuk rumah-rumah itu sekarang." Benjamin tampak putus asa.
Gertrude mengangguk, "Ya, aku akan berusaha bicara dengan ibuku. Tapi kau juga tahu bahwa aku tidak bisa menjanjikan apa-apa." Gertrude berkata prihatin, "Tapi setidaknya besok aku akan mencoba berbicara dengan ibuku." Jawabannya.
"Terima kasih, saudaraku," jawab Benjamin.
"Aku akan pulang, sudah sangat terlambat." Gertrude berdiri dan Benjamin mengikutinya.
Mereka berpelukan sebentar dan Gertrude yang awalnya bermaksud meninggalkan tempat dia berdiri, tiba-tiba berbalik, "Aku suka kue jahe buatan Queenerra. Bolehkah aku membawa sisanya pulang?" dia bertanya kepada Benjamin. Pria itu tercengang beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk, "Tentu saja." jawabnya.
Gertrude tersenyum lebar, "Aku juga suka wanita itu, dia baik." Gertrude berkata sambil berjalan ke pintu, Benjamin telah mengikutinya di belakang. "Kami bahkan mengobrol banyak sebelum kau datang." Ujar Gertrude.
"Benarkah?" Dia menjawab dengan rasa ingin tahu.
"Tentu saja, aku bahkan akan sangat senang mampir ke rumahmu hanya untuk mengobrol dengannya," kata Gertrude kemudian bangkit berdiri dan memberikan pelukan pada sepupunya itu. Dengan toples berisi kue jahe buatan Queenerra, Gertrude berjalan meninggalkan ruangan.
Benjamin mengantarkan sepupunya itu keluar dari rumahnya hingga Gertrude memasuki mobilnya. Dia menyalakan mesin mobilnya dan mobil hitam mengkilat itu melesat meninggalkan halaman rumah Benjamin.
Untuk beberapa saat Benjamin berdiri di sana. Dia tetap diam dan memikirkan apa yang dibicarakan Queenerra dengan Gertrude sehingga pria itu memiliki kesan mendalam tentang Queenerra, istrinya.
==============================
LANJUT YAAAAAA
KOMEN DONG, MAU BERAPA PART DI UP HARI INI???
KAMU SEDANG MEMBACA
The Master and His Maid
RomanceCerita ini berkisah tentang pernikahan Benjamin Duncan, seorang pria yang patah hati karena ditinggalkan oleh wanita yang dicintainya yang memilih untuk menikahi sepupu Benjamin saat dia berada di medan perang demi tuntutan profesi militernya. Sekem...