MENGGODA

536 41 2
                                    

Irina dan Benjamin tiba di Perkebunan, sementara Benjamin Duncan langsung disibukkan dengan urusannya mengamati tanaman, sementara Irina membuntuti di belakangnya.

"Irina, kau bisa menunggu di pabrik. Ada tempat yang nyaman dan tidak terlalu panas." Benjamin Duncan berkata, tetapi Irina menolak dan memaksa untuk menemani Benjamin berkeliling, bahkan sampai waktu senja, mereka masih di perkebunan.

Ketika para wanita yang memetik hasil panen telah kembali ke rumah dan area perkebunan menjadi sepi. Benjamin dan Irina memutuskan untuk kembali ke pabrik.

"Sebaiknya kita pulang sekarang, atau kita akan pulang terlalu larut," kata Benjamin sambil bersiap-siap tapi Irina malah bangkit dan berjalan ke arahnya. Dia menuangkan anggur ke dalam gelas dan menyerahkannya kepada Benjamin, sementara Benjamin tampak bingung dengan apa yang dilakukan Irina.

"Suamiku tidak ada di rumah," kata Irina.

"Itu sebabnya kau tidak boleh pergi terlalu lama," jawab Benjamin.

Irina mengerucutkan bibirnya sebentar, "Selama tiga tahun kami menikah, banyak hal yang membuatku bertanya-tanya." Irina tiba-tiba mengubah percakapan menjadi sesuatu yang lebih serius. Benjamin Duncan terpaksa menunda rencananya untuk meninggalkan ruangan.

"Kau berteman dekat dengan suamiku. Selain itu, kalian telah bekerja bersama selama ini." Irina menatap Benjamin Duncan dengan tatapan yang dalam. "Apakah dia bertemu wanita lain di belakangku?" tanya Irina dan Benjamin Duncan terdiam sejenak.

"Jawab aku." Kata Irina dengan tatapan penuh selidik.

Benjamin menyesap anggur di gelas di tangannya, "Semua pria melakukannya sesekali." Ujar Benjamin santai.

Irina tampak berkaca-kaca, "Aku sudah hidup di neraka selama tiga tahun terakhir." Ucapnya pelan, mengundang simpati dari Benjamin yang masih naksir Irina.

"Mengapa kau mengatakan itu?" Alis Benjamin Duncan berkerut.

"Gertrude tidak pernah melihatku sebagai istri yang menarik lagi. Dia tidak pernah menyentuhku dengan penuh gairah. Bahkan, dia sering pulang larut malam karena berbagai alasan dan langsung tidur. Ketika saya memintanya untuk bercinta, dia bahkan menolakku."

"Terakhir kali kau bilang kau mencintai Gertrude, dan yang aku tahu Gertrude sangat mencintaimu." Benyamin menatap Irina.

"Aku memang mengatakannya, tetapi sekarang aku mempertimbangkan ucapanku itu. Selama tiga tahun pernikahan kami, semuanya berjalan dengan cara yang salah dan itu sangat sulit bagiku," kata Irina.

"Mendiang nenekmu sudah tidak ada lagi untuk melindungiku. Sedangkan bibimu, dia sangat mendominasi; dia memerintah putranya dan terus mengintimidasinya dengan posisinya sebagai nyonya rumah." Air mata Irina jatuh. Tapi sepertinya dia melakukannya dengan sengaja untuk mendapatkan simpati Benjamin Duncan.

"Terkadang aku ingin lari dari itu semua." Irina menangis.

Benjamin yang selalu luluh saat melihat air mata wanita tak kuasa menahan diri; dia meletakkan gelas di tangannya di atas meja dan memeluk Irina di tangannya.

"Aku akan bicara dengan Gertrude," kata Benjamin, mencoba mencari solusi untuk Irina.

"Tidak, jangan katakan apa pun padanya. Aku tidak ingin dia berbalik melawan ibunya, bagi Gertrude, ibunya adalah segala-galanya. Aku tidak ingin disalahkan jika hubungan mereka menjadi rusak."

Benjamin mengusap punggung Irina. Sementara wanita itu tampak mengulas senyum di pelukan Benjamin Duncan.

Irina pura-pura bangun dan menariknya menjauh, "Maaf, aku terbawa suasana." Dia pura-pura menyesalinya, meski dalam hatinya sangat senang bisa merasakan pelukan hangat Benjamin Duncan, cinta pertamanya, lagi setelah sekian lama.

"Kau telah berubah. Aku melihat perubahan besar itu selama tiga tahun terakhir," kata Benjamin. "Kau bukan gadis duapuluh tahun yang sama ketika aku pertama kali melihatmu, sembilan tahun lalu. Dulu kau begitu manja dan rapuh." dia berkata.

Irina tersenyum sambil menyeka sudut matanya, "Hidup memaksaku untuk kuat, dan bahkan itu sangat sulit." Jawabannya.

"Gertrude adalah pria yang baik, kau akan bahagia tinggal bersamanya," kata Benjamin Duncan. "Bibiku terkadang terlihat terlalu kaku dan dominan, tapi dia wanita yang baik. Kehidupannya saat masih muda juga sangat keras. Mungkin itu yang membuatnya menjadi pribadi yang terlalu dominan." Benjamin mencoba membela Dominique. Bagaimanapun, Dominique adalah bibinya, dan Benjamin telah menganggap Dominique seperti ibunya sendiri.

Irina menunduk, "Seharusnya aku tidak memberitahumu segalanya tentang Gertrude dan ibunya. Terutama padamu, karena kau adalah keluarga mereka, Kau pasti lebih memihak pada mereka," Dia tampak menyesal.

Benjamin Duncan tampaknya telah salah menilai Irina; dia pikir Irina adalah wanita yang lemah, polos dan terlalu lembut sampai-sampai membutuhkan pembelaan dan empatinya.

Padahal sebenarnya Irina sendiri sudah bosan dengan pernikahannya, bosan dengan sikap ibu mertuanya. Dia bahkan merasa keputusannya untuk meninggalkan Benjamin Duncan, pria yang dia rasa tidak memiliki masa depan karena sekembalinya dari tugas militer, Benjamin Duncan tidak lagi memiliki harta.

Ayahnya meninggal dalam keadaan bangkrut, meninggalkan banyak hutang tanpa harta berharga sama sekali selain rumah yang tidak terawat.

Namun siapa sangka, dalam tiga tahun Benjamin Duncan bisa membangun itu semua dan menjadi seorang pria yang hidup berkecukupan dan memiliki bisnis yang cukup cemerlang. Sementara suaminya Gertrude, anak manja yang tidak bisa mengambil banyak keputusan dalam hidupnya karena selalu dibayangi ibunya, justru semakin terpuruk dan tidak berkembang.

Gertrude tidak punya urusan pasti selain menjadi perpanjangan dari Dominique, ibunya di perusahaan keluarga yang ditinggalkan oleh ayahnya. Dia bekerja dengan Benjamin hanya sebagai investor, yang sebenarnya tujuannya lebih ke arah mengawasi perkembangan usaha Benjamin dibandingkan membantu.

Irina yang semula bisa memenuhi semua kebutuhan mewahnya kini terpaksa harus berhemat setelah mendapat komentar pedas dari ibu mertuanya, "Seharusnya kau tahu posisi keuangan perusahaan dan suamimu, jangan terlalu bodoh dengan menghabiskan uang kami dengan gaya hidupmu yang boros." Ucapan Dominique membuat Irina yang awalnya merasa hidupnya baik-baik saja meski berada dalam pernikahan tanpa cinta, namun nyatanya tanpa uang ia tidak menemukan arti hidupnya.

Irina tersenyum, "Sebaiknya kita pulang." Ucapnya mengakhiri percakapan mereka berdua. Bagi Irina, satu pelukan dari Benjamin Duncan sudah cukup untuk meyakinkannya bahwa dia masih memiliki perasaan untuknya.



=====================================


JANGAN LUPA TINGGALKAN BINTANG DAN ULASAN KALIAN DI KARYA TERBARU AKU SETELAH SEKIAN LAMA NGGAK UPDATE DI WATTPAD YA. SEMOGA KALIAN SUKA DENGAN KARYA TERBARU AKU ^_^

The Master and His MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang