Benjamin dengan wajah muram memasuki kamarnya. Begitu banyak tanaman yang rusak tanpa alasan.
Setelah dilakukan investigasi seharian, ternyata didapati bahwa gudang penyimpanan yang suhu udaranya tiba-tiba tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan dan membuat banyak bahan siap kirim rusak dan tidak layak untuk dijual.
Ditambah mesin produksi utama tiba-tiba mati dan teknisi bahkan tidak bisa menyalakannya lagi.
Yang lebih mengejutkan, ditemukan bahwa di beberapa bagian mesin ternyata keropos. "Bagaimana ini lolos dari QC pemeliharaan?" tanya Benjamin dengan marah.
Kepala insinyur menjawab, "Kami selalu mendapatkan anggaran kecil untuk perawatan mesin." jawabnya.
"Tidak mungkin." Benjamin menggelengkan kepalanya dengan tak percaya. "Anggaran pemeliharaan sangat besar. Ini jelas tidak benar." Benjamin terlihat marah. Dia segera meninggalkan bagian pabrik untuk produksi dan berjalan ke gedung lain di mana kantornya berada.
Melintasi meja sekretarisnya, Benjamin berhenti di jalurnya, dan bertanya, "Di mana Lucy?" Benjamin bertanya pada sekretarisnya.
"Mss. Lucy belum datang dalam tiga hari." kata Marissa dengan wajah pucat.
"Ambil semua laporan keuangan di mejanya dan letakkan di atas meja saya," kata Benjamin.
Benjamin memeriksa laporan keuangan bulanan selama setahun terakhir ditambah laporan tahunan selama tiga tahun terakhir dan semuanya tampak normal. Seseorang pasti telah menipunya untuk keuntungan pribadi. Beberapa oknum di perusahaan mungkin menggunakan uang perusahaan untuk diri mereka sendiri dan itu akan membuat marah Benjamin.
Tetapi mencari tahu siapa pelakunya hanya akan membuang-buang waktu, sementara dia membutuhkan semua solusi instan untuk masalah yang dia hadapi saat ini.
Dan satu-satunya solusi instan adalah dana segar untuk dapat memperbaiki mesin, membayar karyawan dan menjaga produksi tetap berjalan sementara dia perlahan-lahan mencoba memperbaiki masalah di dalam perusahaannya.
Karena Benjamin Duncan memiliki begitu banyak masalah hari ini, itu membuatnya melupakan janjinya untuk menjemput Queenerra di kedai Bibi Clara.
Jangankan memikirkan orang lain, Benjamin bahkan melewatkan makan siangnya sendiri. Dia sibuk memeriksa lokasi di perkebunan yang gagal panen.
Mesin produksi yang rusak ditambah dengan laporan keuangan yang kacau. Mengapa semuanya bisa jungkirbalik dalam waktu kurang dari satu malam?
Pertanyaan besar bergema di kepala Benjamin Duncan. Bukannya dia tidak pernah memeriksa laporan keuangan. Sejauh ini laporan keuangan yang dia terima dari stafnya terlihat bagus, tetapi ternyata setelah dia memeriksa lagi, ada banyak masalah, terutama di departemen produksi. Biaya perawatan mesin juga meningkat dua kali lipat tetapi kondisi mesin bukannya semakin baik, justru semakin tidak terawat.
***
Benjamin melemparkan map terakhir ke atas mejanya dan membiarkan dirinya duduk diam sembari memegangi kepalanya dengan satu tangannya.
Sejak tadis ore dirinya telah dua kali memeriksa laporan keuangan dan juga menghubungi bank tempat dia menyimpan uang, baik itu uang perusahaan atau uang pribadi.
Bahkan jika isi dari dua akun tabungannya digabungkan, jumlahnya masih akan sangat kurang untuk membeli pengganti mesin utama yang rusak.
Benjamin menarik napas dalam-dalam, dan mempertimbangkan sampai dia mengeluarkan ponselnya lalu menelepon sepupunya, Gertrude.
Terdengar dering tersambung, dan dengan sabar Benjamin menunggu beberapa saat sampai panggilannya diterima oleh sepupunya.
"Hallo." Gertrude menyambutnya.
"Gertrude." Benjamin menjawab.
"Benjamin, apa ada masalah? Mengapa suaramu terdengar tak bersemangat." Tebak Gertrude. Selama ini dia mengenal Benjamin adalah pribadi yang bersemangat dan tegas, dalam situasi apapun. Namun tampak berbeda kali ini.
Benjamin segera menjawab, "Aku butuh bantuanmu." Katanya terus terang, seperti yang selalu dia lakukan, Benjamin adalah seorang pria yang tidak suka berbasa basi untuk hal apapun, termasuk dunia bisnis tempat dia bergelut selama beberapa tahun terakhir.
"Sebaiknya kita bicara langsung. Kebetulan aku sedang melintas tak jauh dari rumahmu, aku akan mampir dan kita akan bicara." kata Gertrude.
"Aku masih di pabrik," jawab Benjamin. Seketika Benjamin teringatbahwa dirinya berjanji untuk menjemput Queenerra di rumah bibi Clara.
"Aku akan mampir ke rumahmu, aku akan menunggumu di rumah," kata Gertrude.
"Oke. Bisakah kau menunggu sedikit lebih lama?" Bujuk Benjamin. "Aku harus melakukan sesuatu sebelum kembali ke rumah," benjamin menjelaskan.
"Tentu saja. Kurasa pelayanmu sudah membuat makan malam, jadi aku tidak akan kelaparan sambil menunggu di sana." Gertrude menutup percakapan.
"Oke." Benjamin mengakhiri panggilan dan segera mengambil kunci mobilnya. Dia meninggalkan kantornya dan bergegas ke area parkir untuk mengambil kendaraannya yang diparkir di sana sementara tidak ada kendaraan lain selain kendaraan operasional pabrik yang ditinggalkan karyawannya di rumah.
Benjamin menyalakan mesin mobilnya dan segera memutar kendaraannya melintasi jalan yang sangat gelap. Dia menuju ke kedai kopi Bibi Clara.
Perjalanannya memakan waktu sekitar tiga puluh menit, dan ketika dia tiba, kedai itu sudah gelap. Benjamin turun dari mobilnya dan memeriksa apakah masih ada orang di kedai atau tidak, mengingat malam sudah cukup larut. Benjamin mengetuk pintu kedai tetapi tidak ada jawaban.
Tiba-tiba seorang pria lewat dan berkata, "Toko itu tutup lebih awal." katanya.
"Oh, terima kasih." Benjamin tersenyum saat dia menjawab pria itu. Dia memutuskan untuk kembali ke mobil dan menelepon Queenerra melalui ponselnya, tetapi Queenerra tidak menjawab panggilan itu.
Sementara itu, di rumah Benjamin, Gertrude sepertinya baru saja memarkir kendaraannya dan berjalan menuju pintu Benjamin. Dia mengetuk dua kali dan berdiri di sana menunggu seseorang membuka pintu dari dalam.
"Hai ..." Gertrude tersenyum ketika seorang wanita membukakan pintu untuknya.
"Apakah anda mencari Tuan Duncan?" tanya wanita yang berdiri di ambang pintu itu dengan sopan. Dia adalah Queenerra.
"Ya, aku Gertrude, sepupunya," jawab Gertrude ramah.
"Maaf, tapi Tuan Duncan tidak ada di rumah," jawab Queenera dengan sopan. Dia tidak ingin mengejutkan anggota keluarga Duncan dengan mengklaim bahwa dia adalah istri Benjamin Duncan.
"Dia meneleponku dari pabrik. Sepertinya dia akan segera pulang, sementara itu dia memintaku untuk menunggu di sini," kata Gertrude.
Meski awalnya tidak begitu yakin, namun Queenerra tetap mengajak sepupu suaminya untuk masuk ke dalam rumah.
Tidak lama sebelum panggilan masuk ke ponsel Gertrude, "Ben." Gertrude menerima telepon dari Benjamin.
"Gertrude," jawab Benjamin dengan suara panik. "Apakah kau sudah di rumahku?" tanya Benjamin.
Dia sempat berpikir untuk meminta Gertrude untuk tidak menunggunya karena dia masih harus mencari tahu keberadaan istrinya yang telah menghilang secara misterius dan bahkan tidak menerima teleponnya.
"Ya, seorang wanita cantik baru saja membukakan pintu untukku," jawab Gertrude bercanda. Alis Benjamin berkerut setelah mendengar apa yang dikatakan Gertrude barusan.
"Wanita cantik, siapa namanya?" Benjamin bertanya dengan rasa ingin tahu.
Gertrude tertawa, dan itu membuat Queen berhenti di jalurnya dan beralih menatap ke arah Gertrude yang mengikutinya ke ruang tamu. "Siapa namamu nona, kupikir tuanmu bahkan mengalami amnesia sampai lupa nama pembantu rumah tangganya yang cantik," Gertrude bertanya masih berusaha menghentikan tawanya.
"Queenera." jawab Queenerra lembut.
"Namanya Queenerra. Bagaimana kau bisa memiliki pelayan dengan nama yang begitu indah tapi kau justru lupa namanya?" Gertrude masih bercanda. Di sisi lain, Benjamin bisa bernapas lega, "Baiklah, Aku akan segera pulang." Benjamin menjawab. Setidaknya dia tahu di mana istrinya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Master and His Maid
RomanceCerita ini berkisah tentang pernikahan Benjamin Duncan, seorang pria yang patah hati karena ditinggalkan oleh wanita yang dicintainya yang memilih untuk menikahi sepupu Benjamin saat dia berada di medan perang demi tuntutan profesi militernya. Sekem...