Pesona

345 38 0
                                    

Miriam Millano dan Benjamin Duncan akhirnya meninggalkan antrian di Bank dan mereka pergi dengan mobil Miriam di kafe dekat bank.

Sementara Pedro duduk di dalam mobil menunggu Benjamin, dia melihat mereka berdua keluar dari Bank, "Siapa wanita itu?" Pedro berkata pada dirinya sendiri sambil menatap mereka yang berjalan ke salah satu mobil mahal yang diparkir tidak jauh darinya, tetapi dia tidak berani bertanya dan memilih untuk tetap duduk menunggu tuannya kembali.

Di dalam mobil, Miriam berbicara banyak, jauh lebih ramah daripada pertama kali mereka bertemu di acara penggalangan dana.

"Jadi sejak kapan bisnis Anda dalam keadaan terguncang?" Miriam bertanya.

Benjamin tersenyum tipis, "Sebenarnya ini bukan bisnis besar yang bisa dibanggakan." Benjamin menjawab dengan enggan.

Miriam memandang Benjamin, "Tidak, tidak, tidak seperti itu. Seorang wirausahawan tidak pernah meremehkan bisnis sekecil apa pun, karena semua bisnis mulai dari nol, perlu kerja keras untuk merintis usaha dari kecil hingga besar." Miriam menjawab menyemangati Benjamin.

Pria mana yang tidak suka disanjung oleh wanita cantik, cerdas, dan kaya, tentu saja, Benjamin juga merasa senang mendapatkan pujian seperti itu atas apa yang telah dia coba lakukan selama ini, sementara yang lain menghujat dan mencoba menjatuhkannya, bahkan meninggalkannya, masih ada orang yang dengan tulus memberikan pujian, itu adalah sesuatu yang langka dan layak untuk disyukuri.

"Sebenarnya ini adalah bisnis keluarga yang ditutup ketika orang tua saya meninggal. Saat itu saya kembali dari tugas saya sebagai tentara dari perang di Timur Tengah. Saya mengundurkan diri dari gugus tugas saya dan memilih untuk membangun kembali bisnis karena begitu banyak pekerja yang menganggur dan kesulitan mencari pekerjaan di sekitar sana." Jawab Benjamin.

Miriam tampak kagum mendengar penjelasan Benjamin, tidak hanya tentang penjelasannya, tetapi dia juga menyadari bahwa tubuh Benjamin Duncan yang tegap dan gagah, sikap tegas dan bermartabat adalah karena latar belakang militernya. "Sangat menarik," jawab Miriam. "Jadi sudah berapa lama perusahaan Anda beroperasi?" Miriam bertanya.

"Mungkin sekitar tiga tahun. Namun dalam beberapa bulan terakhir kondisinya memburuk ditambah dengan dikeluarkannya peraturan fiskal yang memberatkan dari pemerintah." Jawab Benjamin.

Miriam mengangguk, "Saya mengerti. Tidak hanya perusahaan kecil tetapi bahkan perusahaan besar yang tidak pernah membayangkan bangkrut justru bisa gulung tikar dalam hitungan bulan karena kebijakan fiskal." jawab Miriam.

"Saya tertarik untuk menginvestasikan uang saya di perusahaan Anda, tidak hanya dalam hal keuntungan, tetapi saya juga ingin membuat dampak pada lingkungan seperti yang Anda lakukan Mr. Duncan," tambahNya.

Mata Benjamin membelalak, senyum menyebar di wajahnya, "Saya tidak menerima belas kasihan Mss. Millano." Jawab Benjamin.

Miriam meraih tangan Benjamin, pria itu sedikit terkejut tetapi Miriam meyakinkannya bahwa ini adalah bagian dari misinya, "Anda tahu Mr.Duncan, kakek buyut saya juga seorang penambang. Seorang buruh manual yang hanya dibayar ketika ia berhasil mendapatkan batu yang bisa dijual. Nenek saya yang lain harus berjuang untuk mendapatkan ikan untuk membuat sarden, diawetkan untuk mereka makan. " Miriam tersenyum sekilas,

"Tetapi mereka bekerja keras untuk mengirim kakek saya ke sekolah sampai akhirnya kakek saya dapat membangun bisnisnya, meneruskannya kepada ayah saya, dan berkembang pesat." Miriam terus menatap Benjamin.

"Aku ingat pesan ayahku kepadaku, satu dolarmu mungkin tampak tidak berguna karena kamu punya jutaan. Tapi itu akan sangat berguna bagi orang-orang yang tidak punya makanan untuk dimakan hari itu."

The Master and His MaidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang