𝟐𝟔 - 𝑯𝒐𝒔𝒑𝒊𝒕𝒂𝒍

105 9 0
                                    

Suara ambulance terus berkumandang disepanjang perjalanan menuju rumah sakit.

Dengan mata yang masih tertutup gara terbaling lemah dibrankar ambulance.

Mika duduk disaming gara yang masih tak sadarkan diri, ia mencoba mencari handphone disaku pakaian pria itu.

"Gue harus kasih tau temannya." ucap mika.

Akhirnya mika menemukan handphone gara dan ada sebuah foto berukuran 3r dikantong jaket gara.

Ia melihat foto itu. Ternyata gara memotretnya saat ia tengah bermain basket saat jam istirahat, "Ck..." decak mika, menaruh foto itu disaku bajunya.

Jari mika menekan tombol daya, untung saja handphone gara tak berpassword. Mika langsung menuju ke daftar kontak.

"Bangsat?" monolog mika, ketika menemukan kontak satrio.

Panggilan tersambung

"Hallo?" suara dari sebrang sana.

"Gara masuk rumah sakit" ucap mika.

"Suara lo, gara dimana?" tanya satrio heran.

"Gara ditusuk. Sekarang kita lagi diperjalanan ke rumah sakit" beber mika.

"Hah! Gara ditusuk?" panik Satrio "rumah sakit mana?" timbalnya.

"Gue Share lokasinya." tutup mika.

***

"Maaf, silahkan mbak tunggu disini." ucap seorang suster, kemudian menutup pintu ruang UGD.

Mika duduk dikursi rumah sakit, berharap keadaan gara tak separah yang ia pikirkan.

"Kalau gara mati?"

"Kalau gara lupa ingatan?" gurau mika.

"Please gara jangan mati karena hal ini, gue semakin bersalah kalau ini terjadi"

Mika menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya.

Kejadian ini sungguh diluar dugaan, entahlah siapa pria misterius itu ia tak mementingkannya lagi. Sekarang mika berharap gara baik-baik saja.

"Gimana keadaan gara?" ujar satrio, yang baru sampai di rumah sakit. Dibelakangnya sudah ada darma, Syukron dan vivi.

Terlihat raut panik dari empat orang itu.

Mika berdiri dari duduknya, "Ga-gar-a" ucapnya terbata-bata.

"Iya gara! Kenapa dia bisa ketusuk?!" tegas satrio

"Jangan... ngegas" tutur syukron.

"Ron...! Dia yang buat temen kita celaka!" tuding satrio tatapan tajamnya menatap mika tak suka.

"Bukan gue yang bikin gara begin-"

"STOP," geram vivi "kalian bisa gak sih diem?" resah vivi.

Tidak ada yang berani bersuara saat itu juga, pandangan vivi tertuju kepada mika yang tengah menatap tak suka satrio.

"Kenapa bang gara bisa kayak gini?" tanya vivi intonasinya mulai merendah.

"Bener kata satrio ini salah gue, kalau aja gue gak nelpon gara mungkin keadaan gara gak gini" sahut mika.

"Terus yang nusuk gara siapa?" tanya darma.

"Gue gak tau."

"Jangan-jangan lo yang nusuk!" sosor satrio kembali menuduh mika.

Plak

Tangan kanan mika dengan entengnya menampar pipi kiri satrio, refleks satrio memegangi pipinya yang terkena tamparan dari kekasih sahabatnya.

"Jangan beropini sendiri. Lo gak tau behind the scenenya!." tegas mika, tak terima dengan satrio yang selalu menghakiminya.

"Ok. Kalau lo gak tau setidaknya lo tau ciri-ciri orangnya 'kan?" ucap darma.

"Pria itu berpakaian serba hitam," terang mika "selebihnya gue gak tau."

"BANGSATTT" jerit vivi kembali.

Satrio yang masih mengelus-elus pipinya pun segera menoleh ke sumber suara, "Naon?"

"Suruh kak Al cari orang yang udah nusuk abang, TKP di jembatan kemayanga!" printah vivi.

"Al? Dari pulang sekolah gue gak liat dia" timbal satrio.

"Telpon!" tekan vivi.

Vivi memutuskan untuk duduk dan diikuti oleh darma dan syukron yang duduk dikursi sampingnya.

Sedangkan satrio masih mundar mandir sembari mendekatkan handphonenya pada telinga kanan.

Darma yang sedang duduk dan mengkuatirkan kondisi gara pun seketika emosi karena satrio yang terus muter-muter di depan pintu UGD.

"Bangsat! Gak bisa lo diem gak muter-muter mulu?" tanya darma geram "hidup jangan dijadiin kayak kisah nyata Indosiar" cecar darma.

"Si alex gak angkat-angkat panggilan gue!" balasnya.

Pintu UGD terbuka menampakkan pria berjas putih, pandangan lima manusia itu seketika menoleh kearahnya.

"Gimana kondisi teman saya Dok?" tanya satrio.

"Kami telah melakukan pemeriksaan awal dengan menentukan lokasi luka pada tubuh pasien, dan mengecek alat yang digunakan saat menusuk, serta banyaknya darah yang hilang," papar dokter "Pasien cukup banyak kehilangan darah"

"Langkah apa yang harus diambil?" tanya vivi.

"Langkah satu-satunya adalah melakukan donor darah,"

"Apa ada keluarganya disini?" tanya dokter.

"Saya adiknya Dok" sahut vivi.

"Pasien harus segera menemukan pendonor darah, apa orang tua kalian siap untuk mendonorkan darah?"

"Siap Dok pasti bunda sama papa mau" tegas vivi.

"Baik. Saya tunggu konfirmasi dari pendonor, silahkan penuhi administrasinya terlebih dahulu" tutur dokter dan meninggalkan mereka.

***

Setelah dokter mengatakan bahwa gara kehilangan banyak darah dan membuhkan donor darah, mika tak hentinya menyalahkan dirinya.

Mika duduk disalah satu kursi kantin, sementara vivi, syukron, satrio dan darma. Mereka sedang melihat kondisi gara.

"Bodoh... Kenapa harus orang lain yang celaka?"

"Kenapa gak gue aja anj-" umpatan mika terpotong karena sesosok pria tiba-tiba menyela ucapannya.

"Omongan si bangsat jangan dimasukin ke hati, masukin ke lambung aja biar bisa diproses di tempat pembuangan" ujar darma yang tiba-tiba muncul dihadapan mika yg tengah duduk.

Mika mendongak ke atas menatap darma, "Temen lo udah sadar?" tanya mika, karena ia belum melihat kondisi gara.

"Masih tidur" sahutnya.

"Maaf, karena gue temen lo jadi celaka" ucap mika.

"It'zz okehh. Gara gk bakal mati kok"

***

Sementara dilain tempat, tepatnya di roftop gedung yang terbelengkalai. Seorang pria masih menggunakan pakaian serba hitamnya.

"Hahahaha," suara tawa licik itu menggema digelapnya malam ini.

"Gue gak ada niatan buat nusuk lo gara!"

"Tapi sikap lo yang nyuruh gue," ucap seorang pria dengan wajah liciknya "buat hancurin lo secara perlahan."














SEMOGA SUKA 🤍

SALENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang