Part 6

1.3K 74 0
                                    

Inggrid, Santi, Hanum, kita meeting bertiga dulu aja ya, Ale lagi sakit so dia nggak ke kantor.

Siang itu, Bu Herna mengirimkan pesan di whatsapp grup internal mereka.

Pak Andre sakit? Batin Hanum bergejolak bertanya-tanya apa yang terjadi dengan Andre, karena ia pun belum melihat Andre yang 5 hari lalu ada perjalanan bisnis ke Semarang.

Pukul 14.30 Di ruangan Bu Herna.

"Num, kamu sudah paham ya untuk bikin brief meeting jumat nanti?"

"Iya bu." Jawab Hanum.

"Sebenernya kalo Ale ada kita bisa kejar proses dokumen lainnya nih, soalnya butuh approval dia." Kata Bu Herna.

"Emang dia sakit apa sih Her?" Tanya Bu Inggrid.

Hanum yang duduk berderet dengan Bu Inggrid dan Santi merasakan panas di dadanya, dan merasa tertarik dengan pembicaraan ini.

"Kayaknya kecapekan Grid, si fremantle ini bikin dia banyak kemana-mana."

"Lagian cuaca lagi pancaroba gini bu, hujan beberapa hari ini juga rata di mana-mana." Santi ikut menanggapi pembicaraan Bu Herna dan Bu Inggrid.

"Nah iya juga ya. Eh tapi, kasian nggak sih dia sakit gitu yang ngurusin siapa ya?" Bu Inggrid lagi-lagi melempar pertanyaan yang makin membuat Hanum memasang telinganya dengan seksama.

"Ya paling sendiri aja, ini itu sendiri. Kasian sih, cuma itu anak ya gue tanya nih Grid, "lo nggak mau nikah lagi gitu, biar ada yang nemenin..."

Detak jantung Hanum mulai meningkat penasaran dengan apa yang akan dikatakan Bu Herna.

"Eh dianya mah mesem-mesem aja." Sambung Bu Herna.

Hanum tertunduk, merasa tercekat dan merasa ada yang mengganjal diantara tenggorokannya, ingin ia hilangkan namun justru semakin memaksa membentuk butiran-butiran air dimatanya yang siap menetes, tapi berusaha ia pendam kembali.

"Ya pasti dia akan lebih selektif nggak sih Her? Apalagi dengan segala yang dia punya, dia nggak akan sembarangan pilih orang."

"Nah itu Grid, gue kenal dia udah lama dan itu anak tuh baik cuma apes aja dulu, makanya gue berharap banget lah sekarang dia dapet orang baik..."

Mendengar itu Hanum memejamkan matanya, berusaha menguatkan diri untuk tidak membiarkan air matanya menetes. Entah kenapa tapi ia ingin menangis.

"Apalagi dengan penantian dia selama ini, dia cari apa coba? Gue yakin dia pasti agak kesulitan buat meyakinkan diri dia ketika ketemu orang lain." Sambung Bu Herna.

Tak kuat akhirnya Hanum meneteskan air mata yang membuatnya seketika menoleh ke kiri supaya tak terlihat yang lain dan mengusap pipi yang basah dengan pashmina hitamnya.

"Bu saya izin ke toilet dulu ya." Kata Hanum setelah ia pastikan wajahnya tidak menampilkan gurat tangisnya.

Di dalam toilet Hanum terdiam dengan air mata yang mengalir di pipinya, ia tidak menyangka harus mendengar pembicaraan tadi dan kini sangat mengaduk perasaaannya. Entahlah, apakah ini rasa iba, atau justru rasa tertarik dengan ironi pria yang lebih tua 12 tahun darinya itu.

***

Malamnya dirumah, Hanum sedang menemani Azka yang bermain dengan mobil-mobilannya, matanya mengikuti setiap gerak Azka.

"Azka..."

"Iya munda."

Hanum membuka lengannya mengisyaratkan untuk Azka mendekatkan badan dan memeluknya, "Azka mau punya ayah nggak?"

Azka memutar badan dan melihat Hanum, "Mmm... Kan ayah udah bobo di tempat yang waktu itu munda." Azka mengingat saat terakhir kali dibawa ke makam ayahnya Rio.

Hanum mengelus kepala Azka dan tersenyum tipis,"Bukan yang itu..." Hanum terdiam sebentar mencari kata-kata yang tepat, "Kalau misalnya ada om yang datang kesini dan mau jadi ayahnya Azka, Azka mau nggak?"

Azka terdiam dan memutar bola matanya mencoba mencerna tiap kalimat bundanya.

"Azka..." Bu Ratih menyelinap di sela-sela pembicaraan Hanum dan Azka "kalau misal Azka punya ayah baru yang nanti tinggal sama Azka dan bunda, jagain Azka dan bunda, sayang sama Azka dan bunda, Azka mau nggak?" Bu Ratih menatap Hanum.

Azka tidak merespon dan langsung sibuk kembali ke mainannya.

"Tapi om itu baik nggak?"

Hanum mengangkat alisnya tidak mengira Azka akan bertanya seperti itu.

"Insya Allah baik."

"Nanti Azka boleh main ke plergon (playground) sama  om itu nggak?"

Hanum dan Bu Ratih saling menatap satu sama lain, lalu Hanum menatap kembali azka dan tersenyum kecil.

"Iya boleh."

"Yee kalo gitu Azka mau punya ayahhh.. Azka punya ayahhh Azka punya Ayahh..." Azka menari-nari kecil kegirangan.

Bu Ratih menyentuh pundak Hanum, "Sekarang tinggal kamu mau jawab apa."

Hanum terdiam.

***

TOUCHED (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang