CHAPTER 05

8.5K 368 54
                                    

Hari menjelang sore. Sore ini Alva tengah berada di perjalanan menuju rumah Vella untuk menjemput gadis itu, karena sejak di sekolah tadi mereka sudah berencana akan belajar memasak bersama, serta Alva yang menagih janji Vella yang katanya akan menemaninya mengurus keponakannya.

Ia mematikan mesin motornya kala sudah sampai di halaman rumah gadis itu. Bertepatan dengan itu, keluarlah seorang gadis yang sudah bersiap memakai kaos berlengan pendek warna putih dengan cardigan rajut berwarna lilac dipadukan dengan celana kulot berwarna putih sangat cocok melekat ditubuhnya. Terlebih lagi semua rambutnya yang diikat menjadi satu ke belakang memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus membuatnya berusaha meneguk salivannya susah payah.

Wajahnya yang natural tanpa make-up dengan bibir merah muda yang alami membuat gadis itu terlihat sangat cantik.

"Al," panggil gadis itu seraya menepuk pelan pundak Alva membuat lelaki itu tersadar.

Entah sejak kapan Vella sudah berada di hadapannya. Lelaki itu berdehem untuk menutupi kegugupannya dan memilih menyalakan mesin motornya.

"Naik," titahnya.

Gadis itu menurut lalu menaiki motor ninja milik Alva dengan memegang pundak lelaki itu sebagai tumpuan.

"Ayo!" seru gadis itu seraya menepuk pundak pelan Alva dengan kedua tangannya.

Tanpa Vella sadari, senyuman tipis terbit dari bibir lelaki itu.

Setelahnya, lelaki itu segera menjalankan motornya menjauhi pekarangan rumah Vella.

***

"Kakak cantik!" seru Rigel yang muncul dari balik pintu rumah.

Dilihatnya bocah lelaki itu menghampiri Vella lalu memeluk kaki Vella.

Vella tersenyum manis lalu berjongkok menatap Rigel. Ia mencubit pelan pipi gembul milik bocah itu dengan gemas. "Kamu baru bangun tidur ya? Gemesin banget sih."

Rigel mengangguk. "Tadi Rigel denger suara motor bang Alva jadi Rigel samperin aja, eh ternyata ada kakak cantik juga. Rigel seneng hihi ..."

Gadis itu terkekeh geli akan tingkah bocah itu. "Kamu adiknya kak Alva?"

"Dia ponakan gue," celetuk Alva.

Rigel mendelik kesal pada Alva. "Apaan sih Bang, kakak cantik nanya sama Rigel bukan sama Abang."

Alva hanya menatap Rigel dengan jengah.

"Pasti kamu belum makan, ya?"

Rigel mengangguk antusias. "Kok tau."

Vella mendekatkan telinganya pada perut Rigel. "Tuh perutnya bunyi terus."

Saat itu juga Rigel tertawa lepas. "Emang iya sih."

"Yaudah ayo masuk, biar kakak sama kak Alva masakin makanan sekalian kakak belajar masak."

Seketika mata bocah itu berbinar. "Daebak! Daebak!"

Vella terkekeh. "Pinter juga kamu bahasa Korea."

Rigel tersenyum bangga. "Iya dong Rigel gitu loh."

"Ayo!" seru Vella seraya menuntun bocah lelaki itu berjalan masuk ke dalam rumah meninggalkan Alva yang kini mendengkus kesal.

Alva kesal dengan Rigel karena Rigel, Vella mengabaikannya.

Di dapur, Vella tengah menyiapkan peralatan dan bahan untuk memasak, sementara Rigel memilih menunggu di ruang makan seraya memainkan game online di ponselnya.

Alva pun tengah membantu Vella menyiapkan semua bahan keperluan untuk memasak dengan sesekali melirik Vella.

Kini keduanya akan membuat ayam kecap. Vella membantu Alva membuat bumbu setelah selesai mereka mulai bergelut dengan peralatan dapur.

"Vel," panggil Alva yang kini tengah menunggu ayam matang.

Vella menatap Alva lalu berdehem.

Alva terdiam sejenak. "Gue boleh jujur gak?"

Vella mengangguk antusias. "Kenapa?"

Alih-alih menjawab, Alva justru terus saja menatap gadis itu lekat. Sedetik kemudian Alva kembali mengeluarkan suaranya.

"Lo cantik banget hari ini."

Vella mendengkus kesal. "Lo pikir kemarin-kemarin gue gak cantik gitu? Asal lo tau, ya gue itu cantik dari brojol."

Alva tersenyum tipis. "Iya deh si paling cantik."

"Baru nyadar lo, ya? Kemarin-kemarin kemana aja?"

Vella tersenyum menggoda. "Awas naksir lo."

Seketika kuping Alva memerah. Ia pun berdehem pelan untuk menutupi kegugupannya. "Mana ada."

"Ogah gue sama lo."

Vella mengerucutkan bibirnya. "Yaudah gue sama Fahmi aja."

Mendengar hal itu membuat raut wajah Alva seketika berubah menjadi masam. "Siapa?"

"Kelas sebelah," alibi gadis itu.

"Gak boleh!" tegas Alva membuat Vella hanya mengedikkan bahunya acuh dan memilih menyajikan ayam kecap yang sudah jadi.

Alva gelagapan. Ia takut jika Vella memang benar-benar dekat dengan lelaki yang bernama Fahmi.

"Vella," rengeknya.

Vella menghela nafas berat. "Apa?"

"Lo gak boleh deket cowok mana pun selain gue," tegasnya.

Vella mendelik kesal. "Tadi bilangnya lo ogah sama gue."

Alva berdehem pelan. "Tadi bercanda doang."

"Lagian lo siapanya gue? Emak gue juga bukan."

Alva menatap gadis itu lekat. Tangannya terangkat untuk mengacak rambut gadis itu gemas. "Calon masdep lo." Alva memilih berlalu dari sana menuju ruang makan dengan tangan yang membawa piring yang berisi ayam kecap yang barusan Vella sajikan.

Vella terdiam mematung di tempat kala mendapat perlakuan dari lelaki itu barusan. Entah mengapa kini jantungnya berdegup sangat kencang dari biasanya.

Tangannya terangkat untuk menyentuh bagian puncuk kepalanya lalu menggigit bibir bawahnya menahan senyumnya.

Sedetik kemudian Vella mengacak rambutnya sendiri dengan kesal. "Apaan sih lo, Vel. Gak usah berharap sama dia! Lo sama dia beda, bahkan Alva mana mau sama lo yang miskin!"

Setelahnya Vella memilih berjalan menuju ruang makan.


TBC

Voment please?

See you next part!

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang