Sesuai dengan keinginan Alva selama ini, akhirnya Vella mau tinggal di apartemennya. Tentu ia lega karena bisa memantau kesehatan gadisnya.
Ia marah karena ia baru tahu bahwa setiap harinya Vella hanya memakan mie instan, tentu saja itu tidak baik bagi kesehatannya.
Dapat dipastikan bahwa mulai sekarang Vella hanya akan memakan makanan sehat.
Vella sempat menolak saat Alva yang terus-menerus memintanya agar tinggal di apartemen lelaki itu dengan alasan banyak kenangan di rumahnya. Alva paham, tetapi ia juga tak bisa membiarkan Vella tinggal sendiri. Terlebih lagi, gadis itu tidak makan teratur membuatnya semakin cemas. Alva tak pernah bosan membujuk gadisnya agar tinggal di apartemennya membuat Vella akhirnya mengiyakannya dan alhasil kini Vella sudah berada di apartemennya.
Ternyata apartemen lelaki itu sangat luas dan bersih. Alva jarang sekali menempatinya, tetapi lelaki itu selalu menyuruh suruhannya agar selalu membersihkan apartemen tersebut.
"Lo libur dulu makan mie-nya, sekarang lo makan apel." Alva menyodorkan apel pada Vella dan segera di terima senang hati oleh Vella.
"Ck, dulu gue mana bisa beli apel kayak gini, yang ada tekor uang gue. Jadinya gue cuma beli mie."
"Pulang gih, urusin hidup lo, jangan kayak kalong malam begadang siang tidur," desis gadis itu.
Alva meringis. "Keliatan banget, ya?"
Vella berdehem. "Bawah mata lo item, nanti ketampanan lo berkurang, terus para cewek pengagum lo gak suka lagi sama lo mau?"
Alva tersenyum tengil. "Gakpapa yang penting lo masih suka," ujarnya sangat pede.
Seketika ide jahil Vella pun terlintas jelas. "Siapa bilang?"
Alva menatap Vella lekat. "Jadi lo bakal berpaling dari gue gitu?"
"Iyalah, mending gue nyari cogan yang banyak," seru Vella seraya tertawa renyah.
Alva menekuk wajahnya. Kini wajahnya sudah memerah karena menahan tangisnya. "Yaudah."
Alva yang semula duduk di karpet berbulu dengan Vella kini memilih naik ke atas sofa lalu tidur dengan posisi tengkurap, tentu membelakangi Vella.
Vella yang melihat itu terkekeh geli. Ternyata mengerjai Alva seru juga.
Vella memilih memakan apelnya tanpa memperdulikan Alva yang entah tidur atau menangis. Ia menahan tawanya kala membayangkan betapa menggemaskannya wajah Alva yang berderai air mata.
Tiba-tiba saja ia tergelak tawanya karena jujur saja ia tak bisa lagi menahan tawanya. Tawa itu terdengar jahat bagi Alva.
Tak berselang lama, akhirnya Vella sudah menghabiskan apelnya. Ia menoleh menatap Alva yang masih tengkurap dengan posisi yang memunggunginya. Apakah lelaki itu sudah tidur?
Karena penasaran, Vella memilih beranjak dari sana dan mendudukkan bokongnya di pinggiran sofa.
Diusapnya lembut rambut Alva olehnya. "Lo udah tidur?"
Vella terkejut kala mendapat penolakan dari Alva. Lelaki itu menepis lengannya kasar membuat hati gadis itu sedikit mencelos.
"Lo marah?"
Alva diam tak menyahut.
"Alva."
Gadis itu tertegun kala mendengar isakan kecil lolos dari bibir lelaki itu. Sudah dapat dipastikan bahwa lelaki itu benar-benar menangis. Ia menggeleng kecil. Kini ia dapat melihat sisi lain dari Alva, lelaki itu terlihat sangat manja dan sedikit childish ketika bersamanya juga Sonya.
"Lo percaya gitu?"
"Bangun, nanti pengap."
Ia menghela nafas berat. "Gak mau ngomong sama gue?"
Melihat Alva yang hanya diam membuatnya lagi-lagi menghela nafas berat.
"Beneran gak mau, hm?"
"Yaudah gue balik, gak jad—"
Vella sengaja tak melanjutkan ucapannya kala melihat Alva yang terbangun dengan wajah yang sudah berderai dengan air mata. Vella jadi gemas sendiri dengan wajah Alva yang sangat merah itu. Hidungnya pun sangat merah serta bibirnya yang ditekuk ke bawah membuatnya semakin terlihat menggemaskan.
Vella tak bisa jika tak memeluknya. Lantas, ia segera menarik Alva ke dalam dekapannya. Dielusnya punggung lelaki itu sayang mampu membuat Alva yang mendapat perlakuan itu kembali mengeraskan rahangnya agar tak kembali menangis. Ia membalas pelukan Vella tak kalah erat.
"Tadi gak bener kan?" tanyanya memastikan.
Vella berdehem. "Mana bisa gue ninggalin cowok sebaik lo."
"Langka tau, mana gemesin lagi."
"Ngantuk," ujar lelaki itu dengan suara parau.
"Balik sono."
Alva menggeleng. "Maunya di sini."
Vella menghela nafas panjang. Ia tak bisa melakukan apapun karena ia tak mungkin memaksa Alva harus pulang dengan keadaannya yang seperti ini. Terlebih lagi lelaki itu sudah mengantuk, bahaya jika mengendara dalam keadaan mengantuk.
"Yaudah, ayo."
Alva melepas pelukannya lalu menatap Vella lekat. "Tidur bareng?"
Plak!
"Ya kagak lah, ngawur mulu."
Alva meringis kala merasakan tangannya yang perih akibat geplakan Vella yang cukup keras itu.
"Padahal mau puk puk," gumamnya masih dapat didengar oleh Vella.
Gadis itu menatap kekasihnya jengah. "Yaudah gue puk puk punggung lo."
Senyum Alva terbit. Dengan cepat ia menarik Vella menuju kamar sebelah. ia membaringkan tubuhnya di atas kasur diikuti Vella yang tidur di sampingnya.
"Awas lo ngapain-ngapain gue!" desis Vella membuat Alva kicep.
"Janji gak bakalan grepe-grepe gue kan?"
Vella berdehem. "Kalo peluk boleh?" tanya Alva membuat Vella terdiam sejenak. Tak lama gadis itu pun mengangguk.
Dengan senang hati Alva memeluk tubuh Vella lalu memilih posisi nyaman untuknya tertidur dengan mendusel leher Vella membuat sang empu merasa geli. Lelaki itu memilih menenggelamkan wajahnya di lipatan ceruk leher gadisnya.
Vella terkekeh geli akan tingkah Alva. Ia segera mengusap punggung lelaki itu dengan sesekali menepuknya pelan hingga Alva terlelap.
Vella hendak melepas lengan Alva yang memeluknya. Namun, Alva terlalu mengeratkan pelukannya membuatnya sedikit kesusahan untuk bergerak dengan leluasa.
Ia sangat heran dengan Alva, Orang pada umumnya jika tidur tidak memiliki tenaga, tetapi itu tidak berlaku bagi Alva yang tidur pun seperti bertenaga padahal seharusnya tubuhnya melemah karena raganya tengah berkeliaran di alam mimpi.
Dengan susah payah ia mengangkat lengan Alva yang melingkar di pinggangnya hingga akhirnya ia berhasil menyingkirkan lengan kekar itu. Ia bergidik ngeri kala melihat lengan Alva yang terlihat besar dibandingkan dengan lengannya yang sangat kecil mungil itu. Setelahnya, ia memilih beranjak dari sana berlalu pergi menuju kamarnya.
•
•TBC
Voment please?
See you next part!
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketos VS Waketos
Novela JuvenilMenceritakan seorang gadis yang hidup dengan penuh liku-liku diantara hiruk pikuknya kehidupan. Gadis yang hidup sebatang kara itu tengah menyandang status sebagai wakil ketua osis di sekolahnya. Dia Vella, Keiza Louvella. Vella tak pernah menyangka...