CHAPTER 18

5.8K 241 43
                                    

"Loh? Lo kok di sini?" Vella heran kala melihat Alva yang masih berada di depan cafe seraya duduk di motornya dengan seragam yang masih melekat di tubuh lelaki itu.

Vella memicingkan matanya. "Jangan bilang lo—"

"Kali-kali, Vel. Gue pengen nemenin pacar gue kerja."

Vella menghela nafas berat. "Kenapa gak nunggu di dalem aja coba. Lo dari sore sampe malem gini loh."

"Anything for you, baby."

Vella mendengkus kesal. "Lain kali jangan nunggu lagi, lo kan belum makan dari siang."

Alva terkekeh geli. Tangannya terangkat untuk mengacak rambut gadis itu gemas. "Bawel banget sih."

"Yaudah sekarang pulang, ayo."

Vella menggeleng. "Masuk dulu, lo harus makan."

Alva terdiam sejenak. "Cafe udah tutup, mending nyari pecel lele aja."

Vella mengangguk. "Yaudah."

Gadis itu memegang puncak Alva dan mulai menaiki motor besar milik Alva. Lelaki itu tak kunjung menjalankan motornya membuatnya heran.

"Kok gak jalan?"

Alva mengela nafas panjang. "Jangan pegang pundak, Vel."

Vella mengerjapkan matanya berulang kali lucu. "O-oh." Gadis itu memilih menurunkan tangannya.

Merasa tak ada pergerakan lagi dari Vella membuat Alva lagi-lagi mendengkus kesal. Dasar! Gak peka.

Dengan cepat ia menarik pelan lengan Vella lalu melingkarkan dipinggangnya. Sontak saja hal itu mampu membuat Vella tersentak kaget. Namun begitu, hatinya seakan menolak untuk melepasnya. Ia pikir Alva tak mau disentuh, ternyata ia salah menduganya. Apa dirinya setidak peka itu? Ah, entahlah.

Alva tersenyum tipis kala merasa Vella tak melepas pelukannya. Setelahnya, ia memilih menjalankan motornya menjauhi cafe tersebut.

***

Sesampainya di warung pecel lele, keduanya turun dan duduk di bangku yang kosong seraya menunggu pesanan jadi.

Vella menguap kecil. Alva yang melihat itu memilih menarik pelan kepala gadis itu lalu menaruhnya di atas pundaknya. Dielusnya rambut gadis itu lembut olehnya. Hal itu berhasil membuat hati Vella menghangat.

"Tidur aja kalo ngantuk, nanti gue bangunin kalo udah jadi."

Vella mengangguk saja karena warung itu terlihat ramai dikunjungi pembeli.

Lama menunggu akhirnya pesanan pun sudah jadi. Ia memilih membungkusnya karena Vella terlihat lelah.

"Bunda." Alva menoleh pada Vella yang terlihat gelisah dalam tidurnya. Gadis itu bergumam dengan mata yang masih terpejam.

"Ayah jangan pergi," lirihnya maish dengan terpejam.

"Kalian jangan pergi hiks..."

Alva tertegun kala mendengar isakan kecil lolos dari bibir gadis itu. Ia menepuk pelan pipi gadisnya membuat Vella terusik dari tidurnya.

Gadis itu membuka matanya perlahan. Vella mengusap bekas air mata di pipinya yang entah sejak kapan air mata itu jatuh.

Alva menatap gadis itu lekat. Sorot matanya menandakan kekhawatiran. "Lo kenapa, Vel?"

"Kangen sama ortu lo, hm?"

Vella beralih menatap Alva dengan mata yang berair. Gadis itu mengangguk. "Tadi gue sampe mimpiin mereka. Mereka ninggalin gue, Al," lirihnya kembali menunduk.

Alva menarik gadis itu ke dalam dekapannya dengan sesekali mengelus rambut gadis itu sayang berharap dapat menyalurkan ketenangan padanya.

"Mereka gak ninggalin lo, Vella. Mereka ada di hati lo, mereka ada selalu mantau lo meski dari jarak kejauhan."

"Mereka pasti bangga sama lo. Lo pinter, penurut, baik, mandiri. Pasti nenek lo juga ikut bangga liat cucu kesayangannya tumbuh dengan baik."

Vella semakin terisak di dalam dekapan lelaki itu. Tangan Alva terus mengelus rambut gadis itu sayang hingga mengabaikan tatapan para pembeli yang menatap keduanya heran.

Vella mendongak. "Lo tau? Gue gak sekuat itu."

Vella kembali menaruh kepalanya di dada bidang Alva. "Gue selalu kesepian setiap ada di rumah, gue juga selalu kebayang-bayang ayah, bunda sama nenek."

"Semua kenangan itu terlintas jelas di otak gue."

"Kadang, gue pengen banget nyusul mereka biar bisa bareng sama nenek, ayah, dan bunda. Tapi gue gak bisa ngelakuin apapun."

"Gue gak tau harus gimana, Al."

Alva kembali mengelus rambut Vella sayang. Ia juga tak bisa berkata apapun. Semoga saja Vella tidak melakukan hal aneh. Ia benar-benar tak mau kehilangan gadisnya, sungguh.

"Bentar lagi, Vel. Tahan sebentar lagi."

"Setelah lulus, kita nikah."

Seketika tangisan gadis itu mendadak terhenti. Vella mendongak menatap Alva. "Ngawur lo!"

Alva menatap Vella lekat. "Gue serius, Vella."

"Kalo bisa, sementara waktu ini lo nginep di apartemen gue dulu, mau?"


TBC

Voment please?

See you next part!

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang