CHAPTER 17

6.2K 237 71
                                    

Usai acara pensi selesai, Alva dan Vella tak langsung pulang begitu juga dengan seluruh anggota osis dan mpk karena harus membereskan kursi ke tempat semula. Lapangan terlihat cukup bersih karena para tamu undangan serta murid sekolah tersebut membuang sampah pada tempatnya. Maka dari itu, mereka tak perlu susah-susah lagi membersihkan lapangan.

Alva sesekali melirik Vella meski sekilas. Kelihatanya gadis itu sangat lelah sampai beberapa kali mengusap peluh keringatnya sendiri.

Tangan Vella pun belum sepenuhnya pulih. Ia takut lengan gadis itu semakin sakit. Lantas, ia memilih menghampiri Vella. Namun, langkahnya terhenti kala melihat seorang pria terlebih dahulu membantu Vella yang kesusahan mengangkat kursi.

"Vel, gue bantu ya," ujar pria yang tampan dengan lesung pipit di pipinya. Dia Angga, anggota osis yang paling aktif dari anggota lainnya. Bahkan, lelaki itu pun ikut menginap bersama Alva hanya untuk berpartisipasi dalam melancarkan kegiatan acara pensi.

Vella menoleh menatap pria yang ikut membantunya mengangkat kursi. Ia tersenyum tipis lalu menggeleng. "Gak usah, gue bisa sendiri kok."

"Muka lo udah pucet, mending lo istirahat aja."

Alva yang melihat itu semakin geram. Mengapa kesannya Angga perhatian pada Vella. Rahangnya seketika mengeras. Ia tak bisa tinggal diam seperti ini. Lantas, ia melangkah menghampiri keduanya dengan perasaan kesal.

Vella terkejut kala tangannya di tarik oleh Alva agar menjauh dari Angga.

Alva menghela nafas berat. Ini bukan saatnya ia marah. Lantas, ia segera mengatur nafasnya berharap emosinya mereda.

Lelaki itu berdehem. "Lo bantuin anak lain, biar Vella sama gue," ujarnya sedikit ketus.

Angga sempat terdiam. Sedetik kemudian lelaki itu mengangguk.

Alva meluruh Vella sekilas. Setelahnya ia memilih memandang ke depan dengan tatapan dinginnya. Ditariknya tangan Vella olehnya agar menjauh dari lapangan.

Alva membawa Vella ke kantin sekolah yang kebetulan masih buka.

"Tunggu di sini," ujarnya tenang. Namun, penuh penekanan.

Vella hanya diam tak menjawab. Jujur saja kepalanya sangat pening, perutnya terasa sakit.

Tak lama Alva kembali dengan sebungkus roti serta botol minum. Lelaki itu mulai membuka bungkus roti tersebut lalu mulai menyuapi Vella.

"Lo gak sarapan lagi kan," desisnya.

Dilihatnya Vella menerima suapan dari Alva.

Ia tahu jika Vella jarang sekali sarapan.

"Itu konsekuensinya karena lo terlalu malas buat sarapan," sungutnya.

Vella mengunyah roti tersebut dengan pelan. "Gue gak sarapan karena duitnya gue tabung, Al."

"Buat apaan?"

"Kepo." Vella mengambil alih roti tersebut dari genggaman Alva lalu melahapnya hingga habis tak tersisa.

Alva terus memperhatikan gerak-gerik Vella. Gadis itu meneguk air minumnya hingga habis separuhnya. Setelahnya ia berdiri membuat Alva menatap gadis itu lekat.

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang