CHAPTER 26

5.7K 209 43
                                    

1 tahun berlalu

Selama ini Alva menjalani hari-harinya tanpa adanya kehadiran Vella. Jika di rumah, sikapnya akan menghangat dan sikap manjanya kembali. Namun, itu hanya berlaku untuk bundanya dan Vella. Sikapnya berbanding terbalik, jika di luar lelaki itu sangat beringas dan lebih terkesan dingin. Alva juga tak mudah tersentuh oleh wanita lain.

Lelaki itu sering kali memandangi fotonya dengan Vella. Ia tak pernah bosan memandangi foto gadis yang sangat ia cintai sampai sekarang. Entahlah, ia rasa, perasaan ini tak akan pernah pudar, justru ia semakin merindukan gadisnya.

Keinginan yang besar baginya untuk bisa menemui Vella. Ia ingin bertemu gadisnya dan memeluknya. Rasa rindunya kian menjadi, karena gadisnya itu masih belum menemuinya.

Ia juga menjalani hari kelulusannya tanpa gadisnya. Rasanya begitu hampa, separuh jiwanya seakan hilang entah kemana. Sakit rasanya kehilangan seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya.

Entah apa alasan Vella meninggalkannya tanpa pamit. Jika saja Vella pamit terlebih dahulu padanya dan memberikan alasan yang jelas, pasti dirinya akan menghargai keputusan Vella, ia tak akan secemas ini.

Lelaki itu pun sering kali mengunjungi rumah Vella. Namun, ia tak kunjung menemukan gadisnya. Rumah itu kosong dan sepi, lampunya pun selalu mati.

Rasa cemasnya kian menjadi. Ia tak tahu di mana keberadaan Vella sekarang. Apakah gadisnya itu hidup dengan baik ataukah sebaliknya? Ia bahkan tak tahu akan hal itu.

Sejak kepergian Vella, Aro masih sempat mengunjungi Alva ketika Alva sedang berada di apartemennya. Bahkan saat hari kelulusan Alva tiba, Aro datang menemaninya dan mengucapkan selamat pada lelaki itu.

Kini Alva tengah berdiam diri di atas rooftop. Ia memandang langit yang cerah. Hari ini adalah hari kelulusannya. Banyak sekali murid angkatannya yang asik berfoto. Namun, tidak dengannya yang memilih berdiam diri di atas rooftop menikmati semilir angin.

Aro memang sempat datang. Namun, lelaki itu pamit pergi karena ada urusan.

"Alva."

Deg

Suara itu sangat familiar bagi Alva. Suara yang selama ini Alva rindukan. Ia membuka matanya dengan perlahan hingga mendapati Vella yang juga memakai pakaian kebaya seperti para siswi di bawah sana yang tengah asik berpotret dengan teman dan pasangannya. Wajahnya juga terdapat polesan make-up tipis khas-nya tidak terlalu tebal.

"Vella," gumamnya seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Alva mengusap wajahnya gusar. "Pasti ini cuma haluan gue, gak mungkin Vella tiba-tiba ada di sini."

Plak

"Aakhh!" ringisnya kala merasakan pipinya yang kebas akibat tamparan yang diberikan oleh gadis itu.

"Sakit kan? Berarti lo gak halu," desis Vella yang barusan menampar pipi lelaki itu.

Alva mendudukkan dirinya lalu menatap Vella dengan tatapan tak terbaca. "I-ini beneran lo, Vel?"

"Iy—"

Grep

Vella sempat terkejut saat mendapat pelukan tiba-tiba dari Alva. Lelaki itu memeluknya sangat erat dengan tubuh yang bergetar. Tangannya bergerak untuk membalas pelukan Alva.

"Al—"

"Kenapa lo ninggalin gue hiks ..."

"Lo gak tau seberapa cemasnya gue waktu liat lo gak ada di apartemen, lo gak tau gimana khawatirnya gue selama ini sama lo."

"Gue takut lo gak balik lagi, Vel."

Vella mengelus rambut Alva sayang dengan sesekali menepuk pelan punggung lelaki itu.

"Gue kangen Vella, hiks ... hiks ..."

Vella mengurai pelukannya. Ia menangkup wajah Alva lalu mengecup dahi lelaki itu meski sekilas. Setelahnya ia menatap Alva lekat. Wajah lelaki itu memerah akibat menangis. Ia jadi tak tega melihatnya. Namun juga wajah itu terlihat menggemaskan.

"Maaf. Gue udah di sini, gue gak bakal ninggalin lo lagi. Maafin gue, Al."

Alva mencebikkan bibirnya bersiap akan menumpahkan tangisnya lagi. Namun, lelaki itu mencoba agar tak lagi menangis. Ia menggenggam tangan Vella erat.

"Ikut gue."

Vella hanya pasrah dan berusaha menyesuaikan langkah jenjang Alva saat lelaki itu membawanya menjauh dari rooftop sekolah.


TBC

Voment please?

See you next part!

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang