CHAPTER 23

5.5K 209 64
                                    

Seperti bisa setelah pulang sekolah Vella bekerja di cafe. Sedangkan Alva memilih bermain dengan temannya di basecamp. Alva juga mengajak Aro yang kebetulan sudah pulang dari kampus.

Malam pun tiba membuat Alva segera pergi menuju cafe tempat dimana gadisnya bekerja. Namun, sesampainya di sana, cafe itu sudah tutup. Apakah gadisnya sudah pulang? Semoga saja memang iya. Mungkin Vella sudah berada di apartemen. Lantas, ia kembali menjalankan motornya menjauhi cafe tersebut menuju apartemen.

Sesampainya di sana, ia tak kunjung melihat keberadaan Vella. Ia bergegas masuk ke dalam kamar Vella lalu membuka lemari gadis itu. Namun, ia sama sekali tak melihat pakaian gadisnya. Bahkan, tidak ada satu pun barang-barang gadisnya. Rasa cemas pun kian muncul, ia takut jika Vella pergi, ia takut jika gadisnya pergi meninggalkannya. Sebenarnya, kemana perginya Vella?

Lelaki itu menghela nafas panjang. Ia tidak boleh terlalu panik, ia berusaha untuk tetap tenang. Seakan teringat sesuatu, Alva segera berlalu dari apartemen menuju suatu tempat.

Sesampainya di tempat tujuan, ia turun dari motornya. Di sinilah ia berada, tepatnya di rumah Vella. Rumah itu terlihat gelap. Semua lampu pun tak ada yang menyala. Sepertinya Vella tidak ada di rumah itu. Rasa panik pun kian menjadi. Bagaimana jika Vella benar-benar pergi meninggalkannya? Ah sial! Ia tak bisa membayangkan jika ia menjalani hari-harinya tanpa Vella berada di sisinya.

"Arghh! Vella, lo kemana sih!"

Apakah kemarin itu akan menjadi malam terakhir baginya bersama Vella? Apakah malam itu adalah malam perpisahannya dengan Vella? Ah, tidak-tidak! Vella pasti kembali.

Alva memilih berlalu dari sana untuk mencari gadisnya kembali. Sudah 3 jam lamanya ia mencari Vella, ia belum juga menemukan gadisnya. Ia pun sempat mencari Vella ke rumahnya. Namun, hasilnya nihil, ia sama sekali tak menemukan keberadaannya.

Lelaki itu memilih menepikan motornya di sisi jalan.

"Vella!"

"Lo kemana sih!"

Alva menekuk wajahnya. "Kenapa lo ninggalin gue?" batinnya.

***

"Bunda..." panggil Alva yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Bun," panggilnya lagi.

Seorang wanita yang masih terlihat muda muncul dari arah dapur. Sepertinya wanita itu baru saja pulang dari kantor. Terlihat dari bajunya yang masih memakai pakaian formal yang biasanya wanita itu pakai saat bekerja.

"Loh, muka kamu kenapa, Al?" tanya Sonya heran kala melihat wajah sang anak yang terlihat memerah. Bahkan, matanya pun berair.

"Vella, bunda," lirihnya.

Alva mendekap bundanya dengan erat. Sonya sempat terkejut. Namun begitu, ia tetap membalas pelukan anaknya dengan hangat.

"Vella kenapa? Calon mantu Bunda kenapa, Al?" tanyanya berusaha untuk tetap tenang meski rasa khawatirnya kian bermunculan.

Lelaki itu mengeraskan rahangnya menahan kuat isak tangisnya agar tidak pecah saat itu juga.

"Vella pergi, bunda," lirihnya dengan mata yang berair.

"M-maksud kamu?"

Tanpa sadar air matanya yang sedari tadi ia bendung, kini tumpah. "Vella ninggalin Alva, Bunda hiks..."

Sonya sempat tertegun kala mendengar isakan kecil lolos dari bibir anaknya. Ia mengusap lembut rambutnya anaknya berharap dapat memberikan ketenangan padanya.

"Vella pergi dari apartemen, Bunda," lirihnya masih dengan terisak.

Sonya memang sudah tahu jika Vella tinggal di apartemen Alva. Tentu Alva yang memberitahunya. Sonya pun tidak mempermasalahkan hal itu, justru ia sangat senang karena Vella mau tinggal di apartemen anaknya, karena dengan begitu, Alva dapat menemani Vella dan juga mengatur pola makan Vella dengan benar. Ia mengizinkan Alva menemani Vella karena ia tahu betul jika anaknya tidak akan macam-macam.

Namun kini, saat ia mendengar bahwa Vella pergi pun merasa sedih. Pikirannya berkecamuk. Bagaimana tidak, pasalnya gadis itu sudah tidak punya siapa-siapa. Kemana perginya gadis itu?

"Kamu udah cek di rumahnya?"

Alva mengangguk. "Udah, tapi tetep gak ada."

"Harusnya Al gak maksa Vella buat tinggal di apart Bunda."

"Pasti Vella gak mau tinggal di apartemen, makannya dia pergi."

Sonya hanya diam tak menjawab. Tangannya tak henti-hentinya mengelus punggung anaknya sayang. "Kamu tenang Al, pasti Vella kembali."

Alva semakin terisak dalam pelukan bundanya. Rahangnya masih mengeras. Ia hanya ingin Vella, sungguh.


TBC

Voment please?

See you next part!

Ketos VS WaketosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang